iklan

Deiksis


DEIKSIS
Oleh: Wahyudi
A.      Pengantar
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Bahasa merupakan salah satu hasil budaya insan yang sangat tinggi nilainya alasannya dengan bahasa insan sanggup berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya. Dengan bahasa pula, insan dimungkinkan sanggup berkembang dan mengabstraksikan banyak sekali tanda-tanda yang muncul di lingkungannya. Jelaslah bahwa bahasa sangat penting peranannya dalam kehidupan sosial. Komunikasi akan berjalan dengan lancar apabila target bahasa yang digunakan tepat. Artinya bahasa itu dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi penutur dan sifat penuturan itu dilaksanakan. Hal ini sangat bergantung pada faktor penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara, tujuan pembicara, problem yang dibicarakan, dan situasi. Penggunaan bahasa ibarat inilah yang disebut pragmatik.
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang. Hal itu dilandasi oleh kesadaran para linguis bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang dibutuhkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1996:1).
Ada beberapa hal yang dikaji dalam kajian pragmatik. Deiksis sebagai salah konstruksi dalam pragmatik akan dikupas dalam goresan pena ini.

B.     Deiksis
Dalam KBBI (2005:245), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan daerah suatu tuturan. Dalam acara berbahasa. kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa hal tersebut penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara, ketika dan daerah dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata ibarat saya, dia, kamu rnerupakan kata-kata yang penunjukannya berganti-ganti. Rujukan kata-kata tersebut barulah sanggup diketahui kalau diketahui pula siapa, di mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Dalam bidang linguistik istilah penunjukan semacam itu disebut deiksis (Yule, 2006:13).
Kata deiksis berasal dari kata Yunani deiktikos yang berarti 'hal yang menunjuk secara 1angsung'. Dalam bahasa Yunani, deiksis merupakan istilah teknis untuk salah satu hal yang fundamental yang dilakukan dalam tuturan. Sedangkan isti1ah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa Yunani da1am pengertian kini kita sebut kata ganti demonstratif.
Dari definisi di atas, sanggup disimpulkan bahwa deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa sanggup dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/ referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si pembicara dan bergantung pula pada ketika dan daerah dituturkannya kata itu. Jadi, deiksis merupakan kata-kata yang tidak mempunyai referen yang tetap. Seperti contoh obrolan berikut ini:

Ani : Hari ini saya akan pergi ke Surabaya. Kalau kamu?
Ali :  Saya santai di rumah.

Kata ‘Saya’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata pertama ialah kata ganti dari Ani. Sedangkan kedua ialah kata ganti Ali. Dari contoh di atas, tampak kata ‘saya’ mempunyai referen yang berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.

C. Macam Deiksis
Sesuatu yang dirujuk oleh deiksis disebut anteseden. Dilihat dari antesedennya, deiksis dibedakan atas lima macam yakni, deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.

Deiksis Persona
Deiksis persona berkaitan dengan tugas penerima yang terlibat dalam insiden berbahasa. Deiksis ini biasanya berupa kata ganti orang. Kata ganti orang itu ada tiga kategori yaitu orang pertama, orang kedua dan orang ketiga.
Kata ganti orang pertama merupakan rujukan pernbicara kepada dirinya sendirin. Dengan kata lain kata ganti persona pertama rnerujuk pada orang yang sedang berbicara. Kata ganti persona ini dibagi rnenjadi dua, yaitu kata ganti persona pertarna tunggal dan kata ganti persona pertarna jarnak.
Kata ganti persona pertama tunggal rnempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku.  Selain bentuk kata ganti persona di atas, digunakan pula nama-nama orang untuk menunjuk persona pertama tunggal (Samsuri, 1987:238). Anak-anak biasa menggunakan nama diri untuk merujuk, pada dirinya contohnya seorang anak bemama agus suatu ketika ia ingin makan dan ia mengucapkan "Agus mau makan" yang berarti 'Aku mau makan' (bagi diri Agus). Akan tetapi apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang ayah atau seorang ibu dengan nada bertanya ibarat "Agus mau makan?" maka nama Agus tidak lagi merujuk pada pembicara tetapi merujuk pada persona kedua tunggal (mitra tutur).
Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama saya dan saya ada perbedaan. Bentuk saya ialah bentuk yang formal dan umumnya digunakan dalam goresan pena atau ujaran yang resmi. Untuk goresan pena formal pada buku nonfiksi, pidato, sambutan bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakian bentuk saya sudah menunjukan rasa hormat dan sopan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bentuk saya digunakan dalam situasi nonformal.
Kata ganti persona kedua ialah rujukan pembicara kepada lawan bicara. Dengan kata lain bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara. Bentuk pronomina persona kedua tunggal ialah kau dan engkau.
Sebutan ketaklaziman untuk pronomina persona kedua dalam bahasa Indonesia banyak ragamnya, ibarat anda, saudara, leksem kekerabatan ibarat bapak, ibu, kakak dan leksem jabatan ibarat guru, dokter. Pemilihan bentuk mana yang harus dipilih ditentukan oleh aspek sosiolinguistik. Bentuk bapak/pak, ibu/bu yang merupakan bentuk sapaan kekeluargaan membuktikan dua pengertian. Pertama, orang yang mamakai bentuk-bentuk tersebut mempunyai kekerabatan bersahabat dengan lawan bicaranya. Kedua, dipergunakan untuk memanggil orang yang lebih renta atau orang yang belum dikenal. Dengan kata lain pengertian kedua membuktikan kekerabatan antara pembicara dengan lawan bicara kurang akrab. Sedangkan bentuk saudara, anda biasanya digunakan untuk menghormat dan ada jarak yang konkret antara pembicara dan lawam bicara. Khusus untuk bentuk ketakziman anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Meskipun kata itu telah usang digunakan tetapi struktur nilai sosial budaya kita masih membatasi pemakaian kata ganti tersebut.
Kata ganti persona ketiga merupakan kategori-sasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain bentuk kata ganti persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun lawan bicara. Bentuk kata ganti persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak. Bentuk tunggal pronomina persona ketiga mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan ia yang mempunyai variasi -nya. Bentuk pronomina persona ketiga jamak ialah mereka Di samping arti jamaknya, bentuk mereka berbeda dengan kata ganti persona ketiga tunggal dalam acuannya. Pada umumnya bentuk pronomina persona ketiga hanya untuk merujuk insani. Akan tetapi pada karya sastra, bentuk mereka kadang kala digunakan untuk merujuk hewan atau benda yang dianggap bemyawa. Bentuk pronomina persona ketiga jamak ini tidak mempunyai variasi bentuk, sehingga dalam posisi manapun hanya bentuk itu yang dipergunakan. Penggunaan bentuk persona ini digunakan untuk kekerabatan yang netral, artinya tidak digunakan untuk lebih menghormati atau pun sebaliknya.
Kata ganti persona ketiga selain merujuk pada orang ketiga juga kemungkinannya merujuk pada persona pertama dan persona kedua. Adanya Kemungkinan rujukan lain merupakan akhir adanya perbedaan konteks penuturan.
Contoh ketiga macam deiksis personal di atas dalam kajian pragmatic ialah ibarat dalam obrolan berikut ini.
Novi : Liburan nanti kamu pergi kemana?
Septi : Aku mau ke Sangata. Kalau kamu?
Novi : Aku ke Sangata juga.
Danar: Mereka semua liburan. Aku kesepian deh (gumam Danar dalam hati).

Deiksis Tempat                             
Deiksis ini berkaitan dengan santunan bentuk kepada lokasi ruang dipandang dari lokasi pemeran dalam suatu insiden berbahasa. Dilihat dari kekerabatan antara orang dan benda yang ditunjukkan, deiksis daerah dibagi menjadi dua, yaitu jauh (distal) dan dekat (proksimal). Deiksis daerah yang pertama menunjuk jarak yang jauh antara orang dan benda  yang ditunjukkan ibarat di sana, itu, dan sebagainya. Deiksis daerah yang kedua menunjuk jarak yang dekat antara orang dan benda  yang ditunjukkan ibarat di sana, itu, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam mempertimbangkan deiksis tempat, perlu diingat bahwa tempat, dari sudut pandang penutur, sanggup ditetapkan baik secara mental maupun fisik. Penutur yang untuk sementara waktu jauh dari rumah mereka, akan sering terus menggunakan kata ‘di sini’ dengan maksud lokasi rumah (jarak fisik), seperti mereka masih ada di lokasi itu. Pernyataan ini kadang kala dideskripsikan sebagai proyek deiksis dan kita lebih sering memanfaatkan kemungkinan-kemungkinanya ibarat kebanyakan teknologi yang memungkinkan untuk memanipulasi tempat.
Dimungkinkan bahwa dasar deiksis daerah yang benar bahwasanya ialah jarak psikologis. Objek-objek kedekatan secara fisik akan cenderung dipergunakan oleh penutur sebagai kedekatan secara psikologis. Juga sesuatu yang jauh secara fisik secara umum akan diperlakukan sebagai jauh secara psikologis (contoh: orang yang di sana itu). Akan tetapi penutur mungkin juga bermaksud untuk menandai  sesuatu yang jauh secara psikologis ‘saya tidak menyukai itu’. Dalam analisis ini, sepatah kata ibarat ‘itu’ tidak mempunyai arti yang pasti, tetapi kata ;itu; ditanamkan dengan mempunyai makna dalam konteks oleh seorang penutur.
Contoh deiksis daerah berikut ini.
Agus : Om, kapan kau ke sini?
Joko  :  Liburan nanti. Kalo kau kapan main ke sini?
Agus :  ….

Deiksis Waktu
Deiksis waktu menunjuk kepada pengungkapan jarak waktu dipandang dari waktu atau ketika suatu ungkapan dibentuk oleh pembicara ibarat sekarang, pada ketika itu, kemarin, besok dan lain sebagainya. Semua ungkapan tersebut tergantung pada pemahaman penutur perihal pengetahuan waktu tutuan yang relevan. Jika waktu tuturan tidak diketahui dari suatu catatan, ada ketidakjelasan dalam hal waktu, contoh kembalilah satu jam lagi. Landasan psikologis  dari deiksis waktu sepertinya sama dengan deiksis tempat. Kejadian waktu sanggup diperlakukan sebagai yang bergerak ke penutur atau sebaliknya. Contoh : Sekarang bayar besok gratis.

Deiksis Wacana
Deiksis wacana merupakan deiksis yang mengacu apa yang terdapat dalam wacana. Berdasarkan posisi antensendennya, deiksis wacana dibagi dua,yaitu anafora dan katafora. Deiksis katafoa merupakan deiksis yang mengacu apa yang telah disebut contoh : Dedi ialah adik saya. Sekolahnya di Malang. Sedangkan deiksis anafora ialah deiksis yang mengacu  yang akan disebut contoh: Dengan keterampilannya dalam berbicara, Desi disuruh menjadi MC.

Deiksis Sosial
Deiksis sosial mengungkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan  yang terdapat antara para partisispan yang dalam insiden berbahasa, tertutama yang berafiliasi dengan aspek budayanya. Adanya deiksis ini menjadikan kesopanan atau etiket berbahasa. Misalnya suatu masyarakat menganggap kata ‘dancok’ ialah perkataan kasar. Tapi, berdasarkan masyarakat lain, kata tersebut ialah biasa.
Kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menggunakan semua deiksis tersebut dengan tepat. Dengan perkataan lain, dalam suatu insiden berbahasa pemakai bahasa dituntut sanggup menggunakan semua deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa dengan tepat.

D.  Simpulan
Bedasarkan pembahasan di atas, sanggup disimpulkan bahwa deiksis ialah bentuk bahasa yang referennya berubah-ubah. Berdasarkan antensendennya, deiksis dibagi menjadi lima, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dalam suatu insiden berbahasa pemakai bahasa dituntut sanggup menggunakan semua deiksis sesuai dengan kadar sosial dan santun berbahasa dengan tepat.

Bahan Bacaan
Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Bahasa.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Yule, George. 2009. Pragmatik. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber http://pascaunesa2011.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Deiksis"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel