Model Pembelajaran Creative Masalah Solving (Cps)
A. Pengertian Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut teori berguru kognitif, pemecahan duduk kasus dipandang sebagai aktivitas mental yang melibatkan keterampilan berfikir kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kirkley (2003) yang menyatakan bahwa pemecahan duduk kasus melibatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi ibarat visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis dan generalisasi.
Pemecahan duduk kasus yaitu proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu, yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu duduk kasus (Nakin, 2003).
Pemecahan masalah juga merupakan proses mensintesis banyak sekali konsep, hukum atau rumus untuk memecahkan duduk kasus (Kirkley 2003). Pengertian pemecahan duduk kasus ini mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu duduk kasus menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah.
Pemecahan duduk kasus yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan duduk kasus kreatif (Creative Problem Solving). Creative Problem Solving (CPS) pertama kali diperkenalkan oleh Alex Osborne sehingga Creative Problem Solving ini dikenal juga dengan nama The Osborne-Parnes Creativity Problem Solving Models.
Sementara itu berdasarkan Treffinger (2005) model Creative Problem Solving disebut sebagai model konseptual mengusulkan tiga komponen proses, yaitu 1) memahami tantangan; 2) menghasilkan gagasan; 3) menyiapkan tindakan. Komponen-komponen proses tersebut terdiri dari enam tahap dimana menekankan adanya keseimbangan dalam memakai kemampuan berfikir kreatif dan kritis. Tiga komponen utama dalam CPS yang saling berkaitan (membentuk siklus) yang sanggup dilihat pada gambar.
Komponen memahami tantangan merupakan suatu upaya sistimatis untuk menegaskan, membangun atau berfokus pada suatu perjuangan pemecahan masalah. Komponen proses kedua yakni menghasilkan gagasan merupakan suatu tahap menghasilkan banyak pilihan yang bervariasi dan tidak biasa sebagai respon terhadap duduk kasus yang ada. Sedangkan komponen proses ketiga yaitu menyiapkan tindakan, yakni suatu tahap untuk menciptakan keputusan, mengembangkan, atau untuk memperkuat alternatif solusi yang telah dipilih, dan untuk merencanakan keberhasilan implementasi aksi.
Model treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani duduk kasus kreativitas secara eksklusif dan memperlihatkan saran-saran mudah bagaimana mencapai keterpaduan. Menurut Shoimin (2014: 219) model treffinger untuk mendorong berguru kreatif menggambarkan susunan tiga tahap yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir yang lebih majemuk, peserta didik terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada dua tahap pertama untuk kemudian menangani duduk kasus kehidupan konkret pada tahap ketiga.
Menurut Sunata (dalam Shoimin, 2014: 219) model treffinger yaitu suatu taktik pembelajaran yang dikembangkan dari model berguru kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses. Strategi pembelajaran yang dikembangkan Treffinger yang berdasarkan kepada model berguru kreatifnya.
Lebih lanjut Huda (2013: 318) model treffinger sebetulnya tidak berberda jauh dengan model pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Model treffinger ini juga dikenal dengan Creative Problem Solving, kedua sama-sama berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain.
Menurut Treffinger (dalam Huda, 2013: 218) model treffinger yaitu model yang berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam memecahkan duduk kasus dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar kemudian memunculkan banyak sekali gagasan dan menentukan solusi yang sempurna untuk diimplementasikan secara nyata.
Menurut Ngalimun, (2014: 179) pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap dengan sintaks: keterbukaan-urutan ide-penguatan, penggunaan wangsit kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan duduk kasus secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.
Strategi pemecahan duduk kasus kreatif dalam penyelesaian problematik maksudnya segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berpikir kreatif, dengan tujuan menuntaskan suatu permasalahan secara kreatif. Dalam implementasinya, Treffinger, dilakukan melalui solusi kreatif.
Menurut Noller (dalam Suryosubroto, 2009: 199) solusi kreatif sebagai upaya pemecahan duduk kasus yang dilakukan melalui perilaku dan pola pikir kreatif, mempunyai banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.
Menurut Sarson (dalam Huda, 2013: 320) karakteristik yang paling secara umum dikuasai dari model pembelajaran treffinger ini yaitu upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan, artinya peserta didik diberikan keleluasaan untuk berkreativitas menuntaskan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki, kiprah guru yaitu membimbing peserta didik biar arah-arah yang ditempuh oleh peserta didik ini tidak keluar dari permasalahan.
Menurut Shoimin (2014: 218) karakteristik model treffinger yaitu melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, treffinger memperlihatkan saling kekerabatan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong berguru kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa model pembelajaran treffinger yaitu model pembelajaran yang mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam memecahkan duduk kasus dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar kemudian memunculkan banyak sekali gagasan dan menentukan solusi yang sempurna untuk diimplementasikan secara nyata. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif peserta didik dalam pembelajaran.
B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Kelebihan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan model ini antara lain:
a. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami konsep-konsep dengan cara menuntaskan suatu permasalahan.
b. Membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran.
c. Mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik alasannya yaitu disajikan duduk kasus pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mendifinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dam percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.
e. Membuat peserta didik sanggup menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) kelemahan dari menerapkan model treffinger antara lain:
a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi masalah.
b. Ketidaksiapan peserta didik untuk menghadapi duduk kasus gres yang dijumpai di lapangan.
c. Model ini mungkin tidak terapkan untuk peserta didik taman kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar.
d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan peserta didik melaksanakan tahp-tahap di atas.
Shoimin (2014: 222) kelemahan model treffinger yaitu butuh waktu yang lama. Namun berdasarkan Shoimin (2014: 221-222) model treffinger mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut:
a. Mengasumsikan bahwa kreativitas yaitu proses dan hasil belajar.
b. Dilaksanakan kepada semua peserta didik dalam banyak sekali latar belakang dan tingkat kemampuan.
c. Mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya.
d. Melibatkan secara sedikit demi sedikit kemampuan berpikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah.
e. Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan bermacam-macam metode dan teknik untuk setiap tahap yang sanggup diterapkan secara fleksibel.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan dari model treffinger yaitu lebih menekankan aspek kognitif dan afektif peserta didik. Melalui model treffinger peserta didik diberi kesempatan untuk memahami konsep-konsep dengan cara menuntaskan suatu permasalahan, peserta didik menjadi aktif dalam pembelajaran, dikembangkannya kemampuan berpikir peserta didik dan kemampuan menuntaskan permasalahan, serta peserta didik sanggup menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baruModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
Kekurangan dari model treffinger yaitu memerlukan waktu yang lama, sehingga untuk meminimalisir kekurangan tersebut maka guru perlu memperhatikan perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi duduk kasus dan kesiapan peserta didik untuk menghadapi duduk kasus dalam pembelajaran.
C. Langkah- langkahModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Treffinger (dalam Huda, 2013: 318) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting yaitu understanding challege, generating ideas, dan preparing for action. Penjelasan sintaknya mengenai model ini sebagai berikut:
a. Komponen I - Understanding Challege (Memahami Tantangan)
yaitu 1) menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya, 2) menggali data: guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang sanggup mengundang keingintahuan peserta didik dan 3)
b. merumuskan masalah
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengindentifikasi permasalahan.
c. Komponen II - Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan)
yaitu memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing peserta didik untuk menyepakati alternatif pemecahan duduk kasus yang akan diuji.
d. Komponen III - Preparing For Action (Mempersiapkan Tindakan)
yaitu 1) berbagi solusi: guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapat klarifikasi dan pemecahan masalah, 2) membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh peserta didik dan memperlihatkan permasalahan yang gres namun lebih kompleks biar peserta didik sanggup menerapkan solusi yang telah ia peroleh.
Menurut Munandar (dalam Shoimin, 2014: 219-220) model treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut:
a. Tahap I: basic tools
Basic tool atau teknik kreativitas mencakup keterampilan berpikir divergen dan teknik kreatif. Adapun kegiatan pembelajaran pada tahap I yaitu (1) guru memperlihatkan suatu duduk kasus terbuka dengan tanggapan lebih dari satu penyelesaian, (2) guru membimbing peserta didik melaksanakan diskusi untuk memberikan gagasan atau idenya sekaligus memperlihatkan evaluasi pada masing-masing kelompok.
b. Tahap II: practice with process
Practice with process yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan keterampilan yang telah dipelajari pada tahap I dalam situasi praktis. Kegiatan pembelajaran pada tahap II yaitu (1) guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk berdiskusi dengan memperlihatkan pola analog, (2) guru meminta peserta didik menciptakan pola dalam kehidupan sehari-hari.
c. Tahap III: working with real problems
Working with real problem, yaitu menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tahap pertama terhadap tantangan pada dunia nyata.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran treffinger yaitu model pembelajaran yang berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi masalah. Model treffinger merupakan model yang menangani duduk kasus kreativitas secara eksklusif dan memperlihatkan saran-saran mudah bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif peserta didik dalam pembelajaran. Sumber http://rijal09.blogspot.com
Menurut teori berguru kognitif, pemecahan duduk kasus dipandang sebagai aktivitas mental yang melibatkan keterampilan berfikir kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kirkley (2003) yang menyatakan bahwa pemecahan duduk kasus melibatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi ibarat visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis dan generalisasi.
Pemecahan duduk kasus yaitu proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu, yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu duduk kasus (Nakin, 2003).
Pemecahan masalah juga merupakan proses mensintesis banyak sekali konsep, hukum atau rumus untuk memecahkan duduk kasus (Kirkley 2003). Pengertian pemecahan duduk kasus ini mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu duduk kasus menjadi syarat bagi proses pemecahan masalah.
Pemecahan duduk kasus yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan duduk kasus kreatif (Creative Problem Solving). Creative Problem Solving (CPS) pertama kali diperkenalkan oleh Alex Osborne sehingga Creative Problem Solving ini dikenal juga dengan nama The Osborne-Parnes Creativity Problem Solving Models.
Sementara itu berdasarkan Treffinger (2005) model Creative Problem Solving disebut sebagai model konseptual mengusulkan tiga komponen proses, yaitu 1) memahami tantangan; 2) menghasilkan gagasan; 3) menyiapkan tindakan. Komponen-komponen proses tersebut terdiri dari enam tahap dimana menekankan adanya keseimbangan dalam memakai kemampuan berfikir kreatif dan kritis. Tiga komponen utama dalam CPS yang saling berkaitan (membentuk siklus) yang sanggup dilihat pada gambar.
Komponen memahami tantangan merupakan suatu upaya sistimatis untuk menegaskan, membangun atau berfokus pada suatu perjuangan pemecahan masalah. Komponen proses kedua yakni menghasilkan gagasan merupakan suatu tahap menghasilkan banyak pilihan yang bervariasi dan tidak biasa sebagai respon terhadap duduk kasus yang ada. Sedangkan komponen proses ketiga yaitu menyiapkan tindakan, yakni suatu tahap untuk menciptakan keputusan, mengembangkan, atau untuk memperkuat alternatif solusi yang telah dipilih, dan untuk merencanakan keberhasilan implementasi aksi.
Model treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani duduk kasus kreativitas secara eksklusif dan memperlihatkan saran-saran mudah bagaimana mencapai keterpaduan. Menurut Shoimin (2014: 219) model treffinger untuk mendorong berguru kreatif menggambarkan susunan tiga tahap yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir yang lebih majemuk, peserta didik terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada dua tahap pertama untuk kemudian menangani duduk kasus kehidupan konkret pada tahap ketiga.
Menurut Sunata (dalam Shoimin, 2014: 219) model treffinger yaitu suatu taktik pembelajaran yang dikembangkan dari model berguru kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses. Strategi pembelajaran yang dikembangkan Treffinger yang berdasarkan kepada model berguru kreatifnya.
Lebih lanjut Huda (2013: 318) model treffinger sebetulnya tidak berberda jauh dengan model pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Model treffinger ini juga dikenal dengan Creative Problem Solving, kedua sama-sama berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain.
Menurut Treffinger (dalam Huda, 2013: 218) model treffinger yaitu model yang berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam memecahkan duduk kasus dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar kemudian memunculkan banyak sekali gagasan dan menentukan solusi yang sempurna untuk diimplementasikan secara nyata.
Menurut Ngalimun, (2014: 179) pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap dengan sintaks: keterbukaan-urutan ide-penguatan, penggunaan wangsit kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan duduk kasus secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.
Strategi pemecahan duduk kasus kreatif dalam penyelesaian problematik maksudnya segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berpikir kreatif, dengan tujuan menuntaskan suatu permasalahan secara kreatif. Dalam implementasinya, Treffinger, dilakukan melalui solusi kreatif.
Menurut Noller (dalam Suryosubroto, 2009: 199) solusi kreatif sebagai upaya pemecahan duduk kasus yang dilakukan melalui perilaku dan pola pikir kreatif, mempunyai banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.
Menurut Sarson (dalam Huda, 2013: 320) karakteristik yang paling secara umum dikuasai dari model pembelajaran treffinger ini yaitu upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan, artinya peserta didik diberikan keleluasaan untuk berkreativitas menuntaskan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki, kiprah guru yaitu membimbing peserta didik biar arah-arah yang ditempuh oleh peserta didik ini tidak keluar dari permasalahan.
Menurut Shoimin (2014: 218) karakteristik model treffinger yaitu melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, treffinger memperlihatkan saling kekerabatan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong berguru kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa model pembelajaran treffinger yaitu model pembelajaran yang mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam memecahkan duduk kasus dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar kemudian memunculkan banyak sekali gagasan dan menentukan solusi yang sempurna untuk diimplementasikan secara nyata. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif peserta didik dalam pembelajaran.
B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Kelebihan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan model ini antara lain:
a. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami konsep-konsep dengan cara menuntaskan suatu permasalahan.
b. Membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran.
c. Mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik alasannya yaitu disajikan duduk kasus pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mendifinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dam percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.
e. Membuat peserta didik sanggup menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.
Kelemahan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Menurut Huda (2013: 320) kelemahan dari menerapkan model treffinger antara lain:
a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi masalah.
b. Ketidaksiapan peserta didik untuk menghadapi duduk kasus gres yang dijumpai di lapangan.
c. Model ini mungkin tidak terapkan untuk peserta didik taman kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar.
d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan peserta didik melaksanakan tahp-tahap di atas.
Shoimin (2014: 222) kelemahan model treffinger yaitu butuh waktu yang lama. Namun berdasarkan Shoimin (2014: 221-222) model treffinger mempunyai kelebihan yaitu sebagai berikut:
a. Mengasumsikan bahwa kreativitas yaitu proses dan hasil belajar.
b. Dilaksanakan kepada semua peserta didik dalam banyak sekali latar belakang dan tingkat kemampuan.
c. Mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya.
d. Melibatkan secara sedikit demi sedikit kemampuan berpikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah.
e. Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan bermacam-macam metode dan teknik untuk setiap tahap yang sanggup diterapkan secara fleksibel.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan dari model treffinger yaitu lebih menekankan aspek kognitif dan afektif peserta didik. Melalui model treffinger peserta didik diberi kesempatan untuk memahami konsep-konsep dengan cara menuntaskan suatu permasalahan, peserta didik menjadi aktif dalam pembelajaran, dikembangkannya kemampuan berpikir peserta didik dan kemampuan menuntaskan permasalahan, serta peserta didik sanggup menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baruModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS).
Kekurangan dari model treffinger yaitu memerlukan waktu yang lama, sehingga untuk meminimalisir kekurangan tersebut maka guru perlu memperhatikan perbedaan level pemahaman dan kecerdasan peserta didik dalam menghadapi duduk kasus dan kesiapan peserta didik untuk menghadapi duduk kasus dalam pembelajaran.
C. Langkah- langkahModel Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Treffinger (dalam Huda, 2013: 318) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting yaitu understanding challege, generating ideas, dan preparing for action. Penjelasan sintaknya mengenai model ini sebagai berikut:
a. Komponen I - Understanding Challege (Memahami Tantangan)
yaitu 1) menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya, 2) menggali data: guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang sanggup mengundang keingintahuan peserta didik dan 3)
b. merumuskan masalah
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengindentifikasi permasalahan.
c. Komponen II - Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan)
yaitu memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing peserta didik untuk menyepakati alternatif pemecahan duduk kasus yang akan diuji.
d. Komponen III - Preparing For Action (Mempersiapkan Tindakan)
yaitu 1) berbagi solusi: guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapat klarifikasi dan pemecahan masalah, 2) membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh peserta didik dan memperlihatkan permasalahan yang gres namun lebih kompleks biar peserta didik sanggup menerapkan solusi yang telah ia peroleh.
Menurut Munandar (dalam Shoimin, 2014: 219-220) model treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut:
a. Tahap I: basic tools
Basic tool atau teknik kreativitas mencakup keterampilan berpikir divergen dan teknik kreatif. Adapun kegiatan pembelajaran pada tahap I yaitu (1) guru memperlihatkan suatu duduk kasus terbuka dengan tanggapan lebih dari satu penyelesaian, (2) guru membimbing peserta didik melaksanakan diskusi untuk memberikan gagasan atau idenya sekaligus memperlihatkan evaluasi pada masing-masing kelompok.
b. Tahap II: practice with process
Practice with process yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan keterampilan yang telah dipelajari pada tahap I dalam situasi praktis. Kegiatan pembelajaran pada tahap II yaitu (1) guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk berdiskusi dengan memperlihatkan pola analog, (2) guru meminta peserta didik menciptakan pola dalam kehidupan sehari-hari.
c. Tahap III: working with real problems
Working with real problem, yaitu menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tahap pertama terhadap tantangan pada dunia nyata.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran treffinger yaitu model pembelajaran yang berupaya untuk mengajak peserta didik berpikir kreatif dalam menghadapi masalah. Model treffinger merupakan model yang menangani duduk kasus kreativitas secara eksklusif dan memperlihatkan saran-saran mudah bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif peserta didik dalam pembelajaran. Sumber http://rijal09.blogspot.com
0 Response to "Model Pembelajaran Creative Masalah Solving (Cps)"
Posting Komentar