iklan

✔ Laporan Fieldtrip Ekologi Dasar Pengamatan Kelelawar Di Twa Telaga Warna

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan peradaban bangsa kedepan, sangat dipengaruhi oleh perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dunia yang hanya bisa dicapai melalui keberhasilan acara penelitian dan pengembangan. Sesuai dengan pasal 31 ayat 5 hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan menjunjung tinggi nilai–nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Menindaklanjuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kami mahasiswa Biologi 2011 mengadakan praktikum lapangan Ekologi Dasar di Taman Wisata Alam Telaga Warna Puncak Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi dipilih sebab pertimbangan dari beberapa faktor. Dilihat dari faktor geografis dan keanekaragaman jenis fauna di Taman Wisata Alam Telaga Warna Puncak Bogor terletak di koordinat 7011’ 13” LS, 109055’22” BT dan berbatasan :

Sebelah Utara dengan Kabupaten Indramayu
Sebelah Timur dengan Kabupaten Cirebon
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis
Sebelah Barat dengan Kabupaten Sumedang

Taman Wisata Alam Telaga Warna terletak di sekitar Puncak Pass dan tidak jauh dari jalan raya Bogor Cianjur, yang secara manajemen pemerintahan termasuk dalam Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Di dalam tempat ini terdapat beberapa vegetasi yang termasuk tipe hutan hujan pegunungan, floranya terdiri dari beraneka ragam jenis pohon-pohonan, Liana dan epiphyt.  Flora yang terdapat ialah merupakan vegetasi hutan pegunungan dengan jenis-jenis pohonnya ialah Puspa (Schima walichii), dan Saninten (Castanopsis argentea). Sedangkan untuk faunanya terdapat jenis satwa liar yaitu beberapa jenis burung (aves) menyerupai Tekukur (Streptopelia chinensis), Puyuh (Turnix suscitator), Kadanca (Ducula sp), dan Walet (Collocalia vulvanorum).
Karena Taman Wisata Alam Telaga Warna mempunyai potensi keanekaragaman biota yang tinggi, kondisi perairan yang tenang, jernih dan kondisi udara yang sejuk, menjadi pilihan untuk melaksanakan pengamatan tentang kelelawar yang ada di Telaga Warna.

1.2 Tujuan
              Adapun tujuan dari praktikum lapangan ini ialah :
1.   Mengetahui keaekaragaman jenis kelelawar yang ada di Taman Wisata Alam Telaga Warna.
2.   Mengetahui morfologi kelelawar yang didapat dengan Mistnet
3.   Mengetahui jenis kelelawar yang ditemui di Taman Wisata Alam Telaga Warna
4.   Mengetahui peranan kelelawar di dalam ekosistem 
1.3 Manfaat
Hasil pengamatan ini dibutuhkan sanggup memperlihatkan gosip mengenai komunitas kelelawar (Microchiroptera dan Megachiroptera di tempat Taman Wisata Alam Telaga Warna serta peranan tiap kondisi habitat bagi kelelawar sehingga sanggup meningkatkan upaya proteksi terhadap spesies maupun habitatnya.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1  Definisi Kelelawar
Kelelawar merupakan binatang dengan jumlah jenis terbanyak kedua pada kelompok mamalia (Wilson dan Reeder, 1993), lebih dari setengah spesies mamalia di hutan tropis ialah kelelawar. Kelelawar terdiri dari dua sub ordo, yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera. Megachiroptera berperan sebagai pollinator dan disperser tumbuhan sedangkan Microchiroptera berperan sebagai pengendali populasi serangga dan vertebrata kecil (Findley, 1993; Altringham, 1996). Microchiroptera merupakan kelompok kelelawar yang mempunyai jumlah spesies terbanyak yaitu 834 spesies, sedangkan Megachiroptera hanya terdiri dari 167 spesies. Jumlah spesies yang sangat banyak ini mengakibatkan Microchiroptera menarik untuk diteliti selain peranannya yang sangat penting sebagai pengendali populasi serangga (Hutson et al., 2001).
            Kelelawar merupakan satu-satunya anggota mamalia yang bisa terbang secara sempurna, Kelelawar merupakan satu-satunya anggota mamalia yang bisa terbang secara sempurna, hal ini dikarenakan kelelawar mempunyai membran pada tungkai depannya (Hill & Smith, 1984) dan persebarannya di daerah tropis hingga dengan daerah subtropis. Kelelawar mempunyai membran yang membentang pada sisi tubuh, kaki dan ekor, yang merupakan ekspansi kulit punggung dan perut. Membran tersebut sangat tipis dan elastik, serta terdiri dari dua lapisan kulit dan tidak ada daging di antaranya, dan hanya mengandung anyaman bersambung yang berisi saraf dan pembuluh darah. Kelelawar termasuk dalam Ordo Chiroptera, ordo ini terdiri dari dua sub ordo, yaitu Megachiroptera (pemakan tumbuhan/buah) dan Microchiroptera (pemakan serangga) (Walker, 1983).
Megachiroptera berukuran sedang hingga besar, mempunyai panjang lengan bawah 36 - 228 mm, dan berat tubuhnya mencapai 10 gram hingga dengan lebih dari 1500 gram (Nowak, 1995). Kelelawar dari jenis ini tidak mempunyai kemampuan ekolokasi yang bagus, hanya seperseribu energi bunyi yang dihasilkan oleh kelelawar pemakan serangga terbang dan ikan (Walker, 1983). Akan tetapi kelelawar ini mempunyai mata yang besar dan kemampuan melihat yang berkembang dengan baik. Sebagian besar menentukan buah sebagai masakan utamanya dan beberapa jenis yang lain ialah pemakan nektar atau pollen. Megachiroptera hanya terdiri dari satu family/suku, yaitu famili Pteropodidae (Findley,1993). Microchiroptera memilki ukuran yang tidak terlalu besar, lengan bawah berukuran 22 – 115 mm, dan berat tubuhnya sekitar 2 – 196 gram. Kelelawar ini mempunyai kemampuan ekolokasi yang sangat baik, indera pendengaran luar berkembang dengan baik, dan mempunyai lipatan – lipatan khusus serta tragus dan anti tragus yang berperan dalam penerimaan suara, ini tidak dimiliki oleh kelelawar Megachiroptera (Nowak, 1995).
Kelelawar merupakan binatang nocturnal yang mempunyai tugas ekologi sangat penting. Kelelawar Microchiroptera sebagian besar merupakan pemakan serangga (insektivor), tentunya sangat berperan dalam mengontrol dan mengendalikan populasi serangga, sehingga tidak terjadi ledakan populasi terutama seranga yang berpotensi sebagai hama. Sedangkan kelelawar Megachiroptera, mempunyai anggota jenis yang sebagian besar menentukan buah sebagai makanannya, dan beberapa jenis yang lain mengkonsumsi nectar atau pollen, berperan penting dalam membantu penyebaran biji (seed dispersal) dan juga membantu penyerbukan bunga pada banyak sekali jenis tumbuhan, sehingga kelelawar bisa memegang “peran kunci“ dalam sebuah komunitas hutan.
Kelelawar umumnya tinggal di gua, bahkan lebih dari setengah jumlah jenis kelelawar pemakan serangga menentukan gua sebagai tempat tinggalnya (Suyanto, 2001). Gua merupakan suatu habitat yang mempunyai lingkungan yang khas dan berbeda dengan lingkungan yang lain di luar gua (Alle & Schmidt, 1963). Akan tetapi lingkungan gua juga sangat rentan terhadap gangguan, salah satunya ialah gangguan yang ditimbulkan sebab acara manusia, menyerupai pengambilan guano, penambangan kerikil kapur ataupun pembukaan gua sebagai obyek wisata. Kerusakan habitat akan memperlihatkan imbas yang sangat besar terhadap kemampuan bertahan hidup dari kelelawar (Johnston, 2002).

1.2 Ciri-ciri Penting Dalam Identifikasi Kelelawar
(diadopsi dari Suyanto & Wiantoro, 2012)
Secara umum dalam identifikasi kelelawar terdapat dua macam cirri atau karakter, yaitu karakter yang bersifat kualitatif dan karakter yang bersifat kuantitatif (ukuran). Hal yang perlu diketahui untuk pengenalan kualitatif ialah sebagai berikut:
¾    Selaput kulit antarpaha tumbuh baik atau tidak
¾    Ada atau tidak adanya ekor
¾    Pola perlekatan ekor pada selaput kulit antarpaha
¾    Ada atau tidak adanya tragus dan antitragus
¾    Ada atau tidak adanya daun hidung
¾    Struktur gigi geligi
1.2.1 Selaput kulit antarpaha
Pada ilustrasi di bawah tampak bahwa anggota suku Pteropodidae, selaput kulit antarpaha tidak tumbuh baik dan ekor pendek, bebas tidak menempel pada selaput kulit. Sedangkan anggota suku Megadermatidae mempunyai selaput kulit antarpaha yang tumbuh baik, tetapi tidak mempunyai ekor. Kelompok suku Vespertilionidae dan Nycteridae dilengkapi ekor yang tidak bebas, tetapi menempel secara tepat pada selaput kulit antarpaha. Pada suku Nycteridae ujung ekor membentuk bangunan menyerupai abjad T. Berbeda dengan suku Emballonuridae yang selaput kulit antarpaha tumbuh baik tetapi ekor sebagian besar melekat, sedangkan sebagian kecil ujungnya mencuat bebas pada pertengahan selaput kulit atau dengan kata lain ekor bebas sangat pendek, harus diamati dengan secama gres tampak. Sedangkan pada suku Molossidae ekor yang bebas munculnya di tepi belakang selaput kulit antarpaha dan ekor yang bebas sanggup tumbuh panjang sehingga sangat gampang dikenali. (Suyanto & Wiantoro, 2012)
Gambar. Selaput kulit antar paha beberapa suku kelelawar.
1.2.2 Daun hidung
Daun hidung sebenarnya merupakan komplemen organ pada hidung yang khas pada kelelawar. Secara garis besar daun hidung terdiri atas lipatan kulit cuilan depan/anterior yang bentuknya menyerupai tapal kuda, cuilan tengah yang merupakan bangunan menonjol disebut taju penghubung dan cuilan belakang yang merupakan lipatan kulit yang menonjol ke atas berbentuk segitiga hingga lanset disebut daun hidung belakang/posterior. Selain itu ada organ komplemen yang disebut lapet yang merupakan tonjolan sela cuilan bawah. Kebanyakan jenis kelelawar anggota suku Rhinolophidae tidak mempunyai lapet. Sela merupakan cuilan depan taju penghubung. Ukuran dan bentuk sela merupakan ciri penting dalam identifikasi jenis anggota suku Rhinolophidae. Berbeda dengan daun hidung Rhinolophidae, daun hidung cuilan tengah anggota suku Hipposideridae merupakan organ menyerupai kasur menyilang wajah, sedangkan daun hidung belakang berupa lipatan kulit yang berbentuk segi panjang bersekat atau tidak. Selain itu, daun hidung Hipposideridae mempunyai lipatan kulit komplemen di tepi bawah daun hidung depan yang disebut daun hidung tambahan. Ada atau tidak adanya daun hidung komplemen dan jumlah daun hidung komplemen penting dalam identifikasi jenis anggota Hipposideridae. (Suyanto & Wiantoro, 2012).

Gambar. Daun hidung Rhinolophus trifoliatus

Gambar. Daun hidung anggota suku Hipposideridae





1.2.3 Tonjolan Daun telinga
Tonjolan daun indera pendengaran merupakan ciri penting dalam pembagian terstruktur mengenai kelelawar. Pteropodidae ialah suku kelelawar pemakan tumbuhan yang tidak mempunyai tonjolan/lipatan daun telinga. Tonjolan cuilan daun indera pendengaran sebelah dalam disebut sebagai tragus, sedangkan tonjolan cuilan daun indera pendengaran sebelah luar disebut anti tragus. (Suyanto & Wiantoro, 2012).
1.2.4 Gigi Geligi
Rumus gigi mamalia lengkap sanggup digambarkan sebagai berikut:
i 1 i 2 i 3 c p 1 p 2 p 3 p 4 m 1 m 2 m 3
i 1 i 2 i 3 c p 1 p 2 p 3 p 4 m 1 m 2 m 3
Keterangan:
i: gigi seri; p: geraham depan; c: taring; m: geraham belakang
Anak bangsa Microchiroptera atau kelelawar pemakan serangga, gigi seri dan geraham depan mereduksi mulai nomor rendah, sedangkan geraham belakang mereduksi mulai dari nomor besar. Pada anggota anak bangsa Megachiroptera atau kelelawar pemakan tumbuhan/buah, gigi seri dan geraham belakang mereduksi dari nomor besar dan geraham depan yang mereduksi ialah nomor dua (p2).Miniopterus, anak bangsa Microchiroptera merupakan anggota kelelawar pemakan serangga yang mempunyai rumus gigi
i 2 i 3 c p 3 p 4 m 1 m 2 m 3 …….
i1 i2 i3 c p2 p3 p4 m1 m2 m3
Rousettus, anak bangsa Megachiroptera merupakan anggota kelelawar pemakan tumbuhan/buah yang mempunyai rumus gigi
i 1 i 2 c p 1 p 3 p 4 m 1 m 2……
i1 i2 c p1 p3 p4 m1 m2 m3
Bentuk gigi seri yang terbelah juga merupakan salah satu karakter untuk identifikasi, contohnya gigi seri belah di tengah sehingga terbagi kanan kiri pada gigi seri Rousettus, ada pula yang terbelah depan dan belakang menyerupai pada Pipistrellus. (Suyanto & Wiantoro, 2012).
1.2.5 Ciri Kuantitatif
Ciri kuantitatif ialah semua ciri yang bisa diukur dengan suatu alat. Biasanya untuk ukuran panjang dalam satuan milimeter (mm), sedangkan bobot dalam gram. Pengukuran panjang memakai kaliper geser atau kaliper jenis lainnya, sedangkan bobot dengan timbangan gantung pegas Pesola ataupun timbangan digital.
Ukuran Standard Tubuh
-        Panjang tubuh dan kepala (BK): Diukur dari ujung hidung hingga anus/pangkal ekor.
-        Panjang ekor (E): Diukur dari anus/pangkal ekor hingga ujung ekor.
-        Panjang kaki belakang (KB): Diukur dari tumit hingga ujung jari terpanjang: apabila tidak termasuk cakar disebut panjang kaki seine unguis atau disingkat su, kalau termasuk cakar disebut panjang kaki belakang cum unguis atau disingkat cu.
-        Panjang lengan bawah (LB): Diukur dari sisi luar siku hingga dengan sisi luar pergelangan metacarpal pada sayap yang melengkung.
-        Panjang indera pendengaran (T): Diukur dari pangkal hingga dengan ujung telinga.
-        Bobot (Wt) diukur dengan memakai timbangan gantung pegas dalam gram.
Gambar Ukuran cuilan tubuh luar.
1.2.6 Ukuran Tengkorak
-     Panjang tengkorak total (Pt): Panjang dari occiput, titik paling belakang tengkorak ke titik terdepan tengkorak pada tengah antara gigi seri pertama atas kanan dan kiri.
-     Panjang tengkorak condylobasal (cbl): Panjang tengkorak antara titik paling menonjol pada condylus occipitalis hingga titik terdepan tengkorak pada tengah antara gigi seri atas pertama kanan dan kiri.
-     Panjang tengkorak condylocaninus (ccl): Panjang tengkorak antara titik paling menonjol pada condylus occipitalis dan titik terdepan taring atas.
-     Baris gigi rahang atas (ra): Panjang baris gigi atas dari ujung belakang gigi geraham belakang hingga cuilan depan gigi taring.
-     Lebar geraham belakang (g-g): Lebar melintasi sisi luar geraham belakang.
-     Lebar gigi taring (t-t): Lebar melintasi sisi luar pangkal gigi taring.
Gambar. Ukuran tengkorak.
1.3  Habitat Kelelawar

Menurut Nowak ( 1994), kelelawar ditemukan di seluruh permukaan bumi, kecuali di daerah kutub dan pulau-pulau terpencil. Kemampuan terbang kelelawar merupakan faktor  penting dalam persebaran binatang ini. Selain itu, jenis pakannya sangat bervariasi sehingga memungkinkan hidup di banyak sekali tipe habitat. Menurut Altringham (1996), sekitar 200 spesies kelelawar ditemukan di Madagaskar dan Afrika; 300 spesies ditemukan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah; 240 jenis ditemukan di Asia dan Australia; dan sekitar 40 spesies ditemukan di Amerika Utara dan Eropa.  Menurut Suyanto et al. (1998), di Indonesia terdapat 151 jenis kelelawar. Jenis-jenis tersebut menyebar di seluruh kepulauan 19 Indonesia.  Lebih lanjut Kunz & Pierson (1994) menjelaskan bahwa kelelawar merupakan Mamalia paling berhasil, sebab sanggup ditemukan di banyak sekali tipe habitat dengan ketinggian mulai 10 m dpl hingga 3000 m dpl. Winkelmann et al. (2000) meneliti penggunaan habitat oleh kelelawar Synconycteris australis di Papua New Guinea. Faktor-faktor yang sanggup menghipnotis keberadaan dan kelimpahan kelelawar pada suatu habitat ialah 1) struktur fisik habitat, 2) iklim mikro habitat, 3) ketersediaan pakan dan sumber air, 4) keamanan dari predator, 5) kompetisi, dan 6) ketersediaan sarang (Winkelmann et al. 2000).

1.6 Penurunan Populasi Kelelawar
Pada dekade belakangan ini, populasi kelelawar telah mengalami penurunan global, kecenderungan terkait dengan kehilangan habitat (Mickleburgh et al., 2002). Di Asia Tenggara, 20% spesies kelelawar diperkirakan akan punah pada tahun 2100 (Lane et al., 2006). Walaupun demikian, kelelawar masih sering terabaikan dalam evaluasi keanekaragaman hayati dan penelitian. Hal ini mungkin sebab kelelawar secara luas dianggap berisiko rendah terhadap kepunahan sebab mempunyai kemampuan untuk terbang (Struebig, 2008).


















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.1    Waktu  dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian                   :  Jum’at, 9 November 2012
Tempat Penelitian                   : Taman Wisata Alam Telaga Warna, Puncak, Kabupaten    Bogor, Provinsi Jawa Barat.
1.2    Alat dan Bahan
Alat yang dipakai pada pengamatan ini yaitu senter, untuk mempermudah penglihatan dalam mengamati kelelawar; kamera, untuk mendokumentasikan kelelawar yang didapat  di lapangan; mistnet, untuk alat penjerat atau menangkap kelelawar;tali rafia, untuk mengikat missnet pada pohon;alat tulis dan buku, dipakai untuk mencatat data kelelawar yang diperoleh; jangka sorong, untuk mengukur panjang badan, tangan kelelawar
Bahan yang dipakai dalam pengamatan ini tidak ada, sebab pengamatan ini hanya melaksanakan pemasangan perangkap yaitu mistnet untuk menangkap kelelawar.

1.3  Metode
Metode yang dipakai dalam pengamatan kelelawar di Taman Wisata Alam Telaga Warna ialah teknik survei dengan cara observasi atau pengamatan eksklusif di lapangan dan memakai alat perangkap mistnet.

1.4  Prosedur Kerja
Pertama pengumpulan data dilakukan dengan cara pemasangan jaring kabut yang diletakkan di tempat yang sudah dipertimbangkan menjadi tempat-tempat yang menjadi jalur terbang kelelawar. Tempat-tempat yang menjadi jalur terbang pada : kebun masyarakat (kebun teh) dan pada daerah yang agak sedikit terbuka (sekitar penginapan). Jaring kabut yang dipakai untuk menangkap kelelawar sebanyak 2 jaring yang direntangkan dengan memakai tali yang diikat pada batang pohon yang ada di sekitar lokasi pemasangan jaring kabut.
Jaring kabut dipasang mulai pukul 18.00 – 18.30 WIB kemudian dibiarkan selama 1 malam atau hingga ada kelelawar yang terperangkap. Kelelawar yang tertangkap diidentifikasi dengan cara memegang tubuh sampel dengan posisi sayap dalam keadaan tertutup, kemudian lehernya dijepit dengan lembut memakai jari telunjuk dan ibu jari semoga terhindar dari gigitan, selanjutnya dilakukan identifikasi jenis kelamin, pengukuran dan pencatatan data variabel pengamatan antara lain, Panjang Ekor (E) diukur dari pangkal ekor hingga ujung ekor tidak termasuk bulu atau rambut panjang yang memanjang melebihi ekor, Panjang Tibia/ betis (Bet) dikur dari lutut hingga pergelangan kaki, Panjang Telinga (T) diukur dari cuilan dasar tekik atau lekuk akrab pangkal indera pendengaran hingga ujung, Bentang Sayap (BS) diukur dengan cara membentangkan sayap kelelawar kemudian diukur dengan mengukur ujung sayap terluar pada salah satu sisi hingga pada ujung sayap terluar sisi yang lain, Panjang Lengan Bawah (LB) diukur dari sisi luar siku hingga sisi luar pergelangan tangandan Panjang Kaki (K). Selanjutnya sampel difoto  dan dilepaskan lagi ke alam.

1.4.1        Analisis Data
Analisis data secara deskriptif ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar spesimen.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Data Kelelawar

Gambar
Keterangan

               
Dokumentasi pribadi
-          Jenis kelamin   :  jantan
-          Panjang Tibia   : 2, 2      cm
-          Panjang Kaki     : 1, 7     cm
-          Panjang Telinga : 1, 37   cm
-          Panjang Ekor     : 0, 5     cm
-          Panjang Sayap   : 17, 23 cm
-          Panjang LB       : 6, 6     cm
Karakteristik
-          Pemakan buah
-          Mempunyai mata yang besar
-          Mempunyai hidung yang kecil
-          Tidak mempunyai tragus (Pteropodidae)
-          Mempunyai cakar
-          Mempunyai gigi seri atas dan bawah masing-masing 4 buah
-          Mempunyai ekor
-          Mempunyai gigi geraham atas 3 atau > 3
-          Termasuk ke dalam Genus Cynopterus sp
-          Mempunyai indera pendengaran dengan garis putih.

Setelah pemasangan perangkap mistnet sebanyak 2 buah pada dua lokasi yang berbeda yaitu di perkebunan teh dan di sekitar penginapan / homestay didapatkan 1 kelelawar yang terperangkap di mistnet sekitar penginapan. Kelelawar yang tertangkap perangkap mistnet di Telaga Warna termasuk ke dalam Subordo kelelawar Megachiroptera dan termasuk Genus Cynopterus sp dengan ciri-ciri dan data ukuran tubuh yang sanggup dilihat pada tabel 4.1.
Anggota subordo Megachiroptera masakan utamanya ialah buah (frugivora), selain itu juga memakan serbuk sari (polen) dan nektar. Subordo ini terdiri atas 1 famili, yaitu Pteropodidae dengan 42 genus dan 166 spesies (Nowak, 1994). Menurut Altringham (1996) anggota subordo Megachiroptera mempunyai ukuran yang relatif besar (bobot minimum 10 gram maksimum 1500 gram dengan bentangan sayap maksimum 1700 mm); mempunyai mata besar dan kemampuan melihat yang berkembang dengan baik; indera pendengaran tidak mempunyai tragus; moncong sederhana dan ekor tidak berkembang; jari kedua dan jari ketiga terpisah relatif jauh dan mempunyai cakar pada jari jari kedua, kecuali pada Eonycteris, Dobsonia, dan Neopterix. Megachiroptera berukuran sedang hingga besar, mempunyai panjang lengan bawah 36 – 228 mm, dan berat tubuhnya mencapai 10 gram hingga dengan lebih dari 1500 gram. Kelelawar dari jenis ini tidak mempunyai kemampuan ekolokasi yang bagus, hanya seperseribu energi bunyi yang dihasilkan oleh kelelawar pemakan serangga terbang dan ikan (Walker, 1983).
Klasifikasi Kelelawar Megachiroptera yang ditemukan berdasarkan Corbert & Hill (1992) ialah sebagai berikut :
Kingdom         :  Animalia
Filum               :  Chordata
Sub Filum        :  Vertebrata
Kelas               :  Mamalia
Ordo                :  Chiroptera
Subordo          :  Megachirptera
Famili              :  Pteropodidae
Genus              : Cynopterus
Spesies            : Cynopterus sp                          Dokumentasi pribadi

Menurut Nowak (1994), kelelawar ditemukan di seluruh permukaan bumi, kecuali di daerah kutub dan pulau-pulau terpencil. Kemampuan terbang kelelawar merupakan faktor penting dalam persebaran binatang ini. Selain itu, jenis pakannya sangat bervariasi sehingga memungkinkan hidup di banyak sekali tipe habitat. Menurut Altringham (1996), sekitar 200 spesies kelelawar ditemukan di Madagaskar dan Afrika; 300 spesies ditemukan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah; 240 jenis  ditemukan di Asia dan Australia; sekitar 40 spesies ditemukan di Amerika Utara dan Eropa. Menurut Suyanto et al. (1998), di Indonesia terdapat 151 jenis kelelawar. Jenis-jenis tersebut menyebar di seluruh kepulauan Indonesia.
Kelelawar di tempat Taman Wisata Alam Telaga Warna termasuk banyak tetapi yang terperangkap pada mistnet hanya 1 ekor sebab mistnet yang dipasang di perkebunan teh kurang strategis dan jarang dilalui oleh kelelawar. Banyaknya kelelawar yang ada di Taman Wisata Alam Telaga Warna sebab tercukupi semua kebutuhan pakan bagi kelelawar yang terdapat pada pohon-pohon buah yang terdapat disana.
Kelelawar merupakan binatang nocturnal yang mempunyai tugas ekologi sangat penting. Kelelawar Megachiroptera mempunyai anggota jenis yang sebagian besar menentukan buah sebagai makanannya, dan beberapa jenis yang lain mengkonsumsi nectar atau polen, berperan penting dalam membantu penyebaran biji (seed dispersal) yaitu dengan cara mengambil buah dari suatu tempat, memakan daging buahnya di tempat yang berbeda dan membuang biji dari buah tersebut. Sebagian biji ikut terpengaruhi dan masuk ke dalam sistem pencernaan. Proses pencernaan masakan dalam tubuh kelelawar berlangsung dalam waktu singkat, sehingga kadang kala kelelawar juga membuang kotoran sambil terbang. Biji-bijian yang dikeluarkan bersama kotoran kelelawar ini kemudian tumbuh menjadi tumbuhan baru. Apalagi didukung oleh kemampuan terbangnya yang cukup jauh, maka kelelawar sanggup berperan sebagai binatang yang paling efektif dalam berbagi biji.
Dalam konteks pemulihan ekosistem hutan dan kelestarian keanekaragaman tumbuhan, kelelawar memainkan peranan yang sangat penting pada proses regenerasi hutan.
Selain berbagi biji Megachiroptera juga membantu penyerbukan bunga pada banyak sekali jenis tumbuhan. Aktivitasnya sebagai pemakan nektar atau serbu sari ini secara tidak eksklusif sanggup membantu penyerbukan beberapa jnis tumbuhan. Seperti kita ketahui bahwa di alam ini ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak bisa menyerbuk sendiri, tetapi memerlukan derma menyerupai manusia, angin, serangga dan binatang lainnya. Jenis-jenis tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh kelelawar ialah durian, pisang, petai, kapok dan lain-lain. Sampai ketika ini diketaui paling sedikit 150 jenis tumbuhan yang proses penyerbukannya dibantu oleh kelelawar sehingga kelelawar bisa memegang “peran kumci” dalam sebuah komunitas hutan.
 Meskipun kelelawar mempunyai tugas yang sangat membantu manusia, kadang kala insan itu sendiri tidak menyadari bahwa kelelawar mempunyai tugas penting dalam kehidupannya. Selain Megachiroptera ada juga Microchiroptea yang berperan sebagai pengendali hayati yaitu kelelawar pemakan serangga yang umumnya menjadi hama tanaman. Selain peran-peran penting bagi manusia, kelelawar juga mempunyai manfaat/ kelebihan lain yaitu guano. Guano ialah kotoran kelelawar yang sanggup dijadikan pupuk sebab kandungan Nitrogen di dalamnya yang tinggi dan baik untuk tanaman.
Mengingat pentingya tugas dan fungsi kelelawar pada suatu ekosistem  sudah seharusnya kita sebagai insan menjaga dan melestarikan keeberadaannya yang merupakan hal penting untuk menjaga keberlanjutan suatu ekosistem sehingga memperlihatkan laba bagi manusia.










BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan

1.    Jenis kelelawar yang didapatkan di Taman Wisata Alam Telaga Warna ialah Megachiroptera dan termasuk Genus Cynopterus sp
2.     Morfologi kelelawar Megachiroptera yang didapat dengan mistnet ialah tidak mempunyai tragus,hidung kecil, bermata besar, mempunyai cakar, mempunyai ekor dan pemakan buah.
3.     Peranan kelelawar di dalam ekosistem khususnya Megachiroptera ialah sebagai polinator bagi tumbuhan, membantu penyebaran biji dan  memegang tugas penting dalam ekosistem hutan.


5.2  Saran
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai manfaaat kelelawar bagi ekosistem. Dilakukan metode yang lebih efektif dalam pengamaan kelelawar semoga hasil penelitian lebih akurat.













DAFTAR PUSTAKA

Akcakaya, H.R., M.A. Brugman, O. Kindval, C.C. Wood, P.S. Gulve, J.S. Hatfield,M.A. McCarthy. 2004. Species Conservation and Management. Oxford
University Press.

Alle, W. C. & K.P. Schmidