Nomor Induk Dosen Khusus Dan Nomor Urut Pendidik
Kemenrinstek Dikti telah resmi memberlakukan menerapkan Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK) dan juga Nomor Urut Pendidik (NUP).
Tujuan manfaat adanya kebijakan nomor induk dosen khusus (NIDK) dikatakan oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) salah satunya yaitu dalam rangka erobosan untuk mengatasi rasio dosen yang tidak seimbang," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya, Iptek, dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti ketika peluncuran NIDK, di Jakarta, Selasa.
Ali Ghufron Mukti menyampaikan jumlah tenaga dosen di Indonesia memang masih masuk dalam kategori terbatas. Hal itu alasannya yaitu pelaksana proses rekrutmen hanya menjangkau kalangan tertentu yang dimulai dari jabatan paling rendah atau single entry. Cara tersebut kurang menjaring banyak kandidat untuk menjadi dosen.
NIDK ini, kata Ghufron, menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki sistem tersebut. Dengan kata lain, pemerintah mulai menetapkan sistem multientry yang sanggup merekrut dosen dari kalangan lebih luas yang berasal dari banyak sekali jabatan. Misalnya, Ghufron melanjutkan, mereka yang sudah bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan perekayasa. Seperti dilansir dari Republika.
NIDK ini akan diberikan kepada dosen yang diangkat PT menurut penjanjian kerja yang telah memenuhi persyaratan. NIDK ini sendiri berlaku sampai dosen tersebut berusia 79 tahun. Penetapan batasan usia ini juga menurut rekomendasi World Health Organization (WHO) wacana pembagian terstruktur mengenai usia berbasis impian hidup.
Syarat bagi dosen untuk mendapat NIDK antara lain dosen harus memperoleh surat izin dari pimpinan instansi induknya, menyerupai menteri atau kepala lembaga.
Mereka juga harus mempunyai surat keterangan mengajar dan agenda mengajar minimal satu semester dalam satu tahun sebanyak empat sistem kredit semester/SKS. Surat-surat ini harus disahkan oleh pimpinan PT.
Edy Suandi Hamid selaku Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menilai kebijakan Kemenristekdikti sangat baik dan realistis. "Kebijakan ini sangat membantu perguruan tinggi tinggi (PT),"
Menurut Edy, peluang memperoleh dosen tetap maupun dosen dengan perjanjian kerja ber-NIDK menjadi lebih luas. Dengan adanya NIDK, Edy menilai PT bisa memanfaatkan para pegawai yang ingin mengajar. Mantan rektor UII ini juga berpendapat, pihak PT mempunyai kesempatan sepanjang mendapat izin dari atasan. Sehingga, beliau menambahkan, mereka bisa berkarier dan menyebarkan ilmu di PT.
NIDK nantinya sanggup dipakai oleh dosen yang telah pensiun. Tunjangan dosen yang memakai NIDK ditanggung perguruang tinggi setempat.
Mohamad Nasir selaku Menristekdikti menyampaikan terkait penggunaan NIDK dan NUP menyerupai dilansir dari JPNN bahwa status NIDK dan NUP sama menyerupai Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) yang sudah terdaftar melalui PUPNS. Nah, NIDK ini diperuntukkan bagi dosen yang tidak terdaftar pada NIDN.
Sementara NUP untuk dosen yang tidak teregistrasi dalam NIDN ataupun NIDK.
"Semuanya punya hak sama. Yang beda hanya tanggung jawab finansial di mana NIDK dan NUP ini ditanggung masing-masing Perguruan Tinggi Negeri dan PTS," ketika ditemui dalam program peluncuran pendaftaran tenaga dosen, NIDK dan NUP di Jakarta, Selasa.
Langkah ini ini diperlukan bisa menjadi solusi untuk kekurangan dosen. Rasio dosen dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di seluruh Indonesia ketika ini masih sangat kurang. Karena itu, beliau berharap NIDK dan NUP bisa menjawab permasalahan tersebut.
Selama ini, rasio dosen-mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri ataupun Perguruan Tinggi Swasta yaitu 1:80. Bahkan ada juga yang mencapai 1:100. Padahal, perbandingan normal untuk perguruan tinggi tinggi yaitu 1:30 untuk ilmu eksakta dan 1:45 untuk ilmu sosial.
"Jadi nanti tidak ada lagi duduk masalah perkuliahan enggak ada dosennya. Kasihan mahasiswa kan jikalau begini terus," terangnya. Sumber http://hamizann.blogspot.com
Tujuan manfaat adanya kebijakan nomor induk dosen khusus (NIDK) dikatakan oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) salah satunya yaitu dalam rangka erobosan untuk mengatasi rasio dosen yang tidak seimbang," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya, Iptek, dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti ketika peluncuran NIDK, di Jakarta, Selasa.
Nomor Induk Dosen Khusus NIDK
Ali Ghufron Mukti menyampaikan jumlah tenaga dosen di Indonesia memang masih masuk dalam kategori terbatas. Hal itu alasannya yaitu pelaksana proses rekrutmen hanya menjangkau kalangan tertentu yang dimulai dari jabatan paling rendah atau single entry. Cara tersebut kurang menjaring banyak kandidat untuk menjadi dosen.
NIDK ini, kata Ghufron, menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki sistem tersebut. Dengan kata lain, pemerintah mulai menetapkan sistem multientry yang sanggup merekrut dosen dari kalangan lebih luas yang berasal dari banyak sekali jabatan. Misalnya, Ghufron melanjutkan, mereka yang sudah bertitel profesor, peneliti, praktisi, dan perekayasa. Seperti dilansir dari Republika.
NIDK ini akan diberikan kepada dosen yang diangkat PT menurut penjanjian kerja yang telah memenuhi persyaratan. NIDK ini sendiri berlaku sampai dosen tersebut berusia 79 tahun. Penetapan batasan usia ini juga menurut rekomendasi World Health Organization (WHO) wacana pembagian terstruktur mengenai usia berbasis impian hidup.
Syarat bagi dosen untuk mendapat NIDK antara lain dosen harus memperoleh surat izin dari pimpinan instansi induknya, menyerupai menteri atau kepala lembaga.
Mereka juga harus mempunyai surat keterangan mengajar dan agenda mengajar minimal satu semester dalam satu tahun sebanyak empat sistem kredit semester/SKS. Surat-surat ini harus disahkan oleh pimpinan PT.
Edy Suandi Hamid selaku Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menilai kebijakan Kemenristekdikti sangat baik dan realistis. "Kebijakan ini sangat membantu perguruan tinggi tinggi (PT),"
Menurut Edy, peluang memperoleh dosen tetap maupun dosen dengan perjanjian kerja ber-NIDK menjadi lebih luas. Dengan adanya NIDK, Edy menilai PT bisa memanfaatkan para pegawai yang ingin mengajar. Mantan rektor UII ini juga berpendapat, pihak PT mempunyai kesempatan sepanjang mendapat izin dari atasan. Sehingga, beliau menambahkan, mereka bisa berkarier dan menyebarkan ilmu di PT.
NIDK nantinya sanggup dipakai oleh dosen yang telah pensiun. Tunjangan dosen yang memakai NIDK ditanggung perguruang tinggi setempat.
Nomor Urut Pendidik NUP
Mohamad Nasir selaku Menristekdikti menyampaikan terkait penggunaan NIDK dan NUP menyerupai dilansir dari JPNN bahwa status NIDK dan NUP sama menyerupai Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) yang sudah terdaftar melalui PUPNS. Nah, NIDK ini diperuntukkan bagi dosen yang tidak terdaftar pada NIDN.
Sementara NUP untuk dosen yang tidak teregistrasi dalam NIDN ataupun NIDK.
"Semuanya punya hak sama. Yang beda hanya tanggung jawab finansial di mana NIDK dan NUP ini ditanggung masing-masing Perguruan Tinggi Negeri dan PTS," ketika ditemui dalam program peluncuran pendaftaran tenaga dosen, NIDK dan NUP di Jakarta, Selasa.
Langkah ini ini diperlukan bisa menjadi solusi untuk kekurangan dosen. Rasio dosen dengan mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di seluruh Indonesia ketika ini masih sangat kurang. Karena itu, beliau berharap NIDK dan NUP bisa menjawab permasalahan tersebut.
Selama ini, rasio dosen-mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri ataupun Perguruan Tinggi Swasta yaitu 1:80. Bahkan ada juga yang mencapai 1:100. Padahal, perbandingan normal untuk perguruan tinggi tinggi yaitu 1:30 untuk ilmu eksakta dan 1:45 untuk ilmu sosial.
"Jadi nanti tidak ada lagi duduk masalah perkuliahan enggak ada dosennya. Kasihan mahasiswa kan jikalau begini terus," terangnya. Sumber http://hamizann.blogspot.com
0 Response to "Nomor Induk Dosen Khusus Dan Nomor Urut Pendidik"
Posting Komentar