Manajemen Keuangan Kelas Menengah Mencemaskan
Kelas menengah dibutuhkan tidak hanya menjadi mesin pencetus ekonomi, tetapi juga menjadi pendorong pemahaman manajemen keuangan, literasi keuangan, yang penting dalam perekonomian yang kian maju dimana produk dan jasa keuangan lebih variatif dan kompleks. Kelas menengah dianggap paling berperan alasannya ialah mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi, sehingga mempermudah pemahaman soal administrasi keuangan, dan punya kepentingan untuk sanggup mengelola keuangan secara sehat.
Kualitas literasi administrasi keuangan masyarakat mempunyai tugas strategis. Banyaknya masalah investasi bodong di lapangan, alasannya ialah ketidaktahuan masyarakat wacana bagaimana seharusnya melaksanakan pengelolaan keuangan (baca Bagaimana Mengelola Keuangan disini). Pemahaman soal administrasi keuangan, contohnya mengetahui cara berinvestasi yang kondusif dan membedakan produk legal dan ilegal, akan menciptakan masyarakat lebih bijaksana mengevaluasi proposal investasi, sehingga tidak gampang tertipu.
Literasi keuangan di tingkat mikro menjadi fondasi ekonomi di tingkat makro. Masyarakat yang paham soal keuangan akan punya kebiasaan menabung dan investasi, serta lebih bijaksana dalam konsumsi dan berhutang, merupakan sikap bagi struktur ekonomi yang kokoh.
Kelas Menengah
Hanya saja, fakta mengejutkan tiba dari sejumlah survei mengenai sikap kelas menengah, yang belakangan ini banyak dilakukan sejumlah media. Manajemen keuangan kelas menengah tidak se-maju yang dibayangkan selama ini.
Buramnya Keuangan Kelas Menengah
Hasil survei sikap kelas menengah mengungkapkan tingkat literasi keuangan golongan ini mencemaskan.
- Indonesia berada di posisi terjelek kedua sebelum Pakistan dalam skor ranking literasi keuangan. Hasil survei Visa Internasional financial literacy 2012 di 28 negara melibatkan 25,500 responden. Temuannya, dominan responden Indonesia mempunyai simpanan untuk dana darurat kurang dari 3 kali pengeluaran bulanan, masih jauh dari jumlah ideal dana darurat yang direkomendasikan perencana keuangan, yaitu minimum 6 kali pengeluaran bulanan. Temuan lain, responden Indonesia berdiskusi keuangan dengan anak mereka hanya 5 hari dalam setahun. Tentu saja jumlah waktu yang jauh sekali dari ideal.
- Perilaku kelas menengah di 6 kota utama: penghasilan 75% dipakai untuk konsumsi, hanya 25% yang ditabung dan investasi. Hasil riset terbaru oleh Center for Middle Class Consumer Studies. Idealnya, minimum 30% penghasilan disisihkan untuk simpanan serta investasi, sisanya gres untuk konsumsi dan cicilan hutang.
- Kelas menengah hanya investasi di reksadana, kurang dari 10% asset, dominan simpanan ditempatkan di tabungan. Ini hasil dari Mark Plus 2012 (‘Rising Middle Class in Indonesia) dan Harian Kompas 2013 yang melihat kepemilikan produk keuangan. Seharusnya, alasannya ialah rendahnya tingkat laba tabungan, jumlah asset di tabungan dihentikan besar, hanya cukup untuk memenuhi dana darurat dan kebutuhan jangka pendek. Mayoritas asset sebaiknya ditempatkan dalam investasi dengan return tinggi, ibarat reksadana, saham dan obligasi.
- Dalam mempersiapkan dana pendidikan, dominan kelas menengah menempatkan di tabungan (43.5%) dan kurang dari 1% yang menentukan reksadana. Hasil survei Harian Kompas pada Mei 2013 melalui telpon ke 700 an responden di 12 kota besar menanyakan bagaimana menyiapkan dana pendidikan anak.
Ini bukan pilihan yang bijaksana. Tabungan hanya menunjukkan laba 4-5% setahun, yang tidak cukup mengejar kenaikkan biaya pendidikan yang sekitar 10% setahun. Pilihan seharusnya ialah Reksadana (baca dan unduh GRATIS – Alasan Mengapa Investasi Reksadana disini), alasannya ialah menunjukkan laba yang sepadan atau lebih tinggi dari inflasi biaya pendidikan (berdasarkan pengalaman historis), namun dominan responden justru tidak menentukan reksadana.
Yang lebih mengejutkan, dikala ditanya lebih lanjut, apakah mereka merasa kondusif dan cukup dengan pilihan ini (memilih tabungan ketimbang instrumen yang lain ibarat reksadana), dominan menjawab ‘Ya’. Jadi, mereka tidak tahu jikalau mereka itu tidak tahu.
Bagaimana Memperbaikinya
Potret buramnya administrasi keuangan kelas menengah, tentu saja, cukup mengejutkan alasannya ialah kelas dianggap lebih melek keuangan dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Bahkan, dalam taktik literasi keuangan di aktivitas financial inclusion Bank Indonesia (BI), fokusnya ialah kelompok miskin, bukan kelas menengah.
Namun, mengingat penting dan strategisnya tugas kelas menengah, upaya memajukan golongan ini sebaiknya menjadi prioritas. Beberapa hal yang sanggup menjadi masukkan bagi pembuat kebijakan ialah sebagai berikut:
1 Sosialisasi Financial Planning
Perlunya sosialisasi edukasi pengelolaan keuangan dengan desain aktivitas dan pendekatan yang berbeda.
Bisa dibayangkan bahwa kelas menengah membutuhkan info administrasi keuangan yang lebih advanced. Bukan lagi pengenalan produk, namun lebih kepada sanksi atau implementasi rencana. Akses mereka yang tinggi kepada banyak sekali media menciptakan kampanye sanggup dilakukan dengan multi-platform, contohnya kombinsasi online dan offline.
2 Financial Planner
Perlu mengkaji peranan Perencana Keuangan (baca apa itu Perencanaan Keuangan disini) dalam membantu kampanye literasi keuangan alasannya ialah mereka ialah profesi yang banyak dipakai oleh kelas menengah dalam menunjukkan saran dan konsultasi mengenai pengelolaan keuangan.
Perencana bisa menjadi biro untuk membuatkan edukasi dan info administrasi keuangan. Mereka berafiliasi eksklusif dengan masyarakat. Boleh dikatakan, mereka sudah melaksanakan literasi keuangan kepada para klien. Saatnya, regulator merangkul mereka.
Tentu saja, untuk itu, pengawasan dan pengaturan terhadap perencana keuangan perlu dipikirkan lebih lanjut oleh OJK. Selama ini, tidak terang perencana keuangan berada dalam pengaturan domain regulator yang mana.
Meskipun tidak eksklusif mengelola dana, ibarat Manajer Investasi (penjelasan Manajer Investasi baca disini), namun saran perencana keuangan diikuti oleh konsumen dalam bentuk investasi, yang mempunyai implikasi finansial yang menyentuh aspek santunan konsumen. Kesalahan menunjukkan saran mengenai administrasi keuangan punya efek kerugian bagi konsumen. Karena itu, keberadaan mereka sebaiknya perlu diawasi oleh regulator.
Dimuat di Koran KONTAN 21 Okt 2013
Sumber https://duwitmu.com
0 Response to "Manajemen Keuangan Kelas Menengah Mencemaskan"
Posting Komentar