iklan

✔ Revitalisasi Budaya Dan Tradisi Dalam Islam Dan Pendidikan Agama Islam


    REVITALISASI BUDAYA DAN TRADISI DALAM ISLAM DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUNARDIN, M.Pd.I / FAI UNIAT JAKARTA

A.    PENDAHULUAN

Kehidupan Manusia, dalam suatu masyarakat tidak sanggup terlepas dari efek kebudayaan yang mengitarinya. Pola pikir, ucapan, perbuatan, dan banyak sekali keputusan yang diambil oleh insan senanantiasa di pengaruhi oleh pandangan budayanya. Yaitu nilai-nilai, aturan, norma, hukum, dan cetak biru (blue print) yang secara selektif dan konsisten dipakai sebagai pola dalam memecahkan banyak sekali kasus yang dihadapinya. Perbedaan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam menyikapi dan mempersepsi suatu kasus disebabkan lantaran perbedaan budaya yang dimilikinya.[1] Demikian pula perbedaan dalam hal pengambilan keputusan, suasana lingkungan kerja pola korelasi antara manusia, etos kerja, pelayanan dll, terjadi pada sebuah forum pendidikan dan forum pedidikan lainnya, lantaran perbedaan budaya yang dimilikinya masing-masing, setiap forum pendidikan mempunyai budaya sendiri-sendiri yang selanjutnya menjadi abjad yang membedakan antara suatu forum pendidikan dengan forum pendidikan lainnya.
Untuk sanggup mentransformasikan nilai-nilai adi budaya bangsa kepada seluruh komponen bangsa ini tentu saja hanya sanggup dilakukan melalui jalur pendidikan, baik formal maupun non formal. Hubungan antara kehidupan budaya dan pendidikan dengan perubahan sosial, khususnya mengenai pergeseran nilai-nilai yang berkaitan dengan penguatan character building bangsa bagaimanapun merupakan duduk kasus yang menarik. Masalah tersebut tidak sanggup dilepaskan dari duduk kasus pendidikan berkaitan dengan kemampuan pendidikan dalam merampungkan duduk kasus besar seputar perubahan nilai dengan segala implikasi sosial budaya yang mengiringinya.
Bagaimana pengembangan pendidikan budaya sehingga menjadi kekuatan institusional bagi proses revitalisasi nilai budaya masyarakat dalam konteks perubahan nilai, baik yang sedang berlangsung maupun pada masa yang akan datang, merupakan pokok bahasan yang ketika ini dirasakan sangat urgen mengingat banyak sekali duduk kasus yang mendera negeri ini secara beruntun.

Berdasarkan pertimbangan filosofis bahwa salah satu fungsi pendidikan yaitu sebagai forum konservasi dan resistensi nilai. Tetapi semata-mata bertahan pada perspektif tersebut akan menghambat pendidikan budaya itu sendiri dalam proses kontinuitas pendidikan dengan perubahan sosial. Karena itu dalam discourse filosofis pendidikan yang lain sebagaimana telah menjadi pemikiran umum (common sense), pendidikan dipahami dalam konteks dialektika budaya.
Dengan demikian pendidikan diharapkan mempunyai tugas secara dialektis-transformatif dalam konteks sosio-budaya yang senantiasa memperlihatkan perubahan secara kontinu, sejalan dengan adanya sofistifikasi budaya dan peradaban umat manusia. Secara umum perubahan dipahami sebagai terjadinya perubahan di semua sektor kehidupan masyarakat. Perubahan sanggup terjadi di bidang norma-norma, nilai-nilai, pola-pola perilaku, organisasi, susunan dan stratifikasi kemasyarakatan dan juga forum kemasyarakatan.
Dalam konteks ini, pendidikan perlu ditempatkan sebagai open system (sistem terbuka), bukan sebaliknya sebagai sistem tertutup (close system), yang membuka dirinya dan siap melaksanakan obrolan kultural dengan perkembangan. Pendidikan dalam konteks masa depan, yaitu kontinuitas dengan perubahan dimana dibutuhkan suatu pandangan yang sanggup menjelaskan dan mendudukkan pendidikan secara sintetik-paradigmatis bahwa disamping dibutuhkan muatan nilai yang solid juga dibutuhkan keterbukaan secara kreatif dan inovatif dari pendidikan.
Oleh lantaran itu, dalam goresan pena ini penulis mengkaji revitalisasi budaya dan tradisi dalam pendidikan agama Islam.

B.     PENGERTIAN REVITALISASI

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti mengakibatkan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya).
Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali banyak sekali aktivitas kegiatan apapun. Atau lebih terang revitalisasi itu yaitu membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum yaitu usaha-usaha untuk mengakibatkan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.
Jadi, dalam bidang pendidikan Islam-pun yang masalahnya tentu mengalami pasang-surut, sama menyerupai dialami perjalanan dinamika bidang-bidang yang lain, maka di saat-saat tertentu revitalisasi juga menjadi penting dilakukan. Hal ini bisa disebut serpihan dari proses penyegaran biar himmah terus bisa berlangsung. Revitalisasi dalam konteks pendidikan Islam maksudnya yaitu memaksimalkan semua unsur pendidikan Islam yang dimiliki menjadi lebih vital atau terberdaya lagi, sehingga target dan proses pendidikan yang dilakukan bisa dicapai dan dilangsungkan dengan maksimal pula. Banyak hal yang penting dibuat lebih berdaya dalam pendidikan Islam.

C.    FAKTOR PENYEBAB LAHIRNYA REVITALISASI

Manusia dalam menjalani hidupnya dibebani oleh keperluan akan banyak sekali kebutuhan berupa pangan, sandang, dan papan. Atas dasar itu insan baik secara individu maupun secara kolektif, hakekat, karakter, dan kebiasaannya memilki planning yang berujung pada rasa optimisme akan keberhasilan dan tercapainya planning tersebut. Jika perjuangan dan planning dan usahanya berhasil, tujuannya tercapai, iapun akan merasa gembira, dan semangat untuk melaksanakan perencanaan, bekerja dan terus bekerja.
Berbagai planning insan berusaha untuk menjalankan sekalipun sedikit ataupun banyak berhasil dan tercapai, dan mustahil seluruhnya sanggup terwujud. Hal ini disebabkan terbatasnya waktu, alat-alat yang tersedia pada masyarakat yang tidak memungkinkan mereka mewujudkan harapan dan cita-citanya. Di ketika tertentu ada sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga tidak juga memungkinkan mencapai keberhasilan planning setiap hal yang di inginkan manusia. Hal yang mengakibatkan minimal dua faktor yaitu:
1.      Faktor interen masyarakat itu sendiri , dan foktor ini muncul dikarenakan oleh sesuatu pemahaman terhadap doktrin agama yang telah membudaya, sehingga mematikan kreatifitas mereka berkembang, misalnya, munculah ide-ide reformasi kepada mereka.
2.      Faktor eksternal, muncul lantaran disebabkan adanya suatu kekuatan masyarakat luar dari suatu kelompok masyarakat yang ada, mengintervensi pola fikir masyarakat yang bersifat stagnan terhadap tatanan kehidupan yang awalnya hening berkembang menjadi kacau,berantakanyang menggirin mereka kepada situasi kemiskinan, kemelaratan, terhina, dan menjadi kelas rendahdinegeri sendiri. Situasi pada kesudahannya menawarkan rasa tidak puas dan kemudianingin bergerak melaksanakan perubahan. Sehingga contoh yaitu uapaya pembebasan rakyat Indonesia dari penjajahan belanda. Ini erupakan upaya pembebasan dari cengkraman kolonial, maka dengn melaksanakan dengan usaha-usaha ati kolnia, dunia Islam umumnya dan bangsa Arabkhususnya muncul kembali dalam sejarah Islam.

D.    REVITALISASI BUDAYA  DALAM  TRADISI PENDIDIKAN  ISLAM

Pengerian Budaya
Budaya atau kebydayaan beasal dari sangsekerta yaitu budaya, yang merupakan bentuk jamak dari budhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan logika manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut cultur, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sanggup didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan insan sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses berguru dan dengan memakai simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga banyak sekali peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang sanggup tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses berguru yang berbeda dan lantaran lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.
Budayaa; apabila budaya dan tradisi dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, dan agama korelasi vertial dengan Tuhan. Perbedaan tradisi dan budaya, tradisi bersifat kebiasaan sedangkan budayah lebih kompleks meliputi pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosia, religi, seni, dan lain-lain.yang kemuanya ditujukan untuk insan dalam melangsungkan ehidupan bermasyarakat[2].

E.     KEDUDUKAN BUDAYA DAN TRADISIONAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Setip bayi yang dilahirkan, ia tidak akan mempunyai kekuasaan atau hak untuk enentukan kemana arah hidupnya, ia bagaikan selembar kain putih yangsiap diberikan warna. Dan ia ditata dengan sedemikian rupa sesuai dengan budaya dan tradisi, agama,dan pendidikan dimana ia dilahirkan. Jika ia berada dalam lingkungan yang berdominan peranan trdisinya, maka ia akan terbentuk menjadi insan yang memandang segala hal dari kacamata tradisi, kalau ia berada dalam lingkungan yang sangat mayoritas peranan agama, maka akan terbentuk insan yang memandang segala hal dari kacamata agama. Pada kala globalisasi ini, peranan agama dan tradisi sedikit bergeser dalam membentuk abjad manusia. Secara berlahan-lahan diganti oleh budaya global. Namun teori ini tidak statis.
Manusia ini mempunyai sifat heterogen. Meskipun sama-sama terlahir dalam lingkungan yang sama, tidak ada insan mempunyai kesamaan secara spesifik. Dalam homogenitasnya terdapat abjad yang heterogenitas didalam diri setiap manusia. Dengan demikia maka ada beberapa jenis orang yangdibesarkan di dalam lingkungan yang sangat mayoritas peranan agama atau budaya bisa saja menerobos keluar untuk mencari sesuatu yang baru. Inilah di sebut dengan pencarian jati diri yang sesungguhnya. Bagi insan yang tidak pernah keinginan untuk menerobos lapisan ini, maka setiap kajian atau teori yang digelutinya hanya akan berjalan diatas jalur yang relave subyektif. Sebagai contoh, seorang menganut agama akan selalu membenarkan aliran agama menurut pada sudut pandang keyakinannya, lantaran semenjak kecil  karakter dirinya sudah dibuat sedemikian rupa untuk melihat hal-hal dari kacamata aliran agama yang diyakininya[3].
Dalam kajian sosiologi agama, agama dipandang mempunyai tugas yang multi fungsional. Elizabith K. Natingham dalam pengantar  sosiologi agamanya religion dan society menyebutkan minimal ada tiga fungsi yaitu; pemeliharaan ketertiban masyarakat, fungsi integratif, dan akreditasi nilai agama. Di samping itu agama masyarakat, fungsi integratif, akreditasi nilai agama. Disamping itu agama dipandang sebagai fenomenasosial yang tumbuh berkembang bersamaan dengan pertumbuhan kehidupan bermasyarakat. Modernisme meniscyakan prestasi dibanding IPTEK dijadikan satu-satunya pola dan ukuran keberhasilan sehingga fungsi agama terlupakan. Di sisi lain ada yang menyayangkan hal ini, hilangnya fungsi dan tugas agama yang seharus membimbing insan dalam insan dalam memahami dan menghayati nilai-nilai trasendental dalammenumbuhkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan individual maupun sosial, sehingga insan tidak terjerat pada kebangga materi belaka[4].
Hal menyerupai inilah yang mengakibatkan adanya indikasi dri masyarakat untuk merevitalisasi budaya dan tradisi yang diwujudkan dalam bentuk  kelembagaan dalam bentuk kelembagaan pendidikan yang berfungsi utu mempertahankan fungsi agama dan budaya bagi masyarakat. Melihat posisi dan tugas agama dan budaya demikian penting , maka masuk akal kalau agama dan budaya selalu menjadi disursus sepanjang sejarah. Dalam dasa warsa terkhir, pembicaraan mengenai agama dan budaya kembali muncul keprmukaan, terutaman Jhon Naisbitt dan Patricia Aburene dalam bukunya mengantred 2000Ten New Direction For The, mengajukan pandangan mengenai kebangkitan kembali agama. Perbincangan agama semakin menarik lantaran disertai harapan, yaitu harapan yang menginginkan agama sebagai paradigma alternati dalam membingkai sejarah peradaban insan dimasa yang akan datang. Sejalan dengan hal diatas , mucul refleksi pemikiran sebagai dasar pencapaian  harapa agama sebagai paradigma alternatif masa depan, yaitu mengenal sinergi agaa sebagai upaya menghilangkan interset yang mengakibatkan agama sebagai faktor disintegratif atau konflik . hal ini berpandangan bahwa seluruh agama mempunyai titik temu pada kesamaan nilai kemanusiaan nilai universal dalam setiap agama. An nilai muncul dari kebudayaan, dan kebudayaan mempunyai hubugan kepetangan dengan pendidikan, kebudayaan sama-sama berproses.
Khususnya pendidikan agama Islam yang dikembangkan sebagai budaya disekoah yang dekat dengan nilai-nilai, keyakian, asumsi, pemahaman dan harapan yang di pahami oleh warga sekolah dan dijadikan sebuah sekolah dan dijadikan sebuah pedoman dalam prilaku dan pemecahan kasus yng mereka hadapi dalam kebudayaan agama, teradap langkah-langkah yag terjadi secara berurutan yaitu; pertama; pengenalan nilai-nilai agama secara kognitif . kedua, memahami dan menghayati nilai-nilai agsma secara efektif, dan ketiga; membentuk semangat secara katotif. Disamping langkah di atas diharapkan juga trategis dalam membudayakan nilai-nilai agama dilingkungan sekolah[5].

F.     MUATAN PENDIDIKAN

Alat pendukung peningkatan kualitas dan kemampuan menghadadpi
tantangan-tantangan yaitu pendidikan agama Islam, permasalahan yang timbul ialah bagaimana menawarkan pendidikan Agama Islam, agara agama Islam yang diamalkan itu bisa mengerakkannya untuk mengubah nasib guna memperoleh kesejahteraan hidup didunia dan akhirat. Bahkan beruasaha memperbaiki nasib yaitu satu perinta agama juga.
                        Agama tidak menyuruh umatnya bersikap fatalistik lantaran segala sesuatu sudah ditentukan oleh yang kuasa dalam arti harfiyah, lantaran itu segala perbuatan hanya bisa tiba dari langit. Etos kerja harus dibangkitkan dan untuk mencapai tujun itu, sikap percaya pada tahayul dan tradisi-tradisi gaib yang tidak rasional mereka-reka angka dengan sumbangan dukun harus di jauhi.
                        Muatan pendidikan agama harus bisa membangkitkan semangat untuk hidup dan tidak gampang putus asa. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan agama tidak hanya di tekankan pada sisi kognitif kecuali terhadap orang yang melaksanakan studi ihwal agama tetapi harus lebh banyak pada sisi afektfinya. Dengan demikian, masalah-maslah kebersihan, kesehatan, memelihara lingkungan hidup, menggelorakan semangat solidaritas sosial tidak hanya sekedar diketahui bahwa hal itu diperintahkan oleh agama, tetapi juga dhayati dan di amalkan.
                        Dengan kata lain muatan pendidikan termasuk pendidikan agama harus bisa meletakkan landasan moral, etika, dan spiritual yang kukuh bagi pemabangunan Indonesia. Ringkasnya, pendidikan agama harus menjadi pendorong lahirnya kebudayaan yang berkualitas, jangan hingga agama dipahami secara sempit, yang melepaskan dunia dari keterkaitannya dengan darul abadi dan menjadi penghamabta ke arah itu.[6]
                        Tidak hanya itu, muatan pendidikan agama juga harus bisa memperkenalkan keragaman budaya yang ada di Indonesia, baik sebagai pengetahuan, maupun sebagai alat untuk berkomunkasi dan benteraksi antara satu dan lainnya serta membangkitkan rasa cinta tanah air. Muatan pendidikan agama ini selanjutnya di tuangkan dalam muatan kurikulum lokal (kurlok). Pendidikan yang demikian itu kemudian mengarah kepada terlaksanya konsep pendidikan multikultural yang pada hakikatnya yaitu sebuah apreasiasi terhadap keanekaragaman budaya berkembang di Indonesia, dan menggunakannya sebagai alat untuk berkomunikasi antara satu dan lainnya.
                        Muatan pendidikan agama yang berbasis pada abjad juga dekat kaitannya dengan fitrah atau potensi dasar manusia, yaitu sebagai makhluk yang menyukai kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Kesukaan pada kebaikan akan melahirkan etika dan agama (budaya), kesukaan pada keindahan akan melahirkan estetika dan seni, sedangkan kesukaan pada kebenaran akan melahirkan pengetahuan. Perpadauan antara etika (moral), estetika, (seni), dan pengatuan itulah yang akan membawa kemajuan suatu bangsa secara seimbang.[7]

G.    PENUTUP

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Revitalisasi dalam konteks pendidikan Islam maksudnya yaitu memaksimalkan semua unsur pendidikan Islam yang dimiliki menjadi lebih vital atau terberdaya lagi, sehingga target dan proses pendidikan yang dilakukan bisa dicapai dan dilangsungkan dengan maksimal pula. Banyak hal yang penting dibuat lebih berdaya dalam pendidikan Islam.
Faktor penyabab lahirnya revitalisasi yaitu : Faktor interen masyarakat itu sendiri , dan foktor ini muncul dikarenakan oleh sesuatu pemahaman terhadap doktrin agama yang telah membudaya, sehingga mematikan kreatifitas mereka berkembang, misalnya, munculah ide-ide reformasi kepada mereka.
Faktor eksternal, muncul lantaran disebabkan adanya suatu kekuatan masyarakat luar dari suatu kelompok masyarakat yang ada, mengintervensi pola fikir masyarakat yang bersifat stagnan terhadap tatanan kehidupan yang awalnya hening berkembang menjadi kacau,berantakanyang menggirin mereka kepada situasi kemiskinan, kemelaratan, terhina, dan menjadi kelas rendahdinegeri sendiri.
Khususnya pendidikan agama Islam yang dikembangkan sebagai budaya disekoah yang dekat dengan nilai-nilai, keyakian, asumsi, pemahaman dan harapan yang di pahami oleh warga sekolah dan dijadikan sebuah sekolah dan dijadikan sebuah pedoman dalam prilaku dan pemecahan kasus yng mereka hadapi dalam kebudayaan agama, teradap langkah-langkah yag terjadi secara berurutan yaitu; pertama; pengenalan nilai-nilai agama secara kognitif . kedua, memahami dan menghayati nilai-nilai agsma secara efektif, dan ketiga; membentuk semangat secara katotif. Disamping langkah di atas diharapkan juga trategis dalam membudayakan nilai-nilai agama dilingkungan sekolah.







DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Effendy, Muchtar. 2000. Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang : Univ. Sriwijaya,
Brameld, Teodore, Cultural foundation of Edukation,
K. Nothingham, Elizabeth, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi
Shiddiqi, Nourrouzzman. 1987. Jeram-Jeram peradaban muslim, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.
Shihab,  Qurais. 2003. Wawasan Al-qur an,Bandung Mizan
Muhaimin, 2006. Rekonstruksi Pendidikan Islam, Malang : PT. Raja Grapindo Persad,


[1] .Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Raja Grafindo Persada.2008. Hal.278
[2]Muchtar Effendy,Ensiklopedi Agama dan Filsafat, h.19
[3]Teodore Brameld, cultural foundation of Edukation, h. 25
[4]. Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat. Suatu Pengantar Sosiologi
, h. 4

[5]. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Malang : PT. Raja Grapindo Persad, 2006
, h. 308
[6] . Nourrouzzman Shiddiqi, Jeram-Jeram peradaban muslim, Yogyakarta ; Pustaka Pelajar. 1987. Hal.259-260
[7] .Qurais Shihab. Wawasan Al-qur an,Bandung Mizan,2003 .Hal 80

Sumber http://sunardins.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "✔ Revitalisasi Budaya Dan Tradisi Dalam Islam Dan Pendidikan Agama Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel