Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan Perdagangan Internasional - Perdagangan internasional hendaknya dilakukan dengan penuh perhitungan, mengingat hal ini akan sangat memengaruhi kondisi perekonomian nasional. Untuk itu diharapkan kebijakan-kebijakan tertentu dalam mengatur pelaksanaan perdagangan internasional. Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup cara atau seni administrasi tertentu yang sifatnya protektif untuk menyelamatkan dan melindungi perekonomian dalam negeri.
Kebijakan perdagangan internasional yang biasa dilakukan pemerintah ialah tarif atau bea masuk, kuota, larangan ekspor, larangan impor, subsidi, politik dumping, dan diskriminasi harga.
Penetapan Tarif atau Bea Masuk
Tarif atau bea masuk dikenakan pada barang impor. Tarif atau bea masuk ini juga biasa disebut dengan pajak atas barang-barang impor. Setiap barang yang masuk ke dalam pasar dalam negeri dikenai bea masuk. Apakah tujuan penetapan tarif atau bea masuk dalam perdagangan internasional? Tujuan penetapan tarif atau bea masuk ini ialah sebagai berikut.
a. Menghambat Impor Barang-barang/Jasa Luar Negeri dengan Penetapan Pajak yang Tinggi Atas Barang-barang Impor
Terutama atas barang-barang impor yang tidak memiliki nilai guna dan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Misalnya, impor barangbarang mewah. Bila nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor maka akan mengganggu perekonomian nasional. Persediaan devisa negara akan terkuras untuk membiayai impor kalau tanpa diimbangi dengan adanya ekspor. Negara memerlukan devisa yang cukup untuk membiayai pembangunan.
b. Melindungi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri
Untuk melindungi produk dalam negeri yang lebih mahal daripada harga barang impor maka pemerintah memutuskan tarif yang tinggi. Dengan demikian, harga jual barang impor di dalam negeri menjadi lebih tinggi daripada harga barang produksi dalam negeri sehingga produk dalam negeri tetap sanggup bersaing. Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/jasa impor.
c. Menambah Pendapatan Pemerintah dari Pajak
Penarikan tarif pajak barang/jasa impor merupakan pemasukan bagi anggaran pendapatan dan belanja negara khususnya dalam subpenerimaan pajak. Dahulu APBN kita sangat ditopang dengan adanya pemasukan dari hasil ekspor migas. Namun, alasannya ialah keterbatasan jumlah persediaan migas di negara kita dan semakin meningkatnya kebutuhan migas di dalam negeri maka pemerintah mengurangi ekspor migas, dan sebagai gantinya ialah pengejar pendapatan dari sektor pajak. Untuk itu budi perpajakan diperbaharui melalui intensifikasi dan diversifikasi pemungutan pajak. Salah satu pajak ditarik ialah penarikan bea masuk untuk barang-barang impor.
Kebijakan tarif ada tiga macam, yaitu bea ad. valorem atau bea harga, bea specific, dan bea compound, yang perbedaan di antaranya ialah sebagai berikut.
a. Bea ad. valorem ialah pembebanan pungutan bea masuk yang dihitung atas dasar persentase tertentu terhadap nilai barang impor (atau persen tarif dikalikan harga barang). Misalnya, tarif bea masuk kendaraan beroda empat glamor ialah 200 persen. Harga kendaraan beroda empat itu contohnya 5 juta dolar AS dan dengan kurs rupiah Rp10.000 per 1$ AS, sehingga harga kendaraan beroda empat itu di pasar dalam negeri Rp50 miliar. Maka, bea masuk barang glamor tersebut ialah 300% × Rp50 miliar = Rp150 miliar.
b. Bea specific ialah pembebanan pungutan bea masuk yang dihitung atas dasar satuan/ukuran fisik tertentu dari barang yang diimpor. Misalnya, bea masuk kulkas Rp50.000 per unit, TV Rp25000 per unit, dan seterusnya.
c. Bea compound atau disebut juga specific ad valorem ialah kombinasi antara bea masuk ad. valorem dan bea masuk specific. Misalnya, untuk jenis barang tertentu dikenakan bea masuk hanya 5% dari harga barang tersebut ditambah dengan Rp200 per unit.
Kuota
Kuota merupakan salah satu cara melaksanakan perlindungan yang sifatnya nontarif. Kuota ialah suatu budi untuk membatasi jumlah maksimum yang sanggup diimpor. Hal ini dilakukan apabila pemerintah tidak melaksanakan pelarangan impor suatu barang tetapi tidak juga ingin menarik bea masuk atau tarif alasannya ialah khawatir akan menaikkan harga dalam negeri. Kuota ada empat macam, yaitu kuota mutlak, kuota negociated, tariff kuota, dan mixing kuota. Satu per satu dijelaskan berikut ini.
a. Kuota mutlak (absolute/unilateral quota) yaitu penentuan kuota secara sepihak
b. Negociated/bilateral quota, yaitu penentuan kuota berdasarkan perjanjian antara kedua belah negara pengimpor dan pengekspor.
c. Tarif quota, yaitu pemerintah mengizinkan pemasukan barang ke dalam negeri dengan jumlah tertentu dengan tarif yang diturunkan selama jangka waktu tertentu
d. Mixing quota, yaitu adonan dari ketiga macam kuota tersebut dimana pemerintah mengizinkan barang atau komoditas tertentu masuk dan dalam jumlah tertentu melalui suatu perjanjian dengan negara kawan dagang dalam jangka waktu tertentu.
Dampak dari pemberlakuan kuota, antara lain, ialah harga barang impor akan naik dan permintaan (konsumsi) terhadap barang tersebut di pasar domestik akan turun sehingga produksi barang yang sama di dalam negeri meningkat.
Menurut GATT/WTO, sistem kuota ini hanya sanggup dipakai dalam hal sebagai berikut:
a. untuk melindungi hasil pertanian;
b. untuk menjaga keseimbangan balance of payment;
c. untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional.
Larangan Ekspor/Impor
Mengapa acara ekspor/impor dilarang? Jika demikian, bukankah hal ini berarti meniadakan perdagangan internasional? Dalam perdagangan internasional dikenal prinsip-prinsip perdagangan bebas. Artinya, perdagangan yang dilakukan sepenuhnya didasarkan pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif sehingga ada beberapa kalangan yang beropini bahwa kebijakan perlindungan ekspor/ impor justru akan merugikan kedua belah pihak (negara eksportir dan importir). Untuk itu, dalam pertemuan World Trade Organization (WTO) di Maroko disepakati untuk menghapuskan perlindungan paling lambat tahun 2020.
Proteksi yang biasa dilakukan, yaitu dengan pemberlakuan larangan ekspor/impor produk/jasa tertentu. Misalnya, di Indonesia pernah terdapat larangan ekspor rotan yang berasal dari hutan alam dalam bentuk asal atau setengah jadi. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk jadi rotan asal Indonesia di pasar internasional dan untuk mengatasi kelangkaan materi baku rotan untuk industri. Di bidang impor, contohnya larangan impor gula, beras, dan tekstil. Larangan ini bertujuan untuk melindungi produsen di dalam negeri.
Subsidi
Apa alasan pemerintah menunjukkan subsidi dalam perdagangan internasional? Agar produksi di dalam negeri sanggup ditingkatkan maka pemerintah menunjukkan subsidi kepada produsen. Misalnya, di pasar dalam negeri terdapat produk elektronik buatan dalam negeri dan buatan luar negeri (impor). Kedua jenis barang tersebut memiliki kualitas yang sama baiknya. Maka, produsen diberikan subsidi biar sanggup menjual produknya dengan harga murah sehingga daya saing produk dalam negeri meningkat. Subsidi yang diberikan sanggup berupa mesin-mesin, peralatan, tenaga ahli, dispensasi pajak, kemudahan kredit, dan sebagainya. Apakah tujuan derma subsidi? Apa pula manfaatnya?
Tujuan derma subsidi, antara lain, ialah untuk meningkatkan produksi di dalam negeri dan biar barang buatan sendiri sanggup dijual dengan harga relatif murah sehingga sanggup meningkatkan daya saing terhadap barang-barang impor maupun di pasar ekspor dan sanggup mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri.
Manfaat yang sanggup diperoleh dari subsidi, antara lain, subsidi tidak merugikan konsumen alasannya ialah jumlah konsumsi tidak berkurang dan harga di pasar dalam negeri tetap bahkan sanggup turun. Pemberian subsidi bersifat lebih transparan sehingga konsumen/masyarakat sanggup menilai besarnya manfaat dan kerugiannya secara langsung, subsidi bersifat lebih adil alasannya ialah sanggup didanai oleh pemerintah dengan penggunaan pajak pendapatan yang progresif terhadap wajib pajak yang potensial.
Politik Dumping
Dumping ialah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional (international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang dibayar konsumen di dalam negeri.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut.
a. Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan (continous) dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memutuskan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
b. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara (temporary), sehingga sanggup mematikan atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah sanggup memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikkan untuk mendapat keuntungan maksimum.
c. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadic dibandingkan harga di dalam negeri alasannya ialah adanya kelebihan produksi di dalam negeri.
Pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji (unfair trade) alasannya ialah sanggup merugikan negara lain. Untuk itu, WTO sebagai organisasi perdagangan dunia menganut prinsip nondiskriminasi (Nation Treatment Clause/NTC). Nation Treatment Clause/NTC merupakan prinsip memberi perlakuan yang sama terhadap produk luar negeri maupun produk dalam negeri. Sesuai ketentuan WTO, bagi negara yang dirugikan sanggup mengambil tindakan anti dumping duties (tindakan anti dumping), contohnya pemerintah Amerika Serikat melarang udang dari Cina masuk ke negaranya sebagai akhir dari politik dumping yang dilakukan pemerintah Cina terhadap udang yang diekspor ke AS.
Premi
Premi ialah “bonus” yang berbentuk sejumlah uang yang disediakan pemerintah untuk para produsen yang berprestasi atau mencapai sasaran produksi yang ditetapkan oleh pemerintah. Premi akan mengurangi harga jual produk alasannya ialah oleh pengusaha biasanya dipakai untuk mengurangi beban produksi dengan cita-cita kalau harga jual produk murah maka permintaan masyarakat akan meningkat sehingga produksi akan meningkat dan pada kesannya keuntungan perusahaan akan meningkat pula.
Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga ialah kebijakan perdagangan internasional dengan cara penetapan harga jual yang berbeda pada dua pasar atau lebih yang berbeda terhadap barang yang sama. Penetapan harga ini sanggup berupa harga barang yang dijual di pasar internasional lebih mahal sedangkan di pasar dalam negeri lebih murah, atau sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan. Jika permintaan pasar internasional terhadap suatu barang meningkat terus sedangkan permintaan di dalam negeri relatif tetap, maka untuk memaksimalkan keuntungan, ada kecenderungan untuk meningkatkan harga barang ekspor.
Diskriminasi harga ini sanggup ditemukan contohnya pada penjualan gas bumi yang di ekspor ke Jepang harganya lebih mahal alasannya ialah harus menyesuaikan dengan standar harga internasional sedangkan yang dijual di dalam negeri lebih murah alasannya ialah disubsidi oleh pemerintah untuk mengalihkan tingginya pemakaian minyak bumi.
0 Response to "Kebijakan Perdagangan Internasional"
Posting Komentar