iklan

Girl's Days

Hal yang gue syukuri pernah berada diposisi dian latifa

Aku memaksa budi untuk mengungkapkan beberapa hasil dari keintiman kita bercerita
Sabtu ahad ini saya bebas mengeluarkan semuanya, terasa usang sekali tidak ibarat ini, mengungkapakan setiap kenangan yang luput diceritakan alasannya yakni jarak dan waktu yang menjadi rongga, sehingga tak sempat terceritakan oleh ku kepada mereka.

Tami sesekali memuji masakan yang masuk ke mulutnya, dikunyah perlahan dengan basa basi   menawarkan masakan yang ada dihadapannya alasannya yakni saya hanya memesan roti bakar yang terlewat manis, hingga pada gigitan pada roti kedua saya menyerah, enek, takut diabetes.

Desti sesekali tertawa, “yan, saya tau kali porsi makanmu ndut, jangan sok sok an basa basi” hahaha
Sesekali kukunyah masakan tami, ditengah perjalanan panjang yang kita rangkum dalam tak lebih 3 jam kita bercerita disini, hari itu lebih dari setengah tahun saya tak menatap mereka berdua, ini ibarat mengulangi sejarah sejarah dikala kita berkuliah di universitas yang sama dulu, reuni kecil kecil an ini menciptakan ku berpikir jikalau mereka terlibat menjadi saksi hidupku dimasa lalu. 

“gimana tam, senang nggak lu, dengan sifat adit yang kelewatan ibarat itu”

Sedikit gerutuan hadir di percakapananya, tapi hal yang saya tau persis dari seseorang yang jatuh cinta tak ada yang lebih sanggup memperlihatkan perasaannya, bahkan sifat termenyebalkan adit pun bisa di patahkan dengan sifat sifat nya yang hangat dalam melindungi tami

“tau ngga sih, adit itu gentle banget ternyata, beliau lindungi banget, nunggu hingga saya naik travel, ditelfonin terus terusan hingga saya benar benar udah hingga rumah, kalau di busway di awasi dan kalau nyebarang dipegangin”

Gue terpana pana, orang kayak adit loh coy, gue aja yang udah berteman 2 tahun hingga pengin nyumpahin beliau keselek biji duren dikala semua kata kata menjatuhkan dan songongnya keluar dari mulutnya.

Cuman

“tapi ya, beliau emang suka gitu, bikin orang keliatan udik dibandingkan dengannya, suka merendahkan orang lain, tinggi hati, trus kelemahannya kalau dipuji puji maka sok sok rendah hati”

Kalau itu mah udah tau dari dulu gue.

Kembali ke desti

“hengki ya gitu, kadang datang, kadang cuek, kadang romantis,tapi masih belum dewasa, hambar aja sih, udah kayak sahabat aja kita sebenarnya, sahabat tapi pacaran”

Aku mengangguk, mereka sudah pacaran hampir tujuh tahun, masuk akal jikalau perasaan itu mulai terasa biasa aja, cuman jikalau untuk saling melepaskan sungguh lebih berat dari pada memulai dengan yang gres yang mungkin lebih manis dari pada ini.

Jika saya ditanya, begitupun perihal aku.
“kayaknya gue udah kenyang untuk nemuin banyak tipe orang di dunia ini, hampir semuanya sama saja, punya kelebiha yangmungkin nggak dimiliki dodo dan pastinya ada kekurangan juga yang tak ibarat dodo miliki. Tapi ya sudahlah, gue bahagia, mungkin rasanya emang sepat sepat amis ketiak. Cuman kayak lu des, kalau disuruh gue ninggalin dodo lagi, rasanya lebih berat dari pada indahnya pdkt dengan yang baru, udah cinta kali ya”

Tami melirik ke saya dan desti, untuk pengalaman pacaran jangka panjang tami masih belum pernah hingga berpengalaman lebih dari satu tahun, biasanya hubungannya dengan mantannya sudah berakhir dikala semuanya sudah tinggal ampas ampasnya, sudah hambar, tak ada manis manis nya lagi.

Pacaran itu kayak lu memaknai suatu hal, memaniskan yang hambar, bereksperimen dengan media terbatas tapi dengan pemikiran sekreatif mungkin, biar segala bentuk kebosanan itu bisa direduksi dengan baik.

