iklan

Cerpen Akar Kehidupan

Terik matahari mulai menerobos di antara sela daun yang rimbun Cerpen Akar Kehidupan

Terik matahari mulai menerobos di antara sela daun yang rimbun, menyengat kulit tipis dua bocah yang sedang berteduh dibawahnya. Sedari pagi mereka menyibukkan diri dengan bermain tanah di bawah pohon sawo yang berada di halaman depan rumahnya, berharap sanggup menangkal rasa lapar alasannya yaitu semenjak pagi mereka belum mendapat asupan makanan.

 Orang bau tanah mereka yang merantau belum mengirimkan uang pada kedua kakaknya, Yanti dan Warti. Bahkan mungkin orang bau tanah mereka belum mendapat uang dan juga belum makan dikala ini. tapi, kedua bocah itu tidaklah  mempunyai aliran yang serumit itu. Pikiran mereka sangat sederhana yaitu “Bagaimana caranya biar tidak merasa lapar” hanya itu dan mereka menentukan untuk bermain sampai suhu udara di sekitar daerah bermainnya mulai meningkat menerangkan hari mulai beranjak siang.

“Ren, kini jam berapa? Perutku lapar.” Tanya Rini pada saudara kembarnya.
“Gak tau, Coba lihat sana! Kakak juga belum pulang dari PERSAMI.” Sahut Rena sembari mengaduk-aduk tanah disekitarnya.

Mendengar jawaban dari kembarannya, Rini mendesah. Diapun berjalan meninggalkan Base Camp, mencoba mencari sesuatu, sampai pandangannya tertuju pada seseorang yang ia kenal. Dengan cepat Rini menghampiri kembarannya yang masih sibuk mengaduk-aduk tanah dengan ranting pohon selayaknya koki professional.

Rena mendongkakkan  kepalanya dikala sinar matahari meredup jawaban tertutup oleh badan mungil kembarannya. Melihat tatapan mata yang berbinar dari saudaranya, Renapun menghentikan kegiatannya.

Rena mengikuti pandangan kembarannya. Dilihatnya seseorang yang berjalan masuk ke halaman rumahnya. Dia yaitu kak Warti, abang nomor dua dari empat bersaudara itu. Pakaian serba coklat lengkap dengan atribut yang melekat di baju, dan tak lupa sebuah tongkat yang terbuat dari rotan masih di genggam di tangan sebelah kiri orang itu.

Rena mengalihkan pandangannya pada sebuah kotak kardus ukuran sedang yang dibawa di asisten kakaknya, “kardus makanan” batin mereka kompak.  Senyumpun mengembang di wajah kedua bocah itu.

Dengan berlari kecil, mereka menghampiri kak Warti. Wajah gembira terpancar dari  kedua bocah itu dikala membuka dan melihat isi di dalam kardus. Ada tiga kuliner didalamnya. Diambilnya kuliner Pertama, tangan kecil Rini memotong sebuah pastel menjadi dua bagian. Satu bab pribadi diberikan kepada kembarannya, sedang bab lain dilahapnya dengan cepat. Mereka melaksanakan hal yang sama pada kuliner kedua, sampai tinggal tersisa kuliner terakhir barulah mereka menghentikan aktifitasnya.

“Eh, kak Warti udah makan?” Tanya Rena pada kakaknya.
“Iya, ini buat berdua sama kak Yanti!” Sahut Rini sembari menyodorkan Kotak Kardus pada kakaknya.
“Udah, habisin aja.” ucap kak Warti sambil tersenyum, sembari meletakkan sepatunya di pinggir pintu.

Secepat kilat mereka menyambar kotak itu dan melaksanakan hal yang sama pada kuliner terakhir, memotongnya menjadi dua bagian. Saat Makanan yang ada di dalam kardus telah kandas, mereka kembali melanjutkan aktifitas di base camp. Hingga kak Yanti memanggil mereka.

“Dek, Makan dulu!” teriak kak Yanti, abang tertua mereka.

Dengan cepat kedua bocah itu berlari saling mendahului satu sama lain layaknya perlombaan lari, hal sepele yang sanggup menciptakan keduanya merasa senang. Dibukanya tudung saji yang menutupi makan siang mereka, hanya ada semangkuk besar sayur asam diatas meja. 
Rena dan Rini secara bersamaan menoleh pada abang tertuanya, dilihatnya wajah abang yang murung. Dengan antusias Rini mengaduk-aduk sayur biar suasana murung yang dirasakan disekitarnya menghilang. Diperhatikan dengan secama materi yang berputar-putar di sayurnya itu.

“Kak, ini singkong? Kok dicampur di sayur?” Rini tak sanggup membendung rasa herannya dikala melihat materi yang tak biasa ada di dalam sayur itu. seulas senyumpun tampak di wajah abang tertuanya itu.
“Haha… itu sajian spesial! Gak ada nasi, makan itu dulu biar kenyang.” Ucap sang abang dengan bangganya. 

Tanpa mempermasalahkan sayur itu, Rena pribadi mengambil sebuah mangkuk plastik. Diisinya penuh wadah tersebut dan segera dibawanya ke ruang tengah daerah mereka biasa bersantap. Diletakkannya mangkuk itu di lantai dan segera memanggil saudara kembarnya. Dari kejauhan Rini tampak membawa dua buah sendok, menyerupai biasanya mereka selalu makan berdua.

*****
Hari sudah mulai sore, dikala abang pertama di keluarga itu pulang ke rumah. Warti yang sudah menunggu kedatangan kakaknya itu pribadi menghampiri sang kakak. Wajah kecewa sesekali muncul diantara kedua abang beradik yang sedang mengobrol itu. 

Semangat Yanti untuk memperoleh uang pupus, kala sang tetangga yang menghutang padanya dulu justru memarahinya dikala ia hendak meminta kembali uang itu. Dipandangnya hanparan tanah yang ditumbuhi pohon singkong, sesekali helaan nafas terdengar dari gadis cukup umur itu. di usianya yang masih belasan tahun, beliau mengemban kiprah yang diberikan kedua orangtuanya untuk menjaga adik-adiknya. 

“Malam ini kita makan singkong bakar aja ya” ucap Yanti dengan nada lesu pada adiknya Warti.
Warti yang sedikit paham akan situasi ini mengangguk, dengan cepat beliau memasuki rumah dan membangunkan kedua adiknya untuk diminta segera mandi.

Saat malam telah tiba, mereka mulai membuka acara. Dengan pengalaman pramuka yang dimiliki oleh kak Warti, beliau menciptakan program makan malam ini dengan suasana yang berbeda. Api unggun yang menyala, menciptakan kedua bocah kembar itu terpana. Dinyanyikannya lagu-lagu yang dihafal seadanya untuk menciptakan keadaan penuh suka cita.

Sang abang memberi intruksi kepada kedua adik kembarnya untuk mencabut sebuah batang singkong yang ada di samping rumahnya, dengan semangat mereka menjalankan perintah sang kakak.

Tangan mungil mereka menggenggam dekat batang pohon singkong, sekuat tenaga Rena dan Rini mencoba mencabut pohon singkong yang berdiri kokoh. Perlahan tanah yang menopang pohon itu mulai bergerak. Mata si kembar makin berbinar manakala akar dari pohon yang dicabutnya mulai terlihat. Di seretnya pohon yang telah tercabut itu menuju api unggun yang telah dibentuk oleh kakak-kakaknya.

Satu persatu akar tanaman itu dimasukkan kedalam bara api yang menyala. Sambil diawasi oleh kedua kakaknya, bocah kembar itu membalik-balikkan singkong di dalam api unggun dengan ranting kayu yang telah disiapkan sebelumnya. Aroma harum yang menguar dari singkong itu yaitu tanda bahwa singkong mereka telah matang dan siap untuk dihidangkan.

Kak Warti mengambil beberapa lembar daun pisang dari kebun mereka, sedangkan kak Yanti dengan sigap mengeluarkan singkong-singkong yang telah matang dari bara api di depannya. Kepulan asap dari akar itu masih samar terlihat kala kak Yanti memotek singkong itu menjadi beberapa bagian. Sesekali kak Yanti tampak meniup-niup tangannya yang terlihat kepanasan meski sudah dilapisi oleh daun pisang.

“Humm… ini lezat kak” ucap bocah kembar itu secara bersamaan. 

Kedua abang merekapun senang melihat para adiknya yang sangat menikmati makan malam mereka. Meski hanya sebuah akar, ternyata sanggup menciptakan mereka semua senang dan sanggup menyambung nyawa.


Karya Twinity
Komunitas Bisa Menulis

Sumber http://gudangbukusekolah.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Cerpen Akar Kehidupan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel