iklan

Panca Sradha



Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma (Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma (Kebenaran Abadi). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu yaitu agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat insan di dunia.
Ada tiga kerangka dasar yang membentuk anutan agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :
a.              Tattwa, yaitu pengetahuan perihal filsafat agama
b.             Susila, yaitu pengetahuan perihal sopan santun, tata krama
c.              Upacara, yaitu pengetahuan perihal yajna, upacara agama
Di dalam anutan Tattwa di dalamnya diajarkan perihal “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut “ Panca Sradha “.
1.      PEMBAGIAN PANCA SRADHA
Panca Sradha terdiri dari :
a.              Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
b.             Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
c.              Karma, artinya percaya akan adanya aturan eksekusi alam phala
d.             Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
e.              Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Untuk membuat kehidupan yang tenang seseorang wajib mempunyai sradha yang mantap. Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang.
Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak lain sebab anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Kaprikornus kesimpulannya kepercayaan yang mantap sanggup membuat ketenangan.
2.      PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA
a.             Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )
Hyang Widhi yaitu yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada. Kita percaya bahwa ia ada, meresap di semua daerah dan mengatasi semuanya “ Wyapi Wyapaka Nirwikara “
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi yaitu asal mula dari semua yang ada di alam semesta  ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi yaitu asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – yang kuasa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan yaitu kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna
Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :
“ Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit “ artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.
Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “
“ Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti “ artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para akil bijaksana menyebut dengan aneka macam nama.
Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa artinya berbeda – beda tetapi  satu, tak ada Hyang Widhi yang ke dua.
Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), dan Bhagavan ( berwujud )
b.             Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )
Atma berasal dari  Hyang Widhi yang memperlihatkan hidup kepada semua mahluk. Atma atau Sang Hyang Atma disebut pula Sang Hyang Urip. Manusia, binatang dan flora yaitu mahluk hidup yang terjadi dari dua unsur yaitu tubuh dan atma.
Badan yaitu kebendaan yang terbentuk dari lima unsur garang yaitu Panca Maha Butha. Di dalam tubuh menempel indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )
Atma yaitu yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut tubuh halus . atma yang menghidupkan tubuh insan disebut “ Jiwatman “
Badan dengan atma ini bagaikan korelasi Kusir dengan Kereta. Kusir yaitu atma, dan kereta yaitu badan. Indria yang ada pada tubuh kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma. Misalnya, mata tidak sanggup digunakan  untuk pengelihatan bila tidak dijiwai oleh atma. Telinga tidak sanggup dipakai untuk telinga bila tidak dijiwai oleh atma.
Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan tepat ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat – sifat atma sebagai berikut :
Ø   Achodyhya            : artinya tak terlukai oleh senjata
Ø   Adahya                  : artinya tak terbakar oleh api
Ø   Akledya                 : artinya tak terkeringkan oleh angin
Ø   Acesyah                 : artinya tak terbasah oleh air
Ø   Nitya                      : artinya abadi, kekal
Ø   Sarwagatah`           : artinya  ada dimana – mana
Ø   Sthanu                    : artinya tak berpindah – pindah
Ø   Acala                      : artinya tak bergerak
Ø   Sanatana                : artinya selalu sama
Ø   Adyakta                 : artinya  tak terlahirkan
Ø   Achintya                : artinya tak terpikirkan
Ø   Awikara                 : artinya tak berjenis kelamin
Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan tubuh yang kemudian menjadikan ciptaan mengakibatkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul sebab imbas unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri insan di dalam keadaan awidhya.
Dalam keadaan menyerupai ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melakukan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba tepat dan penuh kesucian menjadikan perjuangan untuk menghilangkan imbas awidhya tadi. Karena apabila insan meninggal kelak hanya tubuh yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh sebab itu, insan lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar dedikasi untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi. Sesungguhnya bila tidak ada imbas duniawi Hyang Widhi dan Atma itu yaitu tunggal adanya ( Brahman Atman Aikyam )
c.              Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )
Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau jelek akan memperlihatkan hasil. Tidak ada perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala, pribadi maupun tidak pribadi pahala itu niscaya akan datang.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha eksekusi alam membawa hasil yang menyenangkan atau baik. Sebaliknya perbuatan  yang jelek atau Asubha eksekusi alam akan membawa hasil yang sedih atau tidak baik.
Perbuatan – perbuatan jelek atau Asubha eksekusi alam mengakibatkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia akan bermetamorfosis kembali ke dunia sebagai binatang atau insan sengsara ( Neraka Syuta ). Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka aneka macam kebahagiaan hidup akan dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati, kelak bermetamorfosis kembali ke dunia sebagai orang yang senang dengan gampang ia mendapatkan pengetahuan yang utama.
Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala sanggup dibagi menjadi tiga belahan yaitu :
1.      Sancita eksekusi alam phala
Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila eksekusi alam kita pada kehidupan yang terdahulu  baik, maka kehidupan kita kini akan baik pula ( senang, sejahtera, senang ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu jelek maka kehidupan kita yang kini inipun akan jelek ( selalu menderita, susah, dan sengsara )
2.      Prarabda eksekusi alam phala
Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan kini ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah sanggup memetik hasilnya, atas eksekusi alam yang dibentuk sekarang. Sekarang menanam kecerdikan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan mendapatkan pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya kini berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima akhirnya berupa penderitaan akhir dari dosa itu.
Prarabda eksekusi alam phala sanggup diartikan sebagai eksekusi alam phala cepat.
3.      Kriyamana eksekusi alam phala
Adalah pahala dari perbuatan yang tidak sanggup dinikmati pribadi pada kehidupan dikala berbuat. Tetapi, akhir dari perbuatan pada kehidupan kini akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, sehabis orangnya mengalami proses tamat hidup serta pahalanya pada kelahiran berikutnya. Apabila eksekusi alam pada kehidupan yang kini baik maka pahala pada kehidupan berikutnya yaitu hidup bahagia, dan apabila eksekusi alam pada kehidupan kini jelek maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.
Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan kini atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu niscaya diterima sebab sudah merupakan hukum. Kita tidak sanggup menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku insan yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan sanggup diatasi dengan menentukan perbuatan baik. Manusia sanggup berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah manfaatnya sanggup bermetamorfosis menjadi manusia.
d.             Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )
Samsara disebut juga Punarbhawa yang artinya lahir kembali ke dunia secara berulang – ulang. Kelahiran kembali ini terjadi sebab adanya atma masih diliputi oleh harapan dan kemauan yang bekerjasama dengan keduniawian.
Kelahiran dan hidup ini bekerjsama yaitu sengsara, sebagai eksekusi yang diakibatkan oleh perbuatan atau eksekusi alam di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara, tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan tiba ( nagata ) dan kini ( wartamana ).
Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang sanggup dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam dongeng Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.
Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menjadikan tindakan sebagai berikut :
1.         Pitra Yadnya
Yaitu memperlihatkan korban suci terhadap leluhur kita, sebab kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.
2.         Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), sebab perbuatan ini membawa kebahagiaan sehabis meninggal.
3.         Berusaha menghindari semua perbuatan jelek sebab bila tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih jelek lagi.
e.              Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )
Moksa berarti kebebasan. Kamoksan berarti kebebasan yaitu bebas dari imbas ikatan duniawi, bebas dari eksekusi alam phala, bebas dari samsara, dan lenyap dalam kebahagiaan yang tiada tara. Karena telah lenyap dan tidak mengalami lagi aturan karma, samsara, maka alam kamoksam itu telah bebas dari urusan – urusan kehidupan duniawi, tidak mengalami kelahiran lagi ditandai oleh kebaktian yang suci dan berada pada alam Parama Siwa.
Alm moksa bekerjsama bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.
Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).
Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran yaitu jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini sanggup dibandingkan dengan besi yang higienis dari karatan, maka dengan gampang sanggup ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar sanggup ditarik oleh magnet.
Moksa merupakan tujuan tamat yang harus diraih oleh setiap orang berdasarkan anutan agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.
Moksa sebagai tujuan tamat sanggup dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :
1.         Bhakti Marga ( jalan Bhakti )
2.         Karma Marga( jalan Perbuatan )
3.         Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )
4.         Raja Marga ( Jalan Yoga )

Sumber http://agussedana.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Panca Sradha"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel