Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum) Disebut kebudayaan Batu Tua lantaran alat peninggalannya dari kerikil yang masih bergairah atau belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini ialah insan purba. Berdasarkan kawasan penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Disebut kebudayaan Pacitan lantaran hasil budayanya terdapat di kawasan Pacitan (Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya ialah Pithecanthropus erectus dan budaya kerikil ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatra Selatan).
Disebut kebudayaan Ngandong lantaran hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong, Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak menyerupai di Pacitan dan juga kapak genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan kerikil flakes dan kerikil chalcedon yang indah.
Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung kebudayaan Ngandong ialah Homo soloensis dan Homo wajakensis. Penghidupan mereka masih mengumpulkan masakan (food gathering). Mereka mencari masakan dari jenis ubi-ubian dan berburu binatang.
Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum) Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen sehabis zaman es berakhir. Pendukung kebudayaannya ialah Homo sapiens yang merupakan insan cerdas. Penemuannya berupa fosil insan purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya ialah pebble disebut juga kapak Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo, Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan Bojonegoro (tempat ditemukannya alat dari tulang).
Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum) Disebut kebudayaan Megalitikum lantaran semua alat yang dihasilkan berupa kerikil besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum lantaran dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang tiba di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum. a. Menhir
Menhir ialah tiang tugu kerikil besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu insiden atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.
b. Dolmen
Dolmen ialah meja kerikil besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).
c. Keranda (sarkofagus)
Keranda ialah peti mati yang dibentuk dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.
d. Peti kubur batu
Peti kubur kerikil merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur kerikil ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.
e. Punden berundak
Punden berundak merupakan bangunan dari kerikil yang disusun bertingkat-tingkat (berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang lalu menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak ialah bangunan orisinil Indonesia.
f. Waruga
Waruga ialah kubur kerikil yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibentuk dari kerikil utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.
g. Arca
Arca-arca megalit merupakan bangunan kerikil besar berbentuk hewan atau insan yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung kerikil besar dengan citra seorang yang sedang menunggang hewan dan sedang berburu.
Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut.
1) Pemujaan matahari
Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai ilahi matahari menyerupai di Jepang.
2) Pemujaan dewi kesuburan
Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.
3) Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.
4) Adanya upacara ruwatan
Upacara ruwatan ialah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan yang suci menyerupai semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan higienis desa.
0 Response to "Kebudayaan Zaman Watu Di Indonesia (Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum Dan Megalitikum)"
Posting Komentar