✔ Makna Pulang Kampung Lebaran
Makna pulang kampung lebaran bagi orang muslim; Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allah Ta’ala. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan di raih dan derajat mulia akan tercapai di sisi Allah Ta’ala. Ketahuilah, silaturahmi dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullahlullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:”Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah melaksanakan silaturrahmi.
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallâhu’anhu, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:”Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi yaitu orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi yaitu orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi.
TRADISI ‘MUDIK LEBARAN’ DALAM TINJUAN ISLAM; Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa pulang kampung lebaran ada kaitannya dengan pemikiran Islam, lantaran terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut pulang kampung lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan banyak sekali macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan buah tangan perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan hingga harus berhutang.
Menjelang Hari Raya ‘Iedul Fitri, kantor pegadaian menjadi sebuah daerah yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang. Padahal yang benar, pulang kampung tidak ada kaitannya dengan pemikiran Islam lantaran tidak ada satu perintahpun baik dari Al-Qur’an maupun As Sunnah yang menyatakan bahwa, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melaksanakan program silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, lantaran silaturahmi sanggup dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi.
Apabila yang dimaksud pulang kampung lebaran sebagai bentuk acara untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak, sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran, maka demikian itu boleh-boleh saja. Namun, bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan, serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang mempunyai kaitan dengan pemikiran Islam, atau disebut dengan istilah tradisi Islami, maka demikian itu sanggup membuat tradisi yang batil dalam pemikiran Islam. Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syariat merupakan masalah bid’ah dan tertolak, sebagaimana sabda Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam:
Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allâh, patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi. Karena siapa yang masih hidup dari kalian, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang memberi petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara gres (bid’ah), karena setiap masalah yang gres yaitu bid’ah dan setiap yang bid’ah yaitu sesat. (Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
SILATURAHMI YANG SESUAI DENGAN SUNNAH; Makna silaturahmi, secara bahasa yaitu dari lafadz rahmah, yang berarti lembut dan kasih sayang. Abu Ishaq rahimahullâh berkata: “Dikatakan paling bersahabat rahimnya yaitu orang yang paling bersahabat kasih sayangnya dan paling bersahabat hubungan kekerabatannya”.
Imam Al-Allamah Ar-Raghib Al-Asfahani rahimahullâh berkata, bahwa ar-rahim berasal dari rahmah, yang berarti lembut yang memberi konsekuensi berbuat baik kepada orang yang disayangi. Oleh alasannya yaitu itu, silaturrahmi merupakan bentuk hubungan bersahabat antara bapak dan anaknya, atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih sayang yang dekat, sebagaimana firman Allâh Ta’ala:
“Dan bertakwalah kepada Allâh, yang dengan (mempergunakan) namaNya kau saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim.” (QS An Nisa‘:1)
Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang renta dan sanak kerabat merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang mempunyai kedudukan mulia dalam agama Islam, serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar. Banyak nash, baik dari Al-Qur‘an dan Sunnah yang memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam siapa saja yang memutuskannya dengan bahaya berat.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya :“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sehabis perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh (kepada mereka) untuk menyambungnya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al Baqarah : 27). Pada ayat di atas terdapat usulan biar setiap muslim melaksanakan silaturrahmi dengan kerabat dan sanak famili. Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullâh berkata: “Pada ayat di atas, Allâh menganjurkan biar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya”.
Oleh alasannya yaitu itu, hendaknya setiap muslim melaksanakan silaturrahmi dengan sanak kerabat, baik dengan saudara pria dan saudara perempuan, baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan. Semua hendaklah saling menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan kekerabatan, baik pada ketika berdekatan maupun berjauhan. Dari Aisyah radhiyallâhu’anha, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Rahim yaitu syajnah (bagian limpahan rahmat) dari Allâh.
Barangsiapa yang menyambungnya, maka Allâh akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutuskannya, pasti Allâh akan memutuskannya.” Hubungan persaudaraan, khususnya antara saudara pria dan saudara wanita mempunyai sentuhan yang sangat unik. Yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam. Semakin hari semakin subur, walaupun berjauhan jarak tempatnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu’anhu, ia berkata, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah membuat makhluk". Dan setelah usai darinya, maka rahim bangun kemudian berkata: “Ini yaitu daerah orang berlindung dari pemutusan silaturrahmi”. Maka Allâh berfirman: “Ya. Bukankah kau merasa senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu, dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu?”
Ia menjawab: “Ya”. Allâh berfirman: “Demikian itu menjadi hakmu”. Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i, maka berhak mendapat hukuman berat dan kutukan dari Allâh Ta’ala, serta diancam tidak masuk surga. Allah Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang merusak komitmen Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allâh perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukandan bagi mereka daerah kediaman yang buruk (Jahannam).”(QS Ar Ra’d : 25)
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallâhu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Tidak akan masuk nirwana orang yang memutuskan hubungan kerabat.
KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT HARI RAYA ‘IEDUL FITRI; Hari Raya ‘Iedul Fitri merupakan salah satu syiar kemuliaan kaum Muslimin. Pada hari itu, kaum Muslimin berkumpul. Jiwa-jiwa menjadi higienis dan persatuan terbentuk, Pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang. Yang nampak pada hari itu hanyalah kebahagiaan. Namun yang pantas disesali, pada hari itu sering terjadi kekeliruan-kekeliruan dalam merayakannya. Di antaranya:
1.Meniru orang kafir dalam berpakaian. Fenomena ini merupakan hal aneh. Padahal seorang muslim dan muslimah seharusnya mempunyai semangat untuk menjaga agama, kehormatan dan fitrahnya. Jangan terpengaruhi dengan ikutikutan menggandakan kebiasaan orang-orang yang tidak menjaga kehormatannya.
2.Sebagian orang mengakibatkan hari raya sebagai syiar melaksanakan kemaksiatan, sehingga secara terang-terangan ia melaksanakan perbuatan yang diharamkan. Misalnya dengan mendengarkan musik dan nyanyian dan memakan masakan yang diharamkan Allah Ta’ala.
3.Dalam berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan sopan santun Islami. Contohnya : bercampurnya pria dan wanita yang bukan mahram, saling berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahram.
4.Berlebih-lebihan dalam membuat masakan dan minuman yang tidak berfaedah, sehingga banyak yang terbuang, padahal banyak kaum Muslimin yang membutuhkan.
5.Hari Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati kaum Muslimin, baik yang ada hubungan kerabat ataupun tidak. Juga kesempatan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati. Namun pada kenyataannya, penyakit hati masih tetap saja bercokol.
6.Menganggap bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada ketika hari raya saja.
7.Menganggap bahwa pada hari raya sebagai ketika yang sempurna untuk ziarah kubur.
8.Saling berkunjung untuk saling maaf-memaafkan di antara para kerabat dan sanak famili dengan keyakinan ketika itulah yang paling afdhal.
SILATURAHMI YANG PALING UTAMA ADALAH BIRRUL WALIDAIN; Allah Ta’ala mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuannya. Bahkan Allah Ta’ala menghubungkan perintah beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah Ta’ala: Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kau berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kau membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al Isra` : 23)
Birrul walidain yaitu berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa dukungan materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga nama baik pada ketika hidup atau setelah wafat. Orang renta merupakan kerabat terdekat, yang banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar sepanjang masa, sehingga tidak aneh kalau hak-haknya juga besar.
Allah Ta’ala berfirman : Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu.(QS Luqman : 14)
KEUTAMAAN BIRUL WALIDAIN; Di dalam Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak disebutkan secara berulang-ulang, biar seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang renta tidak terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh kesah dan tidak meminta akhir dari anaknya.
Adapun anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan biar senantiasa mengingat terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya untuk membesarkan dan mendidiknya. Seorang ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allâh Ta’ala menyebutkan, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang sanggup mencicipi payahnya, kecuali kaum ibu.
Imam Bukhari rahimahullah di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah radhiyallâhu’anhu, bahwa ia menyaksikan Ibnu Umar radhiyallâhu’anhu dan seorang pria dari Yaman sedang melaksanakan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya-. Laki-laki tersebut berkata: ‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk, jikalau tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, saya tidaklah demikian’. Lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar: ‘Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini saya sudah membayar jasanya?.
Beliau menjawab: ”Sama sekali belum, walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat melahirkanmu)”. Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu’anhu, bekerjsama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :”Sesungguhnya الله berwasiat biar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, lalu Allah berwasiat biar berbuat baik kepada ibu-ibumu, kemudian Allâh berwasiat kepada bapak-bapakmu, dan kemudian Allâh berwasiat kepada kalian biar berbuat baik kepada sanak kerabatmu.”
Begitulah, anak yaitu kepingan hidup dan belahan hati orang tua. Kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang renta tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepatnya seorang anak melalaikan semua jasa orang tuanya, dan hanya sibuk mengurus isteri dan anak-anaknya. Padahal berbuat baik kepada kedua orang renta merupakan keputusan mutlak dari Allâh Ta’ala, dan merupakan ibadah yang menempati urutan ke dua setelah ibadah kepada Allâh Ta’ala.
Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan memuliakan mereka berdua. Karena birrul walidain mempunyai keutamaan.
Sumber http://peuyeumcipatat.blogspot.com
0 Response to "✔ Makna Pulang Kampung Lebaran"
Posting Komentar