Ya bayangin aja, dodo kalau gue elus elus perut buncitnya beliau kemudian ngedumel kalau akan keluar jin dari perutnya dan selang berapa detik saja amis telur gagal fermentasi sukses meleset ke hidung pesek gue, atau sering sekali bom bom molotov di pantatnya itu seenaknya dikeluarkan pada dikala makan, dikala duduk duduk bahkan dikala serius, bahkan hingga gue gondok murka marah aja beliau tak berubah, sering seenaknya.

“nih buat dian” beliau menaplok lisan gue sama amis kentut segar yang gres ditempelin ketangan dia, gue pengen muntah

Paling berlalu begitu saja, gue membalas ngupil, menggali harta karun di hidung gue yang masih tersisa untuk ditempelin kemukanya, beliau geram, tapi ujung ujungnya kita niscaya bakal ketawa ketawa nggak terperinci hingga capek.

“odo teh balas chat usang ya, dian mending nge chat perjaka lain aja kalau gini, lebih responsif”
“iya iya, sok chat perjaka lain, capek odo teh, pengen nonton”

Nah alasannya yakni gue nggak suka nonton, maka hal itu menjadi hal yang tidak sanggup ditolerir, gue niscaya ngomel lagi alasannya yakni gue dikacangin, padahal ada kan waktu waktu gue kesepian parah dan mencoba untuk ngelawak dengan pacar gue tapi sayangnya alasan gue ditolak.

Gue nelfon. Dia ngangkat. Tapi garing, beliau lebih fokus ke galgadot dibanding gue, kan kampret
Kalau dulu dulu mah, 3  bulan pertama, semangatnya 45, hampir tiap setengah jam dihubungin, beliau nyariin gue kayak nyari jarum dipantat singa aja.

Sekarang ya boro boro. Agak hambar, cuman kalau ketemu, kayaknya banyak hal yang benar benar tersampaikan bagi kedua pejuang ldr ini. Gue berusaha semaksimal mungkin untuk dia, termasuk mencar ilmu di dini hari biar siangnya bisa kemanapun yang kita mau, wisata masakan ala anak kos final bulan, atau sekedar ke alun alun atau mal padahal nggak beli apa apa, yang penting sepanjang jalan gue bisa ngobrol sama dia. Makanya hal yang gue hindari selama pacaran yakni fokus ke objek lain ibarat nonton bioskop alasannya yakni acara ini kebanyakan buang buang waktu.

Pernah sih nonton 2 kali, hobit dan danur, hobit dulu waktu pdkt, sedangkan danur belum usang ini, alasannya yakni gue suka banget sama risa sarasvati (nanti bukunya gue review deh).

Habis itu jangan ditanya, kalau odo ngajak nonton gue selalu berkilah, ke bioskop yakni daerah buang buang duit dan tidak ramah untuk tabungan masa depan kita.

Maka terjadilah hal hal yang kedua insan kere lakukan dikala pacaran, jalan dari du hingga bip atau dari ciwalk ke baltos, dan bisa saja jalan dari du ke kebon bibit kemudian ke bip, ditengah sengatan matahari yang tepaut 90 derajat dengan daratan, menyengat 0 derajat diatas kepala kita yang penuh peluh, tapi kita senang, bukannya nggak punya duit banget, tapi gue suka kesederhanaan, sesuatu yang lebih bermakna dibanding perjalanan yang dihabiskan diangkot dimana lisan gue harus extra filter kalau ngak mau bikin odo ngambek, atau naik motor dimana waktu nya gue habiskan dengan segala bentuk kecurigaan takut dodo menyetir nggak benar, tapi dengan jalan kaki gue ngerasa disetiap langkah itu akan gue ingat sebagai kenangan, ingat kan do kita kehujanan jalan kaki dan mepet mepet sama orang lain di du, atau masih ingat kan alasannya yakni sok sok an berdora explorer kita nyasar meyusuri gang hingga ketemu indomaret hanya buat berteduh alasannya yakni pakaian kita udah berair setangahnya, atau lu masih ingatkan bagaimana kita nyari masakan hingga jauh jauh yang hanya berbekal google maps. Saat gue ninggalin lu do, gue selalu ingat masa masa ini, dikala masa tersusah dihidup gue.

Dulu dodo kalau ke jatinangor, jumatnya gue selalu menciptakan masakan yang bisa di goreng saja di kosannya di jakarta, ayam kuning pecel, bekalin sosis atau nuget atau bisa juga goreng goreng tepe mendoan. Gue senang melakukannya dengan berbekal resep dari dina dan internet, alasannya yakni gue tau setiap pertemuan kita dijatinangor itu lu penuh peluh do, pulang kantor eksklusif ke lebak bulus, dan harus rela berdesak desakan dengan insan manusia dengan tujuan yang sama, waktu ketemu dengan gue lu juga senangnya tiada tara, sehingga tak ada yang lebih berhak menentukan kebahagian lu selain gue dikala itu. diantara semua omongan dodo yang kurang filter, gue ngerasa gue insan luar biasa minimal untuk dia, gue nggak pernah sehebat ini sebelumnya bahkan hingga sama bobby pun.

Pulangnya, senin,  jam 1 dini hari, gue mengantarkannya di depan gang untuk naik angkot cileunyi sumedang 24 jam. Sepi, angkot itu muncul 30 menit sekali, dodo menentukan bis malam selain alasannya yakni lebih cepat juga alasannya yakni kebersamaan kita terasa lebih lama, tentengannya berat, bekal bekal yang saya simpan di kulkas beliau masukan ke tasnya, 4 kiloan beserta perlengkapannya, terhuyun menanti 2 ahad lagi sesudah hari ini. Selalu ada yang indah dengan hari itu, kita sering duduk duduk di gazebo unpad, jalan jalan di arboretum, atau hanya ke jatos buat makan seblak, sesekali kita jalan jalan ke bandung, menemui sahabat sahabat dodo, dulu gue ke Bandung kayak anak desa  ke kota, norak noraknya masih ketahuan, suka beli hal yang nggak penting apalagi kalau ketempat aksesoris, kayak tami aja apa apa dibilang lucu, padahal nggak bisa bikin ketawa.

Hari hari tanpa dodo gue habiskan di kamar dina, sesekali bercengkrama dengan pacar nya dina dikala itu; agum. Gue ngerasa dina itu kayak adik sekaligus abang gue sendiri. Dibalik watak beliau yang doyan party dina mengajarkan gue banyak hal perihal hidup ini, perihal cara melihat dunia dari sisi berbeda, dan bagaimana masuk dan menyelam di air keruh. Kalau ada yang bertanya kenapa gue bersifat sangat fleksibel di dunia hitam, tanyakan dina, alasannya yakni jawabannya ada di beliau semuanya.
Dodo hanya narik nafas kalau gue udah bertemu sahabat sahabat nya dina. Gue tau persis beliau ketakutan, beliau ingin mengekang, hanya saja gue selalu membela diri kalau gue lebih berpengaruh dibanding yang beliau bayangkan. Dia kemudian meredam egonya sendiri.

Dunia ini lebih indah alasannya yakni ada lu do, diantara semua sifat lu yang kadang menjatuhkan gue, ada hal yang tak bisa dibayarkan lebih dari itu. gue buktikan gue pasang tubuh dikala mak gue ingin misahin kita.

Malam sabtu itu, gue menyadari satu hal, tami lebih intan di banding gue.

Gue nggak tau persis seseorang setinggi 176 centimeter bertubuh sedikit tambun itu bagaimana proses kelahiran nya didunia, apakah melalui dukun beranak, bidan atau dokter sesar atau mungkin beliau sebetulnya dilahirkan dengan cara kepalanya ditarik herkules dari vagina maknya kemudian herkules itu melemparnya ke hulk untuk digendong pertama kali, selanjutnya asi pertama beliau dapatkan dari wewe gombel.  Wewe gombel ini mungkin berjasa sekali dikala itu, alasannya yakni maknya sendiri mungkin telah merasa direndahkan alasannya yakni beliau setiap disodorin tetek mak nya selalu menangis alasannya yakni kalah jumbo dibandingkan tete si wewe gombel. Aku paham, mungkin maknya merasa tidak mempunyai kegunaan dikala itu.

Hahaha. Lihatlah beliau sekarang, beliau tumbuh ibarat kemauannya, wajahnya cukup diatas rata rata, berat badannya juga diatas rata rata, berdasarkan tami kurang proposional dibanding tingginya, tapi menurutku sendiri beliau tumbuh dengan body yang seksi, saya memang sangat mengidamkan sosok lelaki sawo matang, tinggi dan berisi, tentu beda jauh dengan dodo yang bantet kayak roti yang kekurangan ragi.

Mantannya katanya ada lima, dari sma hingga kuliah, mantan terakhir juga ldr kayak beliau dan tami. Hanya saja di final jawaban kekerabatan mereka, mantannya itu menghianatinya dan menentukan laki laki lain sebagai penggantinya. Aku berpikir dikala itu “orang tipe maneh mah ya dit, siapa yang kuat, sifat maneh itu kelewatan, paling cewek yang berpengaruh hanya buat numpang hidup jadi benalu doang dengan masa depan maneh yang katanya anak pintar, lulusan minyak dan simpel cari duit dimasa depan, selebihnya maneh mah dibawah rata rata”

Tapi tami kuat, bertahan meskipun kondisinya adit masih magang di skk migas, belum terperinci nasib nya, sedangkan adit masih punya mimpi mimpi tinggi, tak adil rasanya hasil pembelajarannya hanya diupahi seberapa di perusahaan kecil. Pilihannya selalu perusahaan multinasional beromset tinggi sekali, tak jarang penolakan demi penolakan terjadi berulang kali, pewancara berkeberatan orang ibarat beliau bergabung dengan perusahaan, tapi beliau ogah merendahkan dirinya, mencoba pengalaman diperusahan kecil dulu dan jadi pimpinan di suatu dikala nanti.

“ya percuma tam. Aku membawahi orang orang bodoh, buat apa coba, mereka nggak bisa diatur, cita cita itu harus tinggi tam”

Tami bercerita kayak gitu. Tingkat arogansi yang tinggi sekali, tak ada yang berubah, adit masih kayak dulu. Tami disetiap sujudnya berdoa ke yang maha kuasa biar adit dimudahkan dalam mencari kerja, minta maaf ke orang yang pernah disakiti adit termasuk aku. Percayalah mitra kawan, doa doa yang terzalimi itu terjabah, makanya ntar kata kata yang merendahkan lu itu ke orang orang disaring ya dit, jangan seenaknya, lu bukan tuhan dit, bahkan sehina apapun makhluknya beliau masih izinkan hidup, tak ada penghakiman hingga penghakiman itu benar benar tiba, sedangkan lu, seenak dengkul lu ngomong nanyain honor orang, kedudukan orang, ngerendahin mereka, sehat lu?

Tami menghadapi segala penjatuhan dari adit dengan sabar dan bijaksana. Kalau gue mah boro boro dit, gue selalu jatuhin lu balik, bertahan dengan feedback arogansi lu, makanya kita paling sering berantem, kata kata paling menyakitkan dari gue udah gue paksa lu telan, hingga kesudahannya kita berantem lagi dan lagi.

Ada buah dari segala kesabaran tami,

Tami terlahir dari keluarga yang sudah tidak lengkap dan kehidupannya mungkin hampir sama sepertiku yang penuh pelik dan liku. Kita terlahir untuk berpengaruh tam, tapi dengan sudut pandang hidup yang berbeda. Tami merupakan orang yang sangat disukai orang orang, tubuhnya kecil, kulitnya putih bersih, dulu beliau berginsul, rambutnya lurus, dan beliau dulu cukup berisi sehingga orang yang melihatnya pertama kali bakal terpesona dengan keimutan dia. Sedangkan gue tumbuh dengan tubuh tinggi, kulit gue sawo matang hampir gosong, gigi gue offside (monyong yang diperhalus), rambut ikal hampir kribo, dan gue gendut sehingga orang yang ngeliat gue pertama kali antara kasihan sama mengutuk, ada ya orang kayak gini?

Makanya kita didikan hidupnya berbeda, pendengaran gue tebal alasannya yakni makian, sedangkan tami sangat simpel bagi orang orang bersimpati. Gue yakni seseorang yang bangun dengan kekuatan, menghalangi semua penolakan, terlihat sok manis padahal tidak sama sekali, tingkat percaya diri gue terlalu tinggi sehingga perjaka cowok tipe visual melihat gue pertama kali takjub alasannya yakni ada juga orang yang mungkin masih menyisakan sisa sisa evolusi dari monyet sangat mengerti dirinya sebagai manusia. Gue semenjak ketemu bobby, benar benar di luar kendali, gue berhasil merubah paradigma banyak orang yang mau mendengarkan gue, walaupun harus berpengaruh mental ngeliat tampang gue, gue setia mitra berdasarkan mereka, segala keluh kesah yang memberatkan dan aib diceritakan mendarat mulus di lisan mereka, gue pendengar dan hidup dengan tantangan, tak ada ceritanya gue menghindar alasannya yakni mereka tak sempurna, hidup mereka berantakan, dan mungkin mereka termasuk orang yang kurang beruntung.

Gue hanya ingin bermamfaat untuk insan lain, tantangan itu kayak sudah alamiah ada di kehidupan gue

Makanya tanggapannya pun berbeda, tami bersabar, dan gue berkoar. Gue tau persis adit nggak bakal menjatuhkan tami alasannya yakni tampang, tidak ibarat gue yang beliau hina mati matian hanya alasannya yakni tampang. Adit main nya lebih sopan meskipun juga menjatuhkan, tapi tetap aja  nggak ibarat gue yang nanya gue apa kabar aja musti bilang “lu masih hidup atau nggak”. Tami mengendalikannya lebih terarah, dengan bilang “aku nggak suka abang ngomong elu dan gue”, sedangkan gue seenaknya bilang “maneh teh ngomong sama aing ,biji,titit, tai anjing semuanya maneh keluarin, asa gimana gitu”. Dan nggak ada sejarahnya gue manggil adit dalam sebutan kakak, ah ogah.

Dari sana gue sebetulnya kemunculan wangsit untuk menjodohkan tami dan adit. Dengan huruf mereka yang berbeda itulah gue berharap adit lebih baik kedepannya.

Gue tau tam, bukan kerongkongan doang yang rasanya gondok setiap menjelaskan apapun sama beliau tapi selalu dibantah, tetapi jempol lu udah gondok mengetikan hal yang sama tiap hari hingga berbulan bulan. Dia tetap diharga dirinya, tetap diemosinya, kadang menjatuhkan elu, pura pura nggak butuh dan kesudahannya gue bikin keputusan biar adit yang nyariin elu, walaupun cara ini berhasil, tapi cukuplah untuk bayar rasa harga diri lu yang selalma ini lu jual hanya untuk orang kayak dia. Kalau gue mah udah mundur duluan, tak ada gunanya mengubah seseorang yang menTuhankan diri mereka sendiri hingga tak mendengarkan kata orang lain.

Cinta itu membutakan, mabuk kepayang dibuatnya, hingga semua hal yang menjengkelkan hanya cerita,karena rasanya sudah ibarat menikmati permainan roller coaster hanya untuk kesenangan walaupun beresiko.

Kadang tami juga diperasaan antara budi dan hati. Tapi saya tau persis jikalau tak semuadah itu menyirnakan perasaan yang pernah beliau rasakan. Meninggalkan adit bermingu ahad beliau kehilangan, beliau tersiksa, mungkin saja beliau sedang menggingit bibirnya untuk tangis yang tak terdengar, hanya untuk biar perjaka ini peka, perjaka ini berubah, perjaka ini bisa dikendalikan kayak ngendalikan singa di area sirkus. Semuanya terjawab setengah, adit kesudahannya tiba dengan maaf tapi tetap saja tingkahnya masih gitu gitu aja.

“tam, lu mikirin nggak kalau beliau nggak berubah, dan lu nikah sama dia, kesudahannya beliau didik anaknya dengan cara dia, lu rela akan lahir adit adit yang baru, ingat tam, ini bukan soal lu dan beliau aja tapi ada generasi generasi yang bakal sifatnya hancur berturut turut alasannya yakni didikannya nggak benar”

Tami berpikir sejenak. Dia yakin beliau bisa merubah adit kearah yang lebih baik. Seyakin kepalan tanganya. Tak ada ragu, padahal selama ini saya kenal persis tami kayak baling baling bambu tak berawak, terbang kian kemari sesuai arah angin.

Cinta bisa mengubah keyakinan seseorang menjadi lebih kuat. Mungkin huruf ini beliau selami dari adit, alasannya yakni adit berkarakter keras dan tak bisa dikacaukan.

Aku melamun sejenak, tak usang ada telfon dari eli yang masuk. Teman se-geng waktu kuliah.
Ya singkatnya begini, cowoknya elly itu terlalu melempem, cari aman, terlalu sayang, tanpa tantangan yang tentunya berbeda sekali dengan kondisi tami dikala ini. ditambah elly termasuk orang yang menelan mentah mentah pendapat orang lain termasuk orang tua, sedikit saja orang bau tanah tak baiklah elly kemudian mundur perlahan, berpikir ini itu, berbeda sekali tentunya dengan gue yang keras kepala, bahkan untuk masa depan gue sama dodo aja orang bau tanah gue lawan, ya wajarlah masa mak sendiri nggak baiklah alasannya yakni dodo Cuma s1, sedangkan di agama tak ada tawaran membedakan orang untuk dinikahi alasannya yakni tingkat pendidikan. Sekarang gue tanya, prioritasin orang bau tanah atau tuhan? Walaupun artinya gue harus siap mendengar ceramahan elly selama terfonan, termasuk dengerin saran elly ”banyak kali yang mau sama lu, tinggalin aja dodo, nggak baik beliau buat lu, jangan bantah kata orang tua, dosa”

Gue bersikukuh, cinta itu apa yang lu rasain, bukan apa yang lu dengerin dari orang lain tanpa dasar yang jelas, lagian lu udah cukup cukup umur kali memilah yang terbaik buat lu, apalagi yang lu dengerin itu juga pernah gagal, elly sendiri juga nggak pernah pacaran lama, selalu menciptakan hambatan dari diri beliau sendiri, kurang gantenglah, nggak seagama lah, kurang ini lah, kurang itulah, dan kebanyakan dari itu beliau sadari dikala semuanya terlambat, dan nasi yang menjadi bubur sudah basi.

Gue nggak mau jadi kayak gitu

Termasuk ini, “kurang tantangan yan, gue padahal udah pengen berantem tapi beliau nya melempem aja”. Sudahlah darisemua kondisi ini tuhan suruh lu sukuri li, gue yakin kalau gue oper tuh si adit sama lu, lu juga bakal nggak berpengaruh mendengar semua ucapan menjatuhkan dari dia, gres digertak dikit lu bakal kabur dan nggak hubungin adit lagi, ingat loh li, sama adit  itu nggak ada basa basi, menjengkelkan, sedangkan sama stefan yang ngomongin persoalan tulang ayam yang suka dicemili ibunya aja dikala di kfc aja lu illfeel apalagi persoalan ini. Dijamin menderita lahir batin lu.
Bersyukur itu yakni intisari dari mencintai. Gue sadar gue juga sudah banyak terlibat ingin memulai satu yang gres dengan laki laki lain, tapi cintalah yang menciptakan gue kembali ke dodo. Sampai dodo sendiri berkomentar “kadang capek ya pacaran sama orang gres pertama kali pacaran, beliau belum mencicipi apa yang terbaik untuk dia, sok aja dian kenal perjaka lain, ntar kalau udah tau gimana gimananya balik lagi ke odo”

Ya gue sadar, disemua orang yang pernah gue temui memang banyak yang lebih baik dari pada dodo dari sisi otak, uang, dan kekuasaan, cuman gue balik nanya lagi ke diri sendiri, masih yakin nggak gue orang itu bisa bikin gue senang kayak dodo perlakukan gue, agak mustahil!

Ingat pepatah coy

Kalau lu sibuk cari yang terbaik maka lu akan kehilangan yang sayang sama lu

Sekian ya, ini yakni kompleksitas dari girl’s days di hari sabtu dan ahad di tanggal 8 dan 9 juli 2017...



Sumber http://hidupgue1993.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Girl's Days"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel