iklan

Prestasi Akademik Saja Tidak Cukup

 seorang teman yang merupakan salah satu calon wisudawan memperlihatkan satu pernyataan yang Prestasi Akademik Saja Tidak CukupSehari sebelum program wisuda sarjana, seorang teman yang merupakan salah satu calon wisudawan memperlihatkan satu pernyataan yang betul-betul mengejutkan saya. "Besok akan menjadi hari yang menggembirakan sekaligus menyedihkan dalam hidup saya," katanya dengan wajah sedih. "Bagaimana bisa?" tanya saya penuh rasa penasaran. "Saya bangga lantaran terbukti bisa menuntaskan studi sarjana saya. Yang menyedihkan hati saya ialah mulai besok saya akan jadi pengangguran di negeri ini. Status sosial saya turun drastis dari mahasiswa menjadi pengangguran!" lanjut calon sarjana teknik ini.

Ia juga mengemukan sejumlah kekhawatirannya. Beberapa hari sebelumnya, dalam sebuah perbincangan dengan dosen walinya, sang teman ini diberikan sejumlah wejangan penting oleh sang dosen wali. "Perlu kau sadari ada banyak sekali kriteria seleksi sarjana untuk terjun di dunia kerja. Misalnya ketrampilan berkomunikasi, kejujuran, kemampuan bekerja dalam sebuah tim, kemampuan berafiliasi baik dengan orang lain, etos kerja, kemampuan analisis, engineering skills, motivasi diri yang kuat, kepercayaan pada diri sendiri, fleksibilitas, dsb. Sayangnya pendidikan di perguruan tinggi hingga dikala ini lebih banyak menekankan pada kemampuan analisis dan engineering skill," kata sang dosen.

Cerita di atas sekaligus mengingatkan saya bahwa pendidikan formal saja tidak pernah cukup. Mohon maaf, saya tidak sedang menghujat sekolah atau kampus [lembaga pendidikan formal]. Yang ingin saya tekankan di sini ialah prestasi akademik saja tidak akan menimbulkan seorang sarjana sukses di masyarakat. Persis menyerupai yang saya sampaikan ketika seminar kewirausahaan di Universitas Nasrani Petra Surabaya, Maret 2003 lalu, "Jangan menghujat sekolah namun jangan pula memuja sekolah!" Intinya, masih banyak sekali yang harus dipelajari seseorang sehabis ia lulus. Belajar ialah sebuah proses seumur hidup.

Jika kita berhenti bertumbuh [termasuk berhenti belajar] artinya kita telah mati dalam hidup. Artinya, jangan menjadi orang yang sama dari dulu, kini hingga selama-lamanya. Kita harus selalu bertumbuh ke arah yang lebih baik dari hari ke hari. Beberapa hari lalu, saya bertemu dengan mantan rektor sebuah perguruan tinggi ternama di kota Bandung tengah memborong sejumlah buku di sebuah toko buku. Rupanya dia secara rutin mengunjungi toko buku. Salut!

Pendidikan formal memang penting. Bukankah banyak sekali penelitian ilmiah [misalnya di bidang kedokteran] yang dihasilkan oleh forum pendidikan formal? Sayangnya banyak mahasiswa yang menentukan DO [drop out] sehabis membaca buku-buku kewirausahaan yang menceritakan bagaimana orang-orang yang putus sekolah bisa menjadi pengusaha sukses. Sebagian kemudian beranggapan biar bisa menjadi pengusaha sukses harus DO. Jika mau jujur, berapa banyak sih persentasi mereka yang DO yang kemudian sukses? Jika dibandingkan, mana yang lebih banyak, orang yang tidak berpendidikan yang kemudian menjadi bajingan dengan orang yang tidak berpendidikan yang kemudian menjadi orang sukses? Semoga kita bisa cukup bijaksana menilai sesuatu sebelum mengambil keputusan. Ingat, penyesalan selalu tiba belakangan.

Dengan semakin meningkatnya angka pengangguran di negeri ini –yang telah mencapai 40 juta orang- tentu akan makin sulit menemukan lapangan pekerjaan di negeri ini. Itulah sebabnya kita harus memikirkan jalan keluarnya. Saya rasa salah satu pilihan yang bisa diambil ialah dengan menjadi wirausaha [entrepreneur]. Dengan berwirausaha, kita bukan saja menolong diri kita tapi sanggup juga menjadi terusan berkat bagi orang lain. Kita sanggup membuat lapangan pekerjaan bagi orang lain. Yang lebih baik lagi apabila kita kemudian sanggup mendidik karyawan kita biar suatu dikala nanti ia pun mempunyai keberanian untuk berwirausaha.

Ada seorang teman saya yang ketika itu sudah setahun menganggur namun tidak pernah berkecil hati. Ia kemudian membuka perjuangan yang berawal dari hobinya: membaca komik. Kini ia telah mempunyai 2 cabang rental komik yang lokasinya erat dengan kampus. Keuntungan perbulannya mencapai Rp 3 juta. Salut! Yang menarik, ia memulai bisnis ini dengan modal hanya beberapa juta rupiah. Maklum, buku-buku yang ada di rental tersebut sebagian ialah koleksi pribadinya. Anda pun bisa menempuh jalan yang sama. Sebuah hobi kalau dijadikan bisnis akan sanggat menggairahkan lantaran Anda akan mengerjakannya sepenuh hati.

Membangun sebuah bisnis tentu bukan hal yang mudah. Apalagi ada kecenderungan dalam diri insan ingin pribadi besar [instant]. Padahal alam mengajarkan kita untuk berlaku sebaliknya. Tidak ada pohon yang bisa tumbuh besar dalam semalam. Bayi pun tidak bisa pribadi berlari ketika dilahirkan. Memulai bisnis dari kecil tentu sangat berat namun di situlah tantangannya. Bisnis yang dibangun dari bawah akan mempunyai pondasi yang lebih besar lengan berkuasa lantaran Anda sudah terbiasa menghadapi segala macam permasalahan.

Dalam buku First Step to be An Entrepreneur, saya menulis bahwa untuk menjadi seorang entrepreneur Anda harus berani mengambil risiko, menyukai tantangan, mempunyai daya tahan yang tinggi, mempunyai visi jauh ke depan dan selalu memperlihatkan yang terbaik. Persoalannya selalu muncul di risiko, lantas sering timbul pertanyaan, risko macam apa yang harus diambil kalau saya ingin berwirausaha? Jawabannya jelas, risiko yang telah Anda perhitungan dengan matang [calculated risk]. Ada sejumlah pertanyaan fundamental yang bisa Anda usikan untuk itu. Misalnya, adakah pasar untuk produk saya? Mampukah saya membuat pasar kalau produk saya benar-benar baru? Bagaimana cara saya memasarkan produk saya? Bagaimana dengan tingkat persaingan dikala ini? Apa kelebihan produk saya dibandingkan dengan kompetitor? Bagaimana dengan penyediaan materi baku? Dsb.

Ketika mulai berwirausaha saya juga menemukan setidaknya ada 4 hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir risiko. Pertama, kita bisa mencari pembimbing yakni pengusaha yang sudah sukses. Kedua, membentuk tim. Ketiga, mempunyai jaringan yang luas [ini penting untuk ekspansi pasar] dan keempat, kalau masih ragu-ragu coba beli sistem yang telah mapan [misalnya sistem pemasaran jaringan atau sebuah franchise]. Setahu saya ada franchise yang berani mengembalikan uang yang telah Anda investasikan kalau dalam jangka waktu tertentu perjuangan Anda tidak menguntungkan meski telah mematuhi semua hal dalam sistem tersebut.

Jika risiko telah bisa Anda kalkulasi dengan matang buatlah rencana dan action! Konsep sebagus apa pun tidak akan berhasil kalau tidak dilaksanakan. Lagipula biar bisa sukses dalam hidup ini kita harus menghindari 5 sikap:

☛ NATO (no action talk only),
☛ NACO (no action concept only),
☛ NADO (no action dream only),
☛ NAPO (no action plan only) dan
☛ NARO (no action review only).
Action is power!

Yang terakhir, jangan lupa apa pun yang Anda kerjakan akan berhasil kalau menerima restu dari-Nya. Di sinilah pentingnya kekuatan doa. Saya selalu teringat akan nasihat dari seorang teman mengenai pentingnya berkerja bersama Allah untuk membuat kehidupan yang lebih baik. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang menyayangi Dia," begitu nasihatnya. Salam sukses buat Anda semua!.

[Data disadur dari banyak sekali sumber, bila Anda merasa pemilik sebagian atau keseluruhan konten diatas dan keberatan ditampilkan. Anda sanggup menghubungi Admin Blog, dan Admin Blog akan dengan bahagia hati menanggapi seruan Anda. Terima kasih | Admin Blog]

Apa yang kita lakukan hari ini ialah Membangun Masa Depan;
 seorang teman yang merupakan salah satu calon wisudawan memperlihatkan satu pernyataan yang Prestasi Akademik Saja Tidak Cukup


Sumber http://www.defantri.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Prestasi Akademik Saja Tidak Cukup"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel