Matematika Itu, Ilmu Atau Bukan?
Dari percakapan Mahasiswa yang disebut-sebut ialah Albert Enstein dengan dosennya sewaktu perkuliahan dan dosennya menyebutkan; bahwa berdasarkan dalil "Empirical, Testable, Demonstrable Protocol," ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa sesuatu yang tak sanggup ditangkap oleh pancaindera tidak layak dipercaya.
Dalam The New Encyclopedia Britannica dinyatakan terdapat 3 kepingan besar matematika, yaituBagaimana dengan matematika, Matematika Itu Apa?
- Sejarah dan Landasan Matematika,
- Cabang-cabang Matematika yang terdiri dari 6 cabang besar, dan
- Terapan-terapan Matematika yang terdiri dari 7 cabang besar (The Liang Gie, 1984: 75-58).
Menurut Morris Klein (1894-1977) terdapat 80 cabang matematika (Dali S. Naga, 1980:-). Bahkan cerdik balig cukup akal ini ada yang menyebut matematika telah menjelma 3400 subcabang (Sumaji, dkk, 1998: 226). Dengan begitu banyak cabang matematika dan begitu luas lapangan garapnya, bagaimana kita sanggup menggambarkan matematika secara sederhana? Jadi, kalau kita harus menjawab pertanyaan: matematika itu apa, maka kita hanya sanggup mendeskripsikan beberapa sifatnya saja.
Dengan cara begini pula para hebat telah mendeskripsikan matematika, ada yang begitu sederhana ada yang cukup kompleks, tetapi tidak ada deskripsi yang menjadi suatu definisi formal matematika. Apa saja sifat-sifat matematika yang sering dipakai para hebat untuk mendeskripsikan matematika? Pada bab-bab selanjutnya kita mulai akan membahas wacana sifat atau karakteristik matematika tersebut beserta implikasinya pada pembelajaran matematika.
Kebanyakan hebat setuju bahwa suatu pengetahuan disebut ilmu apabila lahir dari suatu aktivitas ilmiah. Kegiatan ilmiah bertumpu pada metode ilmiah, yang langkah-langkah utamanya menciptakan hipotesis, mengumpulkan data, melaksanakan percobaan (untuk menguji hipotesis), dan menciptakan kesimpulan. Apabila kita berketetapan suatu ilmu harus lahir dari metode ilmiah, maka matematika bukanlah ilmu.
Matematika merupakan buah pikir insan yang kebenarannya bersifat umum (deduktif). Kebenarannya tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif. Kebenaran matematika intinya bersifat koheren. Seperti yang dikenal dalam dunia ilmu, terdapat tiga macam jenis kebenaran:
- kebenaran koherensi atau konsistensi, yaitu kebenaran yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang telah diterima sebelumnya,
- kebenaran korelasional, yaitu kebenaran yang didasarkan pada “kecocokan” dengan realitas atau kenyataan yang ada, serta
- kebenaran pragmatis, yaitu kebenaran yang didasarkan atas manfaat atau kegunaannya.
Pernyataan matematika 2 + 2 = 4 (dalam sistem bilangan desimal).
Pernyataan tersebut bernilai benar, bukan lantaran kita melaksanakan percobaan tetapi lantaran berdasarkan pikiran logis kita: dua ditambah dua sudah niscaya sama dengan empat! Andaikan kita memasukkan dua koin ke dalam kotak kosong, kemudian memasukkan dua koin lagi ke dalamnya, maka siapapun akan merasa yakin ada empat koin di dalam kotak. Tapi kalau ternyata sesudah dipecah, ada tiga (atau lima) koin, yang salah bukan pada matematikanya, bukan?
Berdasarkan hal tersebut, beberapa hebat sangat hati-hati untuk tidak memakai istilah “ilmu matematika”. Walaupun demikian ada pula hebat yang “melenturkan” pengertian “ilmu” dan sifat “ilmiah” pada pengetahuan yang telah diterima insan dan sesuai dengan kebijaksanaan pikir manusia.
Walaupun matematika bukan produk metode ilmiah, tetapi kebenaran matematika bersifat universal (tentu dalam semesta yang dibicarakan). Keuniversalan kebenaran matematika menjadikannya lebih “tinggi” dari produk ilmiah yang mana pun juga; matematika menjadi ratunya ilmu lantaran ia lebih penting dari kebijaksanaan (mengutip pendapat Bertrand Russel) dan menjadi pelayan ilmu lantaran dengan matematika maka ilmu sanggup berkembang jauh bahkan melebihi asumsi manusia. [Matematika itu, Ilmu atau Bukan? - Sumardyono]
Matematika sanggup menghipnotis huruf kita, mari kita simak penjelasannya pada video berikut;
0 Response to "Matematika Itu, Ilmu Atau Bukan?"
Posting Komentar