✔ Administrasi Mutu Dalam Forum Pendidikan
MANAJEMEN MUTU DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan Islam harus sanggup memperlihatkan eksistensinya sebagai forum pendidikan yang bisa bersaing di periode global yang akan banyak diminati oleh pengguna forum pendidikan sebab bisa merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Untuk itu, forum pendidikan Islam harus secepatnya berbenah diri menjadi forum pendidikan unggul dan efektif serta bisa memperlihatkan aksara Islaminya dalam merespons perkembangan pendidikan dan tuntutan pengguna pendidikan khususnya pendidikan Islam. Agar menjadi pendidikan yang unggul dan berdaya saing tinggi serta diminati oleh masyarakat, forum pendidikan Islam harus mulai berbenah diri yang berorientasi pada kebutuhan dan tuntutan dunia global tanpa menghilangkan keberadaan dan karakteristik Islaminya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, sanggup diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud manajemen mutu itu?
2. Apa saja lembaga pendidikan Islam?
3. Bagaimana manajemen mutu dalam forum pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Mutu
Secara etimologi, “Manajemen” berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Sedangkan secara etimologi, terdapat beberapa definisi wacana manajemen yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1. Menurut Hasibuan, manajemen ialah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya insan dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Menurut GR. Terry, manajemen ialah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk memilih serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya insan dan sumber-sumber lainnya.[1]
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, sanggup disimpulkan bahwa manajemen yaitu suatu ilmu wacana tatacara mengatur proses pemanfaatan banyak sekali sumber daya yang ada secara efektif dan efisien yang di dalamnya terdapat tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan juga pengendalian untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sementara itu, mutu dalam rangka umum mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa.[2]
Sallis mendefinisikan mutu dalam dua perspektif yaitu mutu sewenang-wenang dan relatif. Mutu sewenang-wenang yaitu suatu kondisi yang ditentukan secara sepihak, yakni oleh produsen (jasa atau barang). Dalam pandangan absolut, mutu diartikan sebagai ukuran yang terbaik berdasarkan pertimbangan produsen dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Sedangkan mutu relatif ialah mutu yang ditetapkan oleh selera konsumen, tetapi belum tentu dikatakan bermutu oleh konsumen yang lain.
Pandangan mengenai mutu diatas mengimplikasikan kesesuaian antara kebermutuan dalam prespektif sewenang-wenang dan relatif. Sallis mengungkapkannya dengan istilah fir for their purpose. Artinya setiap barang atau jasa yang diproduksi harus memuaskan pelanggan dan memenuhi spesifikasi yang dimiliki produsen. Walaupun demikian, pada hakikatnya mutu sewenang-wenang merupakan kondisi atau sppesifikasi yang ditetapkan manejemen (organisasi) untuk memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga organisasi mempunyai arah dan citra mengenai apa yang harus dilakukan manakala memproduksi suatu barang atau jasa.[3]
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “ proses pendidikan” yang bermutu terlibat banyak sekali input, menyerupai materi bimbing (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah , pinjaman manajemen sarana prasarana, sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap simpulan semester, simpulan tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) sanggup berupa hasil tes kemampuan akademis (misalnya tes formatif, sumatif, dan UN), dan sanggup pula prestasi dalam bidang lain menyerupai prestasi disuatu cabang olahraga, seni atau keterampilan embel-embel tertentu misalnya: komputer, bermacam-macam jenis teknik, jasa, dan lain-lain
Antara proes dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi biar proses yang baik itu tidak salah arah maka mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus terang sasaran yang akan di capai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai.[4]
Berkenanaan dengan hal tersebut terdapat beberapa prinsip mutu yang perlu di perhatikan. Prinsip mutu ialah sejumlah perkiraan yang dinilai dan diyakini mempunyai kekuatan untuk mewujudkan mutu. Berbagai jago dan organisasi mencoba merumuskan prinsip-prinsip yang paling sempurna untuk sanggup mewujudkan mutu dengan organisasi. Ada 8 prinsip mutu berdasarkan versi ISO, yaitu: 1) Customer Focused Organizing (orientasi pada pelanggan), 2) Leadership (kepemimpinan), 3) Involvement of People (keterlibatan orang-orang), 4) Process Approach (pendekatan proses), 5) System Approach to Management (pendekatan sistem pads manajemen), 6) Continual Improvement (perbaikan secara berkelanjutan), 7) Factual approach to Decision Making (pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan), 8) Mutually Beneficial Supplier Relationship (hubungan yang saling menguntungkan dengan supplier).[5]Adapun komponen mutu antara lain yaitu Kepemimpinan yang berorientasi, Pendidikan dan pelatihan, Struktur pendukung, Komunikasi, Ganjaran dan pengakuan, pengukuran.[6]
Berdasarkan keterangan tersebut diatas sanggup disimpulkan, bahwa manajemen mutu yaitu sebuah konsep yang mengaplikasikan banyak sekali prinsip mutu untukmenjamin suatu produk barang/ jasa mempunyai spesifikasi mutu sebagaimanaditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutudilakukan secara menyeluruh, yaitu mulai dari input, proses, output. Semuakomponen sistem organsasi diposisikan sebagai belahan untuk menjamin mutu dan disinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Ada banyak lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia diantaranya, yaitu: (1) pondok pesantren, (2) madrasah, dan (3) perguruan tinggi. Adapun klarifikasi dari ketiganya ialah sebagai berikut:
1. Pondok Pesantren
Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia ialah dalam bentuk pesantren. Dengan karakternya yang khas “religius oriented”, pesantren inilah bisa meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman wacana aliran Islam tetapi juga kemampuan untuk mengembangkan dan mempertahankan Islam. Adapun istilah pesantren itu sendiri berasal dari kata funduq (Bahasa Arab) yang berarti rumah penginapan atau asrama atau hotel. Pengertian ini di ambil dari asal mula berdirinya pondokan, yaitu dikala para penduduk penerima pengajian tidak kebagian tempat, mengingat jumlah santri yang berguru tidak tertampung lagi di masjid. Istilah pondok berasal dari asrama-asrama santri atau kawasan atau kawasan tinggal yang terbuat dari bambu. Pesantren itu sendiri berasal dari kata santri, yang menerima awalan pe- dan akhiran –an. Makna dari kata ini berarti kawasan tinggal santri. Di Indonesia istilah santri sering dinisbathkan kepada mereka yang terbiasa tinggal di asrama. Abdurraahman Wahid menyebutkan pondok pesantren sebagai sebuah komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks ini terdiri dari beberapa bangunan, rumah kediaman pengasuh (di Jawa disebut Kyai, di sunda disebut ajengan), sebuah surau atau majelis kawasan pengajaran diberikan (yang dalam bahasa Arab disebut madrasah, yang terlebih sering mengandung konotasi sekolah), dan sarana kawasan tinggal siswa pesantren.
Dari banyak sekali literatur menjelaskan bahwa pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, forum ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselasikan mobilitas vertikal (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren sekarang tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh problem sosial masyarakat. Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai forum keagamaan murni, tetapi juga menjadi forum sosial yang hidup yang terus merespons carut marut problem masyarakat di sekitarnya. (Mastuki, 2006)
Secara garis besar, forum pesantren sanggup digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu tipe pesantren Salafi (tradisional) dan tipe pesantren Khalafi (modern). Pesantren salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan materi pembelajaran yang sumbernya kitab-kitab klasik Islam atau kitab “gundul” (tulisan arab tanpa baris). Sistem sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan. Pengetahuan non agama tidak dibelajarkan. Sementara itu pesantren khalafi yaitu sistem pesantren yang menerapkan sistem madrasah, yaitu pembelajaran secara klasikal, dan memasukkan pengetahuan umum dalam kurikulum. Dan pada akhir-akhir ini menambah dengan banyak sekali keterampilan. Perbedaan antara pesantren tradisional dengan pesantren modern sanggup diidentifikasi dari perspektif manajerialnya. Pesantren modern telah dikelola secara rapi dan sistematis dengan mengikuti hukum main manajerial yang umum. Sementara itu, pesantren tradisional berjalan secara alami tanpa berupaya mengelola secara efektif.[7]
2. Madrasah
Dalam bahasa Arab, madrasah artinya sekolah. Secara istilah, madrasah merupakan kawasan yang secara khusus atau sengaja diadakan untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Sebagai forum pendidikan yang mempunyai ciri khas Islam, madrasah memegang peranan penting dalam proses pembentukan kepribadian penerima didik, sebab melalui pendidikan madrasah ini para orang renta berharap biar anak-anaknya mempunyai dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum (IPTEK) tetapi juga mempunyai kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK). Dengan demikian, kiprah madrasah sebagai forum pendidikan Islam membutuhkan manajemen yang baik yang meliputi banyak sekali fungsi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian dan pengendalian, biar proses pendidikan sanggup terealisasi dengan baik. [8]
Ditinjau dari segi penguasaan agama, mutu siswa madrasah lebih rendah daripada mutu santri pesantren. Sementara itu, ditinjau dari penguasaan materi umum, mutu siswa madrasah lebih rendah daripada sekolah umum. Jadi, penguasaan baik pelajaran agama maupun materi umum serba mentah (tidak matang). Apabila ditinjau dari segi manajemen, madrasah lebih teratur daripada pesantren tradisional, tetapi dari segi penguasaan pengetahuan agama, santri lebih mumpuni. Keadaan ini masuk akal terjadi sebab santri tersebut hanya mempelajari pengetahuan agama, sementara beban siswa madrasah berganda. Demikian juga, menjadi masuk akal dikala dalam hal penguasaan pengetahuan umum, siswa sekolah umum lebih menguasai daripada siswa madrasah sebab beban siswa sekolah umum tidak sebanyak siswa madrasah.[9]
3. Perguruan Tinggi
Berbagai terobosan yang dilakukan oleh para tokoh Islam untuk memberdayakan umat Islam di Indonesia dalam jalur pendidikan juga diwujudkan dengan mendirikan perguruan tinggi Islam sebagai sebuah forum lanjutan. Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) berpolarisasi menjadi dua, yaitu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). PTAIN dikelola dan dibiayai oleh hampir sepenuhnya oleh pemerintah/ negara, sedangkan PTAIS dikelola dan dibiayai hampir sepenuhnya oleh masyarakat.[10]
Pada umumnya, PTAIN lebih maju dari PTAIS sebab PTAIN memperoleh pendanaan yang lebih memadai, manajemen yang lebih profesional, kontrol yang lebih ketat, serta pinjaman masyarakat yang lebih besar lengan berkuasa dan luas. Namun, secara khusus, dalam kasus-kasus tertentu, mungkin saja ada perguruan tinggi agama Islam swasta yang lebih berkualitas daripada perguruan tinggi agama Islam negeri. Perbedaan kualitas itu tidak hanya terjadi di kalangan perguruan tinggi Islam, tetapi kecenderungan yang sama juga telah usang terjadi di kalangan perguruan tinggi umum. Karena itu, kesan yang terbangun di Indonesia ialah perguruan tinggi negeri, baik yang berlabel Islam maupun umum, lebih berkualitas daripada perguruan tinggi swasta.[11]
C. Manajemen Mutu dalam Lembaga Pendidikan Islam
Sebagaimana yang telah di terangkan di atas bahwa manajemen mutu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan banyak sekali prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang/ jasa mempunyai spesifikasi mutu sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan dan setiap komponen sistem organsasi diposisikan sebagai belahan untuk menjamin mutu dan di sinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Jadi dalam menejemen mutu forum pendidikan, khususnya disini forum pendidikan Islam, perlu memperhatikan banyak sekali prinsip-prnsipnya dan posisi setiap komponen-komponennya. Begitu juga dalam memanajemen mutu yang berbasis sekolah disini supaya sekolah sanggup bekerja dalam koridor-koridor tertentu, antara lain ialah sebagai berikut:
1. Sumber Daya
Sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumberdaya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiyayaan operasional/ administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk:
a. Memperkuat sekolah dalam memilih dan mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah di memutuskan untuk poses peningkatan mutu.
b. Pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya.
2. Pertanggung Jawaban (accountability)
Sekolah dituntut untuk mempunyai akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antra komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan/ tuntutan orang tua/ masyarakat. Pertanggung balasan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan kalau mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memperlihatkan laporan pertanggung balasan dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/ masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kajian ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan kegiatan prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
3. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya. ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegitan ini, yaitu:
a. Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
b. Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan suberdaya yang ada.
c. Pengembangan banyak sekali pendekatan yang bisa mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk menilai progres pencapaian kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan meliputi bebagai aspek kognitif, afektif, psikomotor, maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memperlihatkan masukan ulang secara obyektif kepada orang renta mengenai anak mereka (siswa) dan kepala sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
4. Personil sekolah
Sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktur staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memperlihatkan kewenangna kepada seekolah untuk mengonrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon masyarakat, mialnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat
Uraian tersebut diatas memperlihatkan wawassan agama bahwa kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatkan kualitas pendidikan secara mikro (kelembagaan) telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain didalam masyarakat yang komplek dimana banyak sekali perubahan yang telah membawa kepada perubahan tatannilai yang berfariasi dan impian yang lebih besar terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari kewenangan pusat tidak lagi secara cepat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa gosip desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi penentu kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, proiitas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebetulnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan dan mengevaluasi alhasil dan secara terus-menerus menyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manejemen peningkatan mutu ini harus berkhir kepada peningkatan mutu siswa atau lulusan.
Secara singkat, sanggup ditegaskan bahwa simpulan dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh sebab itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu dan ini mendorong masing-masing sekolah biar sanggup memilih visi misinya untuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.[12]
BAB III
SIMPULAN
Manajemen mutu merupakan sebuah konsep yang mengaplikasikan banyak sekali prinsip mutu untuk menjamin suatu produk barang/ jasa mempunyai spesifikasi mutu sebagaimana ditetapkan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Pendekatan manajemen mutu dilakukan secara menyeluruh, yaitu mulai dari input, proses, output. Semua komponen sistem organsasi diposisikan sebagai belahan untuk menjamin mutu dan di sinergikan melalui kepemimpinan mutu.
Terdapat beberapa forum pendidikan islam, diantaranya yaitu pesantren, madrasah dan perguruan tinggi Islam. Dalam menejemen mutu forum pendidikan Islam, perlu memperhatikan banyak sekali prinsip-prnsipnya dan posisi setiap komponen-komponennya. Begitu juga dalam memanajemen mutu yang berbasis sekolah disini supaya sekolah sanggup bekerja dalam koridor-koridor tertentu, menyerupai sumberdaya yang ada, pertanggung jawaban, kurikulum dan personil sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Engkoswara, dkk. 2012. Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Qomar, Mujamil. 2008. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga
Rusman. 2012. Manajemen Kurikulum. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sutikno, M. Sobry. 2012. Manajemen Pendidikan, Lombok: Holistica
Syukur, Fatah. 2011. Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2014. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta
[1] Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011), hlm. 7-8.
[3] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 20014, hlm. 294-295.
[5] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 20014, hlm. 298.
[6] Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 20014, hlm. 302.
Sumber http://sehatcantiknatur4l.blogspot.com
0 Response to "✔ Administrasi Mutu Dalam Forum Pendidikan"
Posting Komentar