iklan

Teori Struktur Levi Strauss Terhadap Mitos Raja Malwopati


Teori Struktur Levi Strauss terhadap Mitos Raja Malwopati
Oleh : joko yulianto
Pendahuluan
Teori struktur levi strauss ialah teori yang mempelajari ihwal mitos yang terjadi di suatu masyarakat, teori Levi Strauss menganggap bahwa aneka macam acara sosial dan akhirnya mirip contohnya dongeng, upacara-upacara, sistem kekerabatan dan perkawinan, contoh tempat tinggal, pakaian, dan sebagainya semuanya sanggup dikatakan sebagai bahasa atau lebih tepatnya merupakan perangkat tanda dan simbol yang memberikan pesan-pesan tertentu. Teori levi strauss ini mencoba membaca pesan-pesan yang terkandung dalam mitos raja malowopati. Dari kisah atau mitos yang terkandung dalam kisah angling darma terdapat beberapa pesan yang ingin disampaikan. Yang pertama ialah pesan moral atau kepercayaan yang mengakibatkan dewi setyowati rela berkorban untuk masuk kedalam kobaran api, kedua pesan ketika seorang menjadi pemimpin harus bersikap bijak, yang ketiga ialah nilai tentaang sebuah akad dan kesetiaan yang mengakibatkan sang prabu angling darma dikutuk menjadi burung belibis.
Teori Struktur levi Strauss
Secara umum, istilah strukturalisme banyak dikenal dalam Filsafat Sosial. Filsafat Eropa modern sering menyebut bahwa strukturalisme ialah sebuah fenomena sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa fenomena itu tidak peduli seberapa dangkal ragam wujudnya. Secara singkat, strukturalisme ialah fenomena social yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa contoh yang tidak disadari.
Hubungan-hubungan internal dan contoh merupakan struktur, dan mengungkap struktur-struktur ini ialah objek studi levis strauss pada umumnya, sebuah struktur bersifat utuh, transformasional, dan meregulasi diri sendiri (self-regulatory). Strukturalisme ialah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan korelasi dari pada hal, Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
Metodologi Struktural sesungguhnya berasal dari struktural linguistik dari Saussure, yang menggambarkan bahwa bahasa sebagai sebuah tanda dari aturan sistem sosial. Baru pada tahun 1940, ia mengusulkan bahwa fokus yang sempurna penyelidikan antropologi harus dapat mendasari pola-pola pemikiran insan yang menghasilkan kategori budaya yang mengatur pandangan dunia hingga sekarang. Kemudian pada tahun 1960, Claude Levi-Strauss melanjutkan metodologi ini, tidak hanya untuk antropologi (strukturalisme antropologi) tetapi memang dipakai untuk penanda semua sistem.
Levi-Strauss  dianggap sebagai pendiri strukturalisme modern. Karena melalui karyanya-karyanya lah, strukturalisme menjadi tren intelektual terutama di Eropa Barat, khususnya Perancis, dan cara pandang levi-strauss sangat mensugesti studi ihwal ilmu antropologi dengan ilmu-ilmu yang lainnya yang terus berkembang.
Ahli antropologi mungkin menemukan proses berpikir yang mendasari sikap insan dengan menyidik hal-hal mirip kekerabatan, mitos, dan bahasa. Lebih lanjut, bahwa ada realitas tersembunyi di balik semua lisan budaya. Selanjutnya strukturalis bertujuan untuk memahami makna yang mendasari pemikiran insan yang terungkap melalui acara budaya. Pada dasarnya, unsur-unsur budaya yang tidak terang dalam dan dari dirinya sendiri, melainkan merupakan cuilan dari sistem yang berarti. Sebagai model analitis, strukturalisme menganggap universalitas proses pemikiran insan dalam upaya untuk menjelaskan “struktur dalam” atau makna yang mendasari yang ada dalam fenomena budaya.
Sebagai suatu aliran pemikiran gres dalam antropologi, struturalisme mempunyai sejumlah perkiraan dasar yang berbeda dengan aliran pemikiran lain dalam antropologi. Strukturalisme Levi Strauss menganggap bahwa aneka macam acara sosial dan akhirnya mirip contohnya dongeng, upacara-upacara, sistem kekerabatan dan perkawinan, contoh tempat tinggal, pakaian, dan sebagainya semuanya sanggup dikatakan sebagai bahasa (Lane dalam Ahimsa-Putra, 2001: 67)
Levi Strauss (dalam Endraswara, 2005:215) menyatakan bahwa dalam pandangan struktural, akan bisa melihat fenomena sosial budaya yang mengekspresikan seni, ritual, dan pola-pola kehidupan. Hal ini merupakan representasi struktur luar yang akan menggambarkan dalam  human mind. Dalam kaitan ini Levi Strauss (dalam Endraswara, 2005:232) menjelaskan bahwa dalam mitos terdapat korelasi unit-unit (yang merupakan struktur) yang tidak terisolasi, tetapi merupakan kesatuan relasi-relasi korelasi tersebut sanggup dikombinasikan dan digunakan untuk mengungkap makna di balik mitos itu. Dalam kaitan ini, analisis mitos mirip hanya mempelajari sinar-sinar terbias ke dalam mitem dan sekuen yang kemudian dipadukan ke dalam struktur tunggal.
Dalam analisisnya terhadap mitos (dongeng), Levi Strauss banyak terpengaruh oleh ilmu bahasa. Terdapat beberapa perkiraan mengapa bahasa dijadikan sebagai landasan memahami mitos. Pertama, dongeng, upacara-upacara, sistem kekerabatan dan perkawinan, contoh tempat tinggal, pakaian, dan sebagainya, secara formal dianggap sebagai bahasa-bahasa, atau perangkat simbol dan tanda-tanda yang memberikan pesan tertentu. Oleh alasannya itu, terdapat ketertataan (order) dan keterulangan (regularitas). Kedua, penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri insan terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis, yang srukturing atau kemampuan menstruktur, menyusun suatu struktur pada gejala-gejala yang dihadapi. Kemampuan ini menciptakan insan seperti melihat struktur di balik gejala. Seseorang mahir bahasa sanggup menganalisis struktur suatu bahasa dengan baik, namun, ketika ia berbicara ia secara tidak langsung membuat struktur bahasa yang tidak disadari bagaimana susunannya. Ketiga, dalam memahami suatu gejala, aspek sinkronis ditempatkan mendahului aspek diakronis. Keempat, relasi-relasi yang berada dalam struktur sanggup disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan (oposisi biner). Oosisi ini sanggup dikelompokkan menjadi oposisi biner yang tidak inklusif contohnya menikah dan tidak menikah, dan oposisi yang langsung contohnya siang dan malam (Ahimsa-Putra, 2001 65-70).
Levi Strauss (dalam Ahimsa-Putra, 2001: 94) menetapkan landasan analisis struktural terhadap mitos. Pertama, bahwa kalau memang mitos dipandang sebagai sesuatu yang bermakna, maka itu tidaklah terdapat pada unsur-unsurnya yang berdiri sendiri, yang terpisah satu dengan yang lain. Cara mengkombinasikan unsur-unsur mitos inilah yang menjadi tempa keberadaan makna. Kedua, walaupun mitos termasuk dalam kategori bahasa, namun mitos bukanlah sekedar bahasa. Artinya, hanya ciri-ciri tertentu saja dari mitos yang bertemu dengan ciri-ciri bahasa. Oleh alasannya itu, bahasa, mitos memperlihatkan ciri-ciri tertentu. Ketiga, ciri-ciri ini dapat kita temukan bukan pada tingkat bahasa itu sendiri tetapi di atasnya. Ciri-ciri tersebut lebih rumit dan lebih kompleks, daripada ciri-ciri bahasa.
Legenda Raja Malwopati
Kisah Kerajaan Malawapati yang dipimpin seorang raja berjulukan Prabu Angling Dharma, Selain itu beliau  juga dikenal sebagai seorang raja yang cerdik dan bijaksana juga tersohor bisa menundukan bangsa jin. Tersohor juga dengan aneka macam macam benda pusaka peninggalanya mirip : Keris Polang Geni, Panah Pasopati, dan lain sebagainya.
Pusat pemerintahan Malawapati sendiri konon berada di kawasan berjulukan Bojanegara (sekarang Kabupaten Bojonegoro). kisah Angling Dharma sudah menjadi hal yang sangat akrab dengan warga Bojonegoro. Entah semenjak kapan, yang terang pendapa Kabupaten Bojonegoro sendiri dinamai sesuai nama kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Angling Dharma, Pendapa Malawapati, ruang batik madrim, Persibo, klub sepakbola Kabupaten Bojonegoro, juga menerima julukan Laskar Angling Dharma, hingga tempat wisata/ tempat berlibur untuk keluarga juga di beri nama meliwis pitih yang semuanya ada hubungannya dengan kisah angling dharma. Terakhir dan paling hangat, pemerintah kawasan setempat berencana membangun sebuah museum sekaligus monumen di Desa Wotangare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, yang dipercaya dahulu menjadi kawasan sentra pemerintahan Kerajaan Malowopati, yang kini ada bekas bagunan kuno yang di yakini sebagai bagunan pada masa itu.
Bojonegoro sendiri bukan tanpa alasan menyebut Malawapati berada di wilayah administratifnya. Dua situs utama diyakini ada hubungannya dengan mitos Angling Dharma yakni Petilasan Angling Dharma di Wotangare yang akan dibangun museum. Di situs tersebut ditemukan banyak benda purbakala yang berdasarkan balai sejarah merupakan sisa benda zamansebelum majapahit. Pelacakan kebenaran insiden (atau mitos) Angling Dharma sendiri bekerjsama layak untuk didiskusikan. Orang-orang Bojonegoro mempunyai keyakinan bahwa Angling Dharma ada disana. Orang Bojonegoro menyakini bahwa mereka ialah keturunan malwopati.
Sebagian masyarakat meyakini bahwa kisah Mahabarata benar-benar terjadi di tanah Jawa. Prabu Angling Dharma juga dikisahkan merupakan keturunan ke tujuh dari si ganteng Arjuna. Juga merupakan cucu dari Jayabaya. Kalau naskah sejarah paling dipercaya ihwal Jawa masa lampau (Babad Tanah Jawi), nama Jayabaya sanggup ditemukan dan “ada”, maka yang agak ajaib ialah kepercayaan bahwa Angling Dharma juga merupakan keturunan Arjuna yang hanya ada di dunia pewayangan sanggup “lahir” ke dunia nyata.
Kepercayaan mendalam sekumpulan masyarakat sanggup disebut sebagai lisan identitas yang menempel dalam masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat Bojonegoro yang lekat dengan Bojanegara inilah yang menjadi pijakan untuk mengkaji mitos Angling Dharma di Bojonegoro. Pada tahap inilah mungkin dilakukan usaha demotologisasi. Demitologisasi di sini penulis artikan sebagai sebuah upaya untuk melaksanakan pengejaan kembali sebuah mitos dan menemukan nilai-nilai historis.
Identitas Angling Dharma dan Malowopati sendiri kini terlanjur menempel erat dengan sejarah Bojonegoro sendiri. Namun, sekali lagi, perdebatan sejarah hanya akan menciptakan diskursus ini tumpul dikala teks baik berupa prasasti ataupun perkamen sejarah lain terkait Angling Dharma sanggup ditemukan. Kesepakatan kolektif masyarakat sendiri hingga mengkultuskan Angling Dharma sebagai sosok idaman orang bau tanah dikala “menetek” anak-cucunya. Selain tampan, dia juga bijak dalam mengambil segala keputusan. Hal tersebut tergambar terang di kisah dalam serial televisi Angling Dharma. Dikisahkan juga bahwa Raja pertama Malowopati tersebut juga sanggup mengenal dan menguasai bahasa binatang layaknya Nabi Sulaiman AS.
Dari beberapa literature yang ada, memang Prabu Angling Dharma pernah bersinggah di Bojonegoro dikala mengalami masa sanksi dan kutukan menjadi burung Belibis. Beliau dieksekusi oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih alasannya melanggar akad sendiri untuk tidak menikah lagi sebagai wujud cintanya kepada Dewi Setyowati yang mati bunuh diri. Dianggap melanggar akad dikala Dewi Uma dan Dewi Ratih menguji keteguhan akad itu dengan cara menyamar menjadi nenek-nenek dan gadis anggun mirip Dewi Setyowati. Dan runtuhlahlah kepercayaan sang Prabu. Kemudian dia dikutuk kedua kalinya oleh putri anggun dan pemakan insan sebagai burung Belibis. Dan pada perjalanan selanjutnya sampailah dia di Wonosari, Bojonegoro dan kisah selanjutnya dia memperistri Dewi Srenggono, Trusilo, dan Mayangkusuno dan kemudian mempunyai beberapa putra. Akan tetapi belum diketahui secara niscaya apakah sang Prabu menetap di Malowopati hingga simpulan hayat atau tidak. Sehingga hingga dikala ini masih menjadi perdebatan yang panjang perihal letak makam Prabu Angling Dharma.
Synopsis kisah angling darma
Angling darma ialah seorang raja muda yang ganteng serta gagah perkasa serta cerdik dan bijaksana, alasannya kearifannya ini dia dihormati dan dijunjung oleh masyarakatnya. Pada suatu hari raja angligdarma berburu dihutan dan ketika berburu angling darma memanah seekor kijang dan kijang itu berlari hingga sendang, ketika sang prabu anglingdarma melihat seorang gadis yang lagi mandi disendang, gadis tersebut ialah dewi setyowati yang merupakan anak dari bengawan manik sutra yang disegani di kawasan itu.
Ketika melihat dewi setyowati yang anggun sang perabu merasa tertarik dan jatuh cinta kepada dewi setyowati. Ketika dewisetyowati didekati oleh sang prabu dewi setyowati merasa takut alasannya melihat sang perabu dengan bala tentaranya, dewi setyowati takut kalau mereka menyakitinya. Ketika dewi setyowati melihat sang prabu dan pelajuritnya mendekat dewi setyowati berlari pulang. Sag prabu yang tertarik oleh kecantikan dewi setyowati sang prabu berusaha mengejarnya, ketika hingga dirumah sang perabu berusaha memperkenalkan diri di depan bengawan manik sutra, mengetahui hal itu batik madrim yang merupakan anak angkat bengawan manik sutra berusaha menantang sang prabu angling darma dan kalau sang prabu menang dia diizinkan mempersunting dewi setyowati.
Setelah terjadi pertempuran sang prabu angling darma memenangkan pertempuran itu tetapi dewi setyawati belum mau mendapatkan sang prabu, dengan aneka macam cara sang prabu berusaha mendekati dewi setyawati ahirnya dewi setyowati mendapatkan pinangan sang prabu dengan sarat sang prabu harus setia dengan dewi setyawati dan dihentikan memperistri perempuan lain.
Sudah satu tahun sang prabu meperistri dewi setyawati namun dewi setyawati belum mau melayani sang prabu sebagai istri, namun sang prabu masih tetap sabar, sutu hari dewi setyowati melihat kemampuan prabu anglingdarma yang mempunyai ajian “aji ginem” ilmu yang sanggup berbicara dengan binatang dewi setyowati ingin menguasai dan memilikinya tetapi prabu angling darma sudah dipesan oleh gurunya untuk dihentikan menurunkan ilmu itu pada orang lain. Tetapi dewi setyowati tidak sanggup mendapatkan alasan itu dan dewi setyowati mengancam akan bunuh diri. Tetapi sang prabu tetap tidak bisa memenuhi undangan istrinya dan sebagai bukti cintanya sang prabu rela mati memperabukan diri bersama istrinya. Ahirnya sang prabu meminta para pengawalnya menyiapkan api besar dan ketika sang prabu dan dewi setyawati igin melompat kedalam api sang prabu mendengarkan percakapan dua pasang kambing kalu kambing betina ingin biar kambing jantan mengambilkan janur yang terpasang di pangung untuk melompat keapi tetapi kambing jantan tidakmau, dan kambing betina mengancam akan ikut bunuhdiri memperabukan diri bersama dewi setyowati tetapi kambing hitam menjawab “kalau kau ingin mati menerjunkan diri keapi, terjunlah. Aku tidak ingin menuruti undangan istri yang sesat mirip praabu angling darma” alasannya mendengar percakapan kedua kambing itu sang prabu sadar dan tidak mau melompat di kobaran api.
Setelah beberapa tahun sang prabu hidup sendiri alasannya dia sudah berjanji setia pada istrinya tetapi ketika ia melaksanakan pengembaraan dia di goda oleh nenek dan cucunya yang anggun mirip dewi setyowati, sehabis sang nenek dan cucunya mencoba mengoyahkan kepercayaan sang prabu ahirnya hati sang prabu luluh, alasannya itu sang prabu dikutuk.
Analisis structural:
Episode satu (paragraph 1-3)
Dari episode pertama ini mengisahkan ihwal pertemuan awal antara prabu anglingdarma dengan dewi setyowati, dalam episode ini juga menceritakan ihwal perjuangannya prabu angling darama untuk mempersunting dewi setyawati. Dalam perkenalan awalnya dewi setyawati tidak begitu tertarik dengan sang prabu angling darama, dan ditambah lagi persaratan untuk menyunting dewi setyowati yang harus bisa mengalahkan batik madrim dan ditambah syarat-syarat dari dewi setyowati.
PA = prabu ngling darma ialah seorang raja yang baik dan sakti
DS = dewi setyowati ialah seorang gadis yang dipersunting oleh sang raja
Episode dua (paragraph ke 4-5)
Episode ke dua ini menceritakan ihwal kisah kehidupan sang prabu angling darma sehabis menikai dewi setyowati hingga dewi setyowati meningeal memperabukan diri. Dalam pernikahannya prabu angling darma dengan dewi setyowati selama beberapa tahun dewi setyowati tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Dari kisah ini kita bisa menilai klo prabu angling darma ialah seorang raja yang baik dan tidak mau memaksa kehendaknya sendiri. Sebagai seorang raja kalau ia bisa melaksanakan apapun tetapi sang prabu pemiliki prinsip korelasi suami istri itu harus lah dilandasi dari prinsip kerelaan.
Episode ketiga (paragraph ke 5- selesai)
            Episode ketiga ini menceritakan ihwal perjalanan dan kejadian-kejadian yang dialami prabu angling daarma sehabis simpulan hayat dewi setyawati, dalam perjalanan hidupnya angling darma sering mendapatkan cobaan, suatu hari ia mendapatkan cobaan kesetiaan/ akad nya terhadap dewi setyowati yang ternyata sang prabu termakan dan dinilai telah melanggar janjinya yang pada ahirnya dia dikutuk oleh seorang nenek-nenek…!!!
Penerapan teori levi strauss secara umum
Jika kita melihat kisah rakyat yang ada ihwal kisah prabu angling dharma dengan kerajaan malwopatinya di lihat dari segi geografisnya, sosiologisnya dan kosmologisnya ada kemungkinan tokoh angling darma ialah tokoh faktual alasannya di setiap caritanya ada situs, rangkaian carita besar yang saling berkaitan serta mempunyai pelajaran sosiologis yang sangat besar dan bardampak secara ekonomi. Secara geografis kisah angling darma yang sanggup menaklukkan dan merebut benda pusaka panah pasopati mempunyai kedekatan geografis degan asalmula kisah panah pasopati yang barada di solo serta ditemukannya catatan-catatan surat yang menyebutkan nama angling dharma dari peninggalan-peninggalan raja-raja terdahulu maka besarkemungkinan raja angling darma itu benar-benar ada, kalau dilihat dari kisah angling dharma yang berada di bojonegoro degan keyakinannya.
Tataran tekno ekonomi
cerita angling darma kalau dilihat dari tataran ekonomi maka bisa dilihat kalau kerajaan malwopati itu barada di kawasan penuh dengan hutan dan pertanian alasannya seluruh ceritanya ada di hutan dan kondisi masyarakatnya ialah hutan dan pinggiran hutan yang kini menjadi pertani dan itu semua cocok dengan kondisi geografis di bojonegoro. Angling darma sebagai seorang raja ia mendapatkan upeti dari rakyatnya, bahkan dalam kisah ketika rakyatnya dalam kondisi kesusahan/ hasil panennya menrun dia juga bersikap bijak dengan tidak mengambil upeti dari rakyatnya. Karena sikapnya yang bijak dan pengertian terhadap kondisi rakyatnya angling darma dikenal sebagai sosok raja yang bijaksana.
Mitos dan Kosmologis
Cerita angling darma mempunyai nilai-nilai mitos yang agung, agung alasannya nilai yang terkandung dalam kisah angling darma ialah nilai terhadap sumpah dan janji. Sang prabu berjanji untuk setia kepada dewi setyowati yang merupakan putri orang suci ”resik” namun seiring berjalannya waktu sang prabu angling darma masih tetap setia dengan dewi setyowati  yang telah mati memperabukan diri tetapi ketika dia di coba/diuji oleh dewi umam dan dewi ratih yang menyamar sebagai seorang nenek-nenek dan cucunya yang mirip dengan dewi setyowati.
Ketika sang  prabu melihat kecantikan gadis yang mirip dengan dewi setyowati tersebut didalam hati sang prabu timbul rasa cinta terhadap gadis itu teapi sang prabu masih tetap berusaha untuk setia pada dewi ratih, sang prabu masih berusaha untuk menepati janjinya untuk tidak menikah lagi, selama bertahun-tahun sang prabu masih tetap menjaga komitmennya. Tetapi ketika sang nenek mengetahui kalau didalam hati sang prabu timbul rasa cinta terhadap gadis yang mirip dwi setyowati tersebut sang nenek mengunakan segala tipu muslihatnya yang pada ahirnya runtuhlah kepercayaan sang prabu angling darma dan sang prabu mendapatkan pinangan sang nenek ketika sang prabu mendapatkan pinangannya nenek dan gadis yang mirip dengan dwi setyowati tersebut berubah ke wujud aslinya sebagai dewi umam dan dewi ratih.
Prabu angling darma di kecam sebagai raja yang tidak menepati janjinya dan kemudian Beliau dieksekusi oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih alasannya melanggar akad sendiri untuk tidak menikah lagi sebagai wujud cintanya kepada Dewi Setyowati yang mati bunuh diri. Dianggap melanggar akad dikala Dewi Uma dan Dewi Ratih menguji keteguhan akad itu dengan cara menyamar menjadi nenek-nenek dan gadis anggun mirip Dewi Setyowati. Kemudian dia dikutuk kedua kalinya oleh seorang putri raksasa yang anggun dan pemakan insan sebagai burung Belibis.
Tataran sosiologis
Dari kisah raja angling darma tersebut kita bisa menilai citra kehidupan masyarakatnya ialah masyarakat yang patuh terhadap kerajan itu bisa dilihat dari wibawa sang prabu angling darma sebagai sosok raja yang bijaksana dan gemar memberi sehingga rakyatnya pun mengagumi dan mengidolakan sang raja. Selain itu kita juga bisa menilai kalau pada zaman itu ialah zaman yang masih memegang teguh moral yang berlaku dan itu bisa dilihat dari insiden memperabukan diri dewi setyowati, walaupun ada beberapa versi atas alasan dewi setyawati memperabukan diri.
Kesimpulan
Dari penerapan teori levi strauss terhadap mitos raja angling darma ini kita mendapatkan beberapa pesan yang ingin disampaikan dari kisah atau kisah angling darma ini yang pertama ialah untuk menjaga komitmen, akad yang telah di buat biar tidak terkena adzab atau kutukan. Yang kedua ialah kalau menjadi pejabat atau raja hendaknya berlaku adil dan bijaksana terhadap rakyatnya.
Daftar pustaka
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Strukturalisme Levi Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.
Fokkema, D.W., 1998, Teori Sastra Abad Kedua Puluh (Theories of Literature in the Twentieth Century). Jakarta : Gramedia,
Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindi.
Levi-Strauss, Claude. 2005. Antropologi Struktural. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Sumber http://pascaunesa2011.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Teori Struktur Levi Strauss Terhadap Mitos Raja Malwopati"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel