Aku Hari Ini...
Aku terinspirasi menuliskan ini di selesai ramadhan
Bacalah pelacurbahasa.wordpress.com maka kau akan menemukan banyak hal yang menggetarkan disana
Seperti saya kali ini, untuk kesepian kesekian kali pada siang ini, yang akan kugambarkan dalam rangkai rangkai imaji goresan pena singkat perihal bagaimana saya hari ini.
Semuanya sibuk, rumah tetangga yang jaraknya tak lebih dari 10 meter kosan ini sibuk, menggasak barangbarang mereka, menyemprotkan wewangian, mengepel lantai, membersihkan bubuk debu, menjemur ini itu, mempersiapkan hari spesial, sespesial hari nan fitri yang tiba hanya dalam hitungan jam tahun ini.
Aku bergumam menatap jendela beling keruh dengan mantap, langit menyerupai biasa alasannya ialah hujan sudah usang tak turun, kembali sunyi senyapdiruangan ini.
Hal yang paling bagusnya ialah saya masih bisa mendengar panitia masjid menegur amil zakat untuk mengumpulkan data pembayar zakat fitrah, dan tentunya sehabis itu hanya deru motor yang sesekali melintasi jalanan didepan kosan ini, jarang ada pecakapan yang menciptakan telingaku fokus kepercakapan itu, tampaknya rata rata penduduk di sekitar ini ialah penduduk sementara, merantau untuk kehidupannya dan momen pulang kampung menjelang idul fitri ini mereka manfaatkan dengan baik. Pulang kerumah sanak saudara yang mungkin jaraknya ribuan kilometer dari sini.
Loh, trus apa bedanya sama lu yan?
Tak ada momen teristimewa, idul fitri ini ialah hari biasa dimana kehidupanku hanya bergulat dengan kampus, tak banyak ekspektasi dengan selebrasi, tak ada baju lebaran yang kukenakan esok hari untuk bersilaturahmi (masalahnya gue nggak tau mau ngunjungin siapa), apalagi pesta kembang api, cium ciuman tangan dengan orang yang lebih dihormati, atau mungkin saya juga takakan hadir di shaf shaf perempuan shalat idul fitri, ya mungkin saja.
Tapi ada yang bisa kupilih dibesok hari...
Anggap aja ini latihan, menyerupai cita citaku yang ku ucapkan ke susi sempurna satu bulan yang kemudian di pelantaran tokema, “sus cita cita gue ialah pengen pergi jauh, dimana gue mungkin nggak ngerti sama sekali sama bahasa mereka kecuali bahasa inggris, habis itu gue mulai hidup gres dengan mandiri, gue akan memulai peradapan untuk diri sendiri, sehabis gue kenyang dengan pembelajaran hidup ini gue akan kembali menjadi orang baru”
Susi hanya mengangguk angguk sore itu, hujan rintik rintik mengiringi senja yang semakin menyusut. Ntah lah, apa maksud dari ucapanku kala itu. Minimal artinya saya jauh dari sanak keluarga, sok sok an menyerahkan diri ke negeri antah barantah, atau mungkin ketika itu saya hanya terprovokasi tinggal diluar negeri menyerupai kebanyakan teman diangkatan ku lakukan ketika itu.
Hal yang paling ingin ku hindari ketika ini ialah zona nyaman, alasannya ialah ia ialah musuhku dalam selimut.
Makanya, mungkin sebagian yang baca niscaya menganggapku sebagai orang yang tak berbakti, saya ingin menghilang sesekali, pergi jauh, memulai kehidupan yang baru, tanpa tetek bengek dan ocehan super receh orang tua, yang mengurusi saya udah makan atau belum atau saya dimana, itu kadang menciptakan saya masih merasa dimanja, menyerupai kaki kaki ku masih susah bergerak kemana saja, dan saya masih diawasi dengan segala banyak resiko yang harus saya ambil, tapi semua tak ada lagi, alasannya ialah oleh cita-cita merekalah saya diprogram untuk tak mengambil resiko yang jauh dari cita cita mereka.
Ya semua orang bau tanah tak menginginkan anaknya mati muda, apalagi itu konyol dengan sekonyol konyolnya
Padahal saya ingin sekali menjelajahi banyak hal, mendaki gunung gunung terjal, ikut balap sepeda (karena ini satu satunya kendaraan yang bisa kukendarai dengan baik), pergi kesuatu tempat yang terpencil, kemudian mencoba banyak hal, tetapi selalu saja terhalang dengan gerutuan di telepon seluler,
“jangan, kau mau mati di gunung, mau celaka di jalan, kini banyak kejahatan ini itu” ucap
mereka
Apalagi? Aku tau saya akan merindukan ocehan ini ketika dua duanya sudah diambil yang kuasa.
Tapi, saya akui ada yang paling menarik di diriku sendiri. Ini tidak terlepas dari Bandung yang merupakan tempat paling sempurna melihat dunia dari dua sisi berbeda. 6 tahun yang kemudian saya hanyalah orang yang luar biasa polos dengan dunia sekitar, tak ada yang ku ketahui di dunia ini kecuali belajar. Hidup dengan predikat mahasiswa terbaik pernah ku lalui, bermacam-macam puji pernah saya dapati, hanya saja jikalau ditanya bagaimana kehidupan ini sebenarnya saya tak lebihnya dengan kemampuan balita mengeja angka angka ribuan, masih terbata bata.
Apasih yang dulu lu ketaui yan?
Lu kalau nanya kalkulus, fisika dasar, kimia dasar, dulu gue expert, nilai gue tertinggi seangkatan, alasannya ialah malam malam gue dipenuhi rengekan basi, ngebanting buku kalau gue nggak ngerti, mencar ilmu hingga pagi, kemudian duduk dijajaran paling depan, calon mahasiswa berprestasi. Gue nggak ada bedanya dengan robot ketika itu yang pemogramannya hanya kampus kosan pulang pergi, kemudian begitu seterusnya, hingga buku buku itu sudah gue baca berulang kali, dan parahnya kalau gue gagal satu aja, gue udah kayak orang yang mau bunuh diri, dan dunia menyerupai berhenti dengan satu nilai b. Menyedihkan sekali
Nah sekarang...
Gue santai bro, mencar ilmu ya sewajarnya, nanggapi nilai buruk ya seperlunya. Hidup tampaknya benar benar berotasi, ada yang kupelajari, mungkin ada juga yang sedang terlewati. Aku lebih mahir bersosialisasi, dari dulu yang sifatku fobia lelaki bisa kuatasi, saya menyerupai terlahir kedunia gres yang membuatku mencar ilmu ini itu, mencar ilmu bagaimana berdiri dari kegagalan yang dulu hampir nggak pernah, bagaimana cara menghibur diri sendiri, bagaimana cara menerima hiburan dari rekan sejawat. Pola pikir ku bertahap berubah, semakin usang saya kecanduan mengambil pesan yang tersirat dari dunia yang gelap, dari mereka mereka yang tak mau didengar bagi insan yang terlalu baik baik sehingga menutup diri dari dunia hitam tersebut, saya merasa ini menyerupai mendengar bait bait manis dari guncangan musik hard rock ketika alunan hidup mereka yang telah disampaikan padaku.
Lupakan semua bentuk kecanduan yang sedang mereka sesap, bentuk mezalimi diri sendiri, ataupun sifat sifat mereka yang tak terpuji yang bisa saja menzalimi orang lain
Aku mencar ilmu banyak hal perihal kedisiplinan yang menjadi bumerang menyerupai kekolotan keluarga yang menciptakan anak anak mereka tak merasa nyaman dengan hidup mereka. Aku juga mencar ilmu bagaimana lepas tangan orang bau tanah yang menciptakan keretakan rumah tangga hasilnya menelurkan generasi generasi penuh kebencian dengan hidup yang mereka jalani. Cuman ada kemungkinan dengan kedua khasus bau ini, anak anak yang mencari kebebasan atau anak anak yang minta perhatian hingga menyakiti diri mereka sendiri. keduanya ya berakhir sama saja, sama sama dibalik penjara atau sama sama mati alasannya ialah terlalu banyak menzalimi diri sendiri.
Cobalah dengarkan, lihatlah, amati dan resapi. Dunia hitam itu penuh sekali dengan jeritan ditengah tawa tawa yang terlontar ketika botol whisky di buka, penuh sekali dengan roman roman tak berdosa sama menyerupai alkohol telah menghipnotis syaraf syaraf penikmatnya, dan kehidupan ini bagi mereka tak sama menyerupai halusinasi dari selinting ganja yang dihisap. Semuanya berputar, mereka hanya ditengah perjalanan menuju pembenaran atau karam dikegelapan disisa hidup mereka. Mencari dan mencari dan tak kunjung menemukan.
Biasanya, gue terpaku, mendengarkan ocehan satu persatu, bersyukur untuk kesempatan diperkenalkan sama orang yang menyerupai ini, kemudian memberi pandangan, selanjutnya gue akan memikirkannya hingga bermimpi mimpi perihal resolusi. Sungguh, teramat sungguh, hidayah tak hanya muncul dari orang baik baik, cahaya tak hanya muncul dari sesuatu yang sudah terang, alasannya ialah cahaya bisa saja muncul dari sepasang watu yang legam yang saling bergesekan.
Kau itu batu, anggap aja saya lantai watu yang bisa memantulkan cahaya, kau dan saya bersinggungan demi percikan api yang akan didapatkan.
Tak ada yang teramat gelap di dunia ini sehingga gelombang cahaya pun di tolak oleh zona itu, bahkan bab afotik lautan pun terisolasi cahaya hanya alasannya ialah kedalaan, bukan sifatnya yang tidak bisa menghantarkan cahaya.
Bukankah insan terbaik ialah insan yang bisa bermanfaat untuk insan lainnya?
Maka berhentilah menutup mata, indera pendengaran dan hati hari ini. berhentilah berada dipayung teduh zona nyaman, hiduplah dengan jutaan tantangan, habiskan lah jatah gagal dimasa muda, dan yang terpenting dimanapun kalian berada, kuatkan lah prinsip dikondisi genting maksiat, dan nggak selalu kok pribahasa “kalau bergaul sama tukang parfum kau akan wangi, kalau tukang ikan akan bacin ikan”. Ingat bro, lu punya karakterisasi diri, lu berhak menetukan diri lu dimana pun lu berada, bukan hanya sekedar ikut ikutan.
0 Response to "Aku Hari Ini..."
Posting Komentar