iklan

Mitologi Hindu

Mitologi Hindu ialah suatu istilah yang dipakai oleh para sarjana masa sekarang kepada kesusastraan Hindu yang luas, yang menjabarkan dan menceritakan ihwal kehidupan tokoh-tokoh legendaris, Dewa-Dewi, makhluk supernatural, dan inkarnasi Tuhan yang dijelaskan dengan panjang lebar dalam aliran filsafat dan ilmu akhlak. Mitologi Hindu juga menjabarkan kisah-kisah kepahlawanan yang diklaim sebagai sejarah India masa lampau, menyerupai Ramayana dan Mahabharata.

Cerita-cerita dalam mitologi Hindu terjalin dalam empat jenjang zaman yang disebut
Catur Yuga. Masing-masing Yuga mempunyai huruf yang berbeda. Berbagai legenda, kisah ihwal Dewa-Dewi dan awatara diyakini terjadi pada zaman yang berbeda-beda pula. Cerita itu dapak disimak dalam kesusastraan Hindu. Kesusastraan mitologi Hindu terjalin oleh etos agama Weda kuno dan kebudayaan Weda, dan cerita-cerita tersebut didasari oleh sistem filsafat Hindu.


Akar dari segala mitologi Hindu dan cerita-cerita keagamaannya berasal dari
kebudayaan Weda, dan merupakan agama kuno yang berkembang pada dikala Weda muncul. Weda berjumlah empat, yaitu: Rigweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda. Di samping itu, terdapat bagian-bagian dalam badan Weda yang luas, dan merupakan kitab-kitab tersendiri, menyerupai Jyotisha, Purana, Itihasa, Niti Sastra, Sulwa Sutra, Tantra, Darsana, dan lain-lain. Ajaran yang terkandung dalam cuilan badan Weda tersebut adalah: filsafat, teologi, astronomi, ilmu tata negara, kisah keagamaan, dan biografi tokoh-tokoh masa lampau. Ajaran tersebut menjadi dasar kepercayaan dan peradaban agama Hindu dan memberikannya bermacam-macam mitologi.

Kitab yang memuat kisah keagamaan, menyerupai Purana dan Itihāsa, sangat populer sebagai sumber mitologi Hindu yang utama. Kitab Purana merupakan kitab yang memuat legenda Hindu dan kisah-kisah makhluk supernatural (Dewa, Asura, Detya, Raksasa, Yaksa, dan lain-lain) dalam kaitannya dengan kejadian di alam semesta. Kitab Purana banyak sekali jenisnya. Masing-masing kitab menceritakan tokoh-tokoh Hindu (Raja-Raja kuno, para resi), dewa-dewi, inkarnasi Tuhan (awatara), dan legenda.
Lukisan yang menggambarkan pertempuran di Kurukshetra, sebuah babak dalam kitab Mahabharata, salah satu Itihasa.

Selain Purana, ada kitab yang disebut Itihasa. Itihasa ialah kitab yang memuat ihwal kisah kepahlawanan (epos atau wiracarita) dan diyakini mempunyai kekerabatan dengan sejarah India. Kisah kepahlawanan tersebut ialah Ramayana dan Mahabharata. Kisah tersebut dihimpun oleh para Maharesi yang terkenal, yakni Resi Walmiki dan Resi Byasa. Berbagai sudut pandang muncul akan kebenaran kisah yang terjadi dalam Itihasa. Sebagian orang meyakini bahwa kisah dalam Itihāsa merupakan fakta sejarah, sementara yang lain menganggap bahwa kisah tersebut hanyalah karangan, atau suatu kisah kiasan, bahwa kejahatan selalu kalah oleh kebajikan.
[sunting] Kemunculan dan perkembangan

Mitologi Hindu umurnya ribuan tahun, setua umur agama Hindu. Tahun kemunculan mitologi ini tidak niscaya dan sukar diperkirakan secara tepat. Mitologi ini diyakini muncul bersamaan ketika Weda mulai berkembang di anak benua India. Pada dikala itu lagu-lagu kebanggaan pada Rig Weda (Weda pertama) mulai dinyanyikan. Lagu tersebut memuji-muji alam dan unsur-unsurnya, seperti: udara, air, petir, matahari, api, dan sebagainya. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk Dewa-Dewa yang mempunyai gelar masing-masing sesuai dengan unsur alam, menyerupai Bayu, Baruna, Indra, Surya, Agni, dan sebagainya. Dewa-Dewi inilah yang akan menjadi cuilan dari mitologi Hindu.

Menurut para sarjana masa kini, pada zaman Weda, Dewa-Dewi dalam mitologi Hindu masih dikonsepkan. Pada zaman ini, pemujaan dan mitologi mengenai Dewa-Dewa merupakan pengetahuan akan ilmu ketuhanan. Setelah zaman Weda, disusul oleh kebudayaan zaman Brahmana. Pada zaman ini, ilmu Weda dikembangkan dengan pengetahuan akan upacara keagamaan. Zaman ini ditandai dengan cenderungnya pelaksanaan upacara daripada pengajaran filsafat. Pada zaman ini mulai disusun kitab-kitab yang menceritakan ihwal mitologi, legenda, kosmologi, dan sebagainya. Pada zaman Weda umat Hindu memohon anugerah dari para Dewa, sedangkan pada zaman Brahmana para Dewa mempunyai kedudukan yang penting terutama dalam sistem upacara.
Reruntuhan jembatan kuno antara India dan Sri Lanka, menyerupai terkisah dalam wiracarita Ramayana. Kini berada di dasar laut.

Zaman Purana merupakan perkembangan dari kebudayaan terdahulu. Zaman ini merupakan masa-masa ketika mitologi Hindu dihimpun. Pada zaman tersebut, Dewa-Dewi tersebut mempunyai huruf khusus dan dilukiskan secara detail. Pada zaman ini pula, terjadi kisah epos Ramayana dan Mahabharata, yang dipercaya sebagai kejadian bersejarah. Pada epos Ramayana, dikisahkan bahwa Sri Rama dan bala tentaranya membangun sebuah jembatan dari India menuju Alengka (kini Sri Lanka). Reruntuhan jembatan kuno yang menghubungkan antara India dan Sri Lanka yang sekarang terpendam di dasar maritim dianggap dan diyakini sebagai bukti sejarahnya. Bukti arkeologi sangat diharapkan untuk meyakinkan apakah kisah tersebut merupakan cuilan dari sejarah atau mitologi belaka.

Pada zaman modern, selama agama Hindu masih mempunyai penganut, mitologi Hindu masih eksis dan diceritakan, namun sebagian belum populer dan jarang diketahui. Mitologi Hindu gampang mengikuti keadaan dengan budaya lokal tanpa melupakan format aslinya (Weda, Purana, Itihasa). Pada masa penyebaran agama Hindu ke wilayah Asia Tenggara, seperti: Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Nusantara (terutama Semenanjung Malaka, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali dan lain-lain), beberapa cuilan dari mitologi Hindu yang orisinil dari India telah bercampur dengan budaya lokal dan disesuaikan semoga lebih gampang dicerna. Mitologi Hindu tersebut diadaptasikan sesuai dengan kepercayaan lokal (seperti Islam, Animisme dan Dinamisme), dengan menambahkan atau mengurangi format aslinya. Di Indonesia, pada beberapa cuilan dari kesusastraan Hindu menyerupai Ramayana dan Mahabharata, penyesuaian budaya sanggup ditoleransi selama tidak mencemarkan atau melupakan versi aslinya. Sebagai catatan, sebagian dari mitologi Hindu yang tiba ke Indonesia telah mengikuti keadaan dengan budaya lokal.
[sunting] Kosmologi
Brahma, manifestasi Brahman sebagai tuhan pencipta dalam agama Hindu.
!Artikel utama untuk cuilan ini adalah: Kosmologi Hindu

Dalam anutan Hindu, citra mengenai keadaan awal dari alam semesta dituliskan dalam suatu lagu dalam kitab Rigweda. Di sana dikisahkan, pada mulanya, alam semesta ialah sesuatu yang kosong dan tak berbentuk. Kegelapan ditutupi oleh kegelapan itu sendiri. Di alam semesta dahulu tidak ada sesuatu yang ada namun juga tidak ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada bumi, matahari, bulan, planet-planet, bintang-bintang, maupun segala benda kosmik di alam semesta, namun hanya terdapat Brahman, sesuatu yang bernafas namun tanpa nafas berdasarkan kekuatannya sendiri, ia tidak terikat oleh waktu, tidak berawal namun juga tidak berakhir, tidak mempunyai umur, di luar kehidupan dan kematian, yang tiada lain ialah Tuhan. Dari kekosongan yang tak beraturan itu Brahman membuat sesuatu yang menyerupai lautan luas, apakah itu merupakan air, namun dalamnya tak terhingga. Lautan tersebut merupakan kekacauan yang tak berbentuk. Dari sana munculah Hiranyagharba yang berarti "janin emas", yang mengeluarkan Brahma, yang bergelar sebagai Dewa pencipta. Dari segala hal yang tak beraturan tersebut Brahma mengaturnya kembali menjadi suatu alam semesta yang rapi dan teratur. Tidak ada yang sungguh-sungguh mengetahui kejadian apa yang sebetulnya terjadi, bahkan para Dewa sekalipun.

Dalam kitab Purana disebutkan, alam semesta diciptakan, dimusnahkan, dan dibentuk ulang berdasarkan suatu siklus yang berputar abadi. Siklus tersebut disebut Kalpa atau masa seribu Yuga. Satu Kalpa sama dengan 4.320.000.000 tahun bagi insan sedangkan bagi Brahma satu Kalpa sama dengan satu hari. Dalam kosmologi Hindu, alam semesta berlangsung selama satu Kalpa dan sehabis itu dihancurkan oleh unsur api atau air. Pada dikala itu, Brahma istirahat selama satu malam, yang lamanya sepanjang satu hari baginya. Proses itu disebut Pralaya (Katalismik) dan berulang-ulang selama seratus tahun bagi Brahma (311 Triliun tahun bagi manusia) yang merupakan umur Brahma.

Menurut pandangan umat Hindu, alam semesta sedang berada pada tahun ke-51 bagi Brahma atau 155 Triliun tahun telah berlangsung semenjak Brahma lahir. Setelah Brahmā meninggal, siklus yang gres dimulai lagi dan segala ciptaan yang sudah dimusnahkan diciptakan kembali. Proses ini merupakan siklus awet yang terus berulang-ulang dan tak akan pernah berhenti.
Relief di kuil Angkor Wat yang menggambarkan Apsari, makhluk surgawi dalam mitologi Hindu.
Deskripsi modern mengenai "Kerajaan Yama" atau neraka. Karya Dominique Amendola.
[sunting] Dunia

Mitologi Hindu mengenal adanya empat belas dunia (bukan planet) selain bumi, yang mana tujuh dunia berada di atas, tujuh dunia lagi berada di bawah. Dunia-dunia tersebut merupakan wilayah khusus yang menjadi kawasan persinggahan sementara bagi jiwa yang sudah meninggalkan raganya. Setelah mencapai dunia yang sesuai dengan sanksi alam (perbuatan) semasa hidup, jiwa dilahirkan kembali (reinkarnasi). Di antara empat belas dunia tersebut, tujuan yang tertinggi merupakan moksa, yakni filsafat Hindu yang menyampaikan bahwa jiwa berada dalam keadaan bahagia, lepas dari siklus reinkarnasi, tidak terikat pada sesuatu dan tidak dipenuhi oleh aneka macam nafsu, atau menyatu dengan Tuhan.
[sunting] Dunia atas

Dalam mitologi Hindu, "Swarga" ialah dunia ketiga di antara tujuh dunia yang lebih tinggi (dunia atas). Dalam penggunaan sehari-hari, kata "Swarga" sering disamakan dengan "Sorga", dunia yang tertinggi dalam citra umum, kawasan orang-orang hidup senang sehabis meninggalkan dunia yang fana. Menurut agama Hindu, Swarga merupakan persinggahan sementara bagi orang-orang yang berjiwa baik sebelum bereinkarnasi.

Menurut mitologi Hindu, dunia atas merupakan dunia suci, dunia para dewa, atau kahyangan. Sesuatu yang bersifat jahat, kasar, dan nafsu duniawi (hubungan sec, arak, uang, dan sebagainya) sangat dihentikan alasannya ialah kebahagiaan di sana tidak diperoleh dengan pemuasan nafsu. Di sana terdapat bermacam-macam makhluk supernatural, yaitu: Dewa, Apsari, Gandharwa, Yaksa, Kinnara, dan lain-lain. Di Swarga juga tinggal penari-penari yang cantik, menyerupai misalnya: Urwasi, Menaka, Ramba, dan Tilottama. Tugas mereka ialah menghibur para penghuni swarga atas perintah dari Dewa Indra. Selain itu mereka juga ditugaskan untuk menguji doktrin para pertapa yang memohon kesaktian kepada para Dewa.
[sunting] Dunia bawah

Dalam mitologi Hindu, salah satu dunia yang berada di bawah disebut "Naraka" (bahasa Indonesia: Neraka), dan istilah tersebut dipakai dengan sangat terkenal. Dunia bawah dipenuhi oleh para Asura. Naraka dikuasai oleh Dewa Yama yang bergelar sebagai Raja Neraka, Dewa kematian, dan Dewa keadilan. Naraka merupakan kawasan dimana jiwa seseorang diadili oleh Dewa Yama dan dieksekusi berdasarkan perbuatannya semasa hidup dan sehabis itu dilahirkan kembali untuk menebus kesalahan di kehidupan sebelumnya semoga menerima kesempatan untuk mencapai moksha (kebahagiaan tertinggi).
[sunting] Makhluk Supranatural
Lukisan Trimurti (tiga tuhan utama dalam agama Hindu) dari Andra Pradesh.

Mitologi Hindu tak lepas dari kisah para makhluk supranatural, menyerupai misalnya: Dewa, Asura, Raksasa, Detya, Gandharwa, Yaksa, dan lain-lain. Makhluk supernatural yang paling populer ialah Dewa, Asura, dan Raksasa.
[sunting] Dewa-Dewi

Dalam mitologi Hindu dikenal adanya Dewa-Dewi, yang mana Dewa-Dewi tersebut merupakan personifikasi dari alam atau sebagai perwujudan dari gelar kemahakuasaan Tuhan. Kepercayaan ihwal dewa-dewi dalam agama Hindu sudah muncul semenjak zaman Weda, yaitu pada masa agama Hindu gres berkembang. Dewa-dewi banyak disebut-sebut dalam Weda sebagai makhluk di bawah derajat Tuhan. Pada zaman Weda, dewa-dewi banyak dipuja sebagai pelindung diri manusia.

Para Dewa dan Dewi tinggal berdasarkan tempatnya masing-masing, menyerupai misalnya: Dewa Siwa di gunung Kailasha, Dewa Wisnu di Waikuntha, dan sebagainya. Namun, atas sifat-sifat mistik yang dimilikinya, para tuhan dan dewi sanggup muncul dengan cepat kapan saja dan dimana saja sesuai dengan keinginannya.

Dalam kebudayaan India, penggambaran terhadap para tuhan dan Ddewi dituangkan dalam bentuk pahatan, ukiran, dan lukisan sesuai dengan atributnya. Atribut yang dimiliki oleh para Dewa disesuaikan dengan karakternya, misalnya: Dewa Agni berambut api, Dewa Wisnu bertangan empat dan memegang cakram, Dewa Brahma berwajah empat, dan sebagainya.
Lukisan India bercorak Rajasthan, menggambarkan adegan Rama bertarung melawan para Asura (kiri).
[sunting] Asura

Asura ialah bangsa Detya, kadangkala disamakan dengan raksasa atau makhluk yang jahat dalam mitologi Hindu. Mereka merupakan golongan makhluk supranatural dan mempunyai sifat negatif, yakni memusuhi para Dewa. Meskipun demikian, beberapa Asura merupakan Dewa, menyerupai Kubera, golongan bangsa Yaksa, ialah Dewa keuangan dan kekayaan. Para Asura mengatur fenomena sosial di muka bumi menyerupai Baruna, Dewa air, yang juga mengatur aturan rta. Sedangkan Dewa, mengatur fenomena alam, menyerupai Indra, Dewa hujan, Dewa petir dan cuaca. Dalam beberapa kitab, para tuhan ialah golongan bangsa yang mempunyai sifat mulia sedangkan Asura sebaliknya.
[sunting] Raksasa

Dalam mitologi Hindu, Raksasa ialah makhluk jahat atau jiwa yang bersifat jahat. Dalam bahasa Sanskerta, kata "raksasa" berarti kekejaman dan merupakan lawan kata dari "raksha" (sentosa). Mereka ialah bangsa pemakan daging insan atau kanibal. Menurut mitologi Hindu, beberapa raksasa merupakan reinkarnasi dari orang-orang berdosa pada kehidupannya yang lampau. Meskipun bersifat jahat dan suka bertikai dengan para dewa, namun mereka juga memohon kesaktian dengan menyembah tuhan tertentu, contohnya Brahma. Dalam Hindu, tidak selamanya raksasa berwujud mengerikan, mukanya sangar dan bertubuh besar. Beberapa orang lahir dengan badan dan rupa insan namun mempunyai jiwa jahat selayaknya raksasa, menyerupai misalnya: Kamsa, Duryodana, Dursasana, Jarasanda, Sisupala. Tokoh-tokoh tersebut muncul dalam kisah Mahabharata. Raksasa betina disebut Rakshasi, sedangkan raksasa dalam wujud insan disebut Manushya Raksasa.
Relief di Kuil Preah Khan, negara Kamboja, yang melukiskan adegan para raksasa melawan para wanara (dari wiracarita Ramayana).
[sunting] Para raja dan kesatria

Mitologi Hindu tidak hanya bercerita ihwal dewa-dewi dan makhluk supranatural saja, namun juga menceritakan ihwal kisah para kesatria, raja-raja, dan pertempuran akbar yang dipakai untuk mengungkap sejarah masa lampau.
[sunting] Kesatria

Dalam anutan Hindu, Ksatria ialah golongan (kasta) para bangsawan, raja-raja, kesatria dan prajurit. Mitologi Hindu tidak lepas dari kisah-kisah para kesatria. Dalam aneka macam legenda Hindu, kesatria jumlahnya sangat banyak, dan yang populer hanya beberapa saja. Dalam kitab Purana, kesatria yang paling populer ialah Parasurama dan Rama. Mereka ialah awatara Wisnu. Parasurama merupakan seorang brahmana (pemuka agama) yang juga seorang kesatria. Dalam legenda, ia merupakan brahmana bersenjata kapak yang paling ditakuti kasta Ksatria. Dalam kisah Ramayana, Rama merupakan ksatria pemanah yang terkenal. Dia ialah putera Raja Dasarata, seorang keturunan Ksatria dari Dinasti Surya. Selain berperan sebagai ksatria pemanah dan putera mahkota, ia merupakan awatara ketujuh Dewa Wisnu. Pasangannya ialah Dewi Sita, yang berdasarkan kitab Ramayana, ia diculik oleh Rahwana, Raja Alengka. Parasurama pernah menantang Rama untuk mengambarkan kesaktiannya dengan membengkokkan busur Wisnu. Rama bisa melakukannya. Kemudian ia mengakui bahwa Rama merupakan awatara Wisnu.
[sunting] Para raja kuno

Para Raja kuno dalam mitologi Hindu banyak sekali jumlahnya. Raja-raja yang disebut-sebut dalam mitologi Hindu merupakan keturunan dari bermacam-macam dinasti yang berbeda pada zaman India kuno. Menurut mitologi Hindu, maharaja yang diduga pertama kali ada di muka bumi ini ialah Manu. Ia diyakini sebagai putera Wiwaswan, Dewa matahari. Dalam kitab Purana, dia merupakan Maharaja yang menyelamatkan umat insan dari tragedi air bah dengan membuat perahu besar atas amanat Dewa Wisnu. Ia menurunkan ajarannya kepada Ikswaku, salah satu dari sepuluh anaknya. Ajarannya dikenal sebagai Manusmrti.

Dalam Mahabharata juga banyak disebutkan nama Raja-Raja. Raja-Raja utama dalam kisah tersebut digolongkan ke dalam dua Dinasti besar yang merupakan keturunan dari Yayati. Dua dinasti tersebut ialah Dinasti Kuru dan Dinasti Yadu. Para Raja yang termasuk dalam dinasti Kuru contohnya Santanu, Citrānggada, Pandu, Dretarastra, Yudistira, dan lain-lain. Para Raja yang termasuk dalam dinasti Yadu contohnya Basudewa, Kresna, Surasena, Hredika, dan lain-lain. Dalam Mahabharata, para putera mahkota dari Dinasti Kuru berselisih untuk menjadi penerus yang terbaik. Di lain pihak, terdapat seorang Raja dari Dinasti Yadu yang masih sekerabat dengan Dinasti Kuru, Kresna, yang akan menjadi penengah dalam perselisihan tersebut. Namun ketika konflik tak bisa dihindari lagi, dua keluarga dalam satu dinasti terpaksa harus bertarung. Akhirnya keturunan dinasti Kuru yang paling mulialah yang akan menjadi penerus tahta.
[sunting] Awatara
Sepuluh Awatara Wisnu.
!Artikel utama untuk cuilan ini adalah: Awatara

Dalam anutan Hindu, beberapa Dewa-Dewi diyakini berinkarnasi ke dalam suatu bentuk material yang disebut awatara, menyerupai yang dilakukan Wisnu. Dalam kitab suci Hindu disebutkan, bahwa Wisnu turun ke dunia pada setiap zaman (Yuga) untuk menegakkan kembali anutan agama, membinasakan orang jahat, dan menyelamatkan orang saleh. Dalam kitab Purana disebutkan adanya dua puluh lima awatara Wisnu, yang mana sepuluh dari dua puluh lima awatara tersebut merupakan awatara utama yang paling terkenal. Awatara tersebut adalah:

* Matsya (Sang ikan)
* Kurma (Sang kura-kura)
* Waraha (Sang babi hutan)
* Narasinga (Sang insan berkepala singa)
* Wamana (Brahmana mungil, orang kerdil)
* Parasurama (Sang Brahmana-Ksatria)
* Rama (Raja Ayodhya)
* Kresna (Sang pengembala)
* Buddha (Sang pemuka agama, Siddhartha Gautama)
* Kalki (Sang penghancur).

Dari sepuluh awatara tersebut, sembilan diyakini sudah turun ke dunia, sedangkan awatara terakhir, Kalki, merupakan awatara terakhir dan diprediksi akan muncul pada kiamat Kali. Awatara-awatara tersebut turun secara periodik dan membawa makna berdasarkan zamannya, misalnya: masa para Raja meraih kejayaan dengan pemerintahan Rama Awatara pada masa Treta Yuga, dan keadilan sosial dan Dharma dilindungi oleh Sri Kresna pada masa Dwapara Yuga. Makna dari turunnya para Awatara selama masa Satya Yuga menuju Kali Yuga juga memperlihatkan evolusi makhluk hidup dan perkembangan peradaban manusia. Kisah-kisah mengenai para awatara dan filsafatnya dimuat dalam kitab Purana.
[sunting] Kisah legendaris

Kisah-kisah legendaris dalam mitologi Hindu dimuat dalam kitab Purana dan Itihasa (Ramayana dan Mahabharata). Kitab Purana memuat ihwal kejadian-kejadian yang bekerjasama dengan para Dewa, Detya, dan makhluk supranatural lain. Kisah-kisah tersebut berubah menjadi mitologi yang menjelaskan ihwal asal mula sesuatu, kejadian zaman dahulu, dan penjelmaan-penjelmaan Tuhan (Awatara). Kitab Itihasa memuat kisah-kisah ksatria dan para Raja zaman dulu, pertempuran, dan diyakini sebagai sejarah.
[sunting] Air bah

Kisah mengenai air bah yang terkenal, terdapat dalam aneka macam mitologi dari bermacam-macam kebudayaan dunia, menyerupai Yunani, Yahudi, dan lain-lain. Kisah tersebut juga terdapat dalam mitologi Hindu. Dalam mitologi Hindu, tragedi air bah pertama kali terjadi dalam sejarah insan pada masa Satya Yuga. Pada masa tersebut bertahtalah Maharaja Manu, seorang Raja yang bijaksana dan suci. Manu menerima pesan dari Dewa Wisnu dalam wujud Matsya (ikan besar), semoga segera membuat perahu alasannya ialah tragedi air bah akan datang. Manu pun mengikuti amanat tersebut. Bahtera tersebut diisi bermacam-macam jenis hewan yang jumlahnya masing-masing sepasang (betina-jantan), dan tak lupa dia turut menyelamatkan tumbuh-tumbuhan ke dalam bahtera.
[sunting] Pertempuran
Lukisan bergaya Thailand yang menggambarkan pertempuran antara pasukan Rama dan Rahwana.

Kisah pertempuran dalam mitologi Hindu tidak jarang muncul dalam kitab-kitab Purana dan Itihasa. Dalam kitab-kitab tersebut, terdapat tiga macam pertempuran:

1. pertempuran antar individu
2. pertempuran antara individu dengan kelompok
3. pertempuran antara kelompok dengan kelompok.

Dalam filsafat Hindu, pertempuran ialah jalan terakhir yang ditempuh bila permintaan perdamaian tidak ditanggapi atau bila kejahatan sulit untuk berkompromi. Peperangan dalam mitologi Hindu melibatkan senjata-senjata sakti, pusaka, makhluk supranatural, dan kekuatan gaib.

Dalam kitab Itihasa, terdapat dua kisah kepahlawanan yang sangat terkenal, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Dalam kedua kisah tersebut, ditampilkan pertempuran antara dua kelompok besar—yang satu bertindak dalam kebajikan, yang satu lagi bersifat jahat—yang bertarung untuk mencapai tujuan masing-masing. Pertempuran tersebut selalu mempunyai final yang sama, yakni kemenangan selalu berada di pihak yang benar. Kisah-kisah peperangan dengan tema menyerupai itu dan dengan final kisah yang sama merupakan filsafat populer yang menyampaikan bahwa kemenangan dan kejayaan yang direbut melawan orang baik tak akan bisa dicapai dalam orang yang bersifat jahat.
[sunting] Senjata

Dalam mitologi Hindu terdapat banyak sekali senjata, dan biasanya dipakai oleh para ksatria, Raja, dan Dewa. Dalam kisah-kisah pertempuran juga disebutkan adanya bermacam senjata. Senjata tersebut dipakai untuk bertempur, melindungi diri, membasmi kejahatan, membela kebenaran, atau hanya sebagai atribut Dewa. Senjata yang muncul dalam mitologi Hindu misalnya: Gada, hakram, Trisula, Agneyastra, Brahmastra, Garudastra, Kaumodaki, Narayanastra, Pasupati, Siwa Danus, Sudarsana, Waisnawastra, Bajra, Warunastra, dan Wayawastra. Para Dewa tertentu juga mempunyai senjata-senjata tertentu.

Sumber http://dingklikkelas.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mitologi Hindu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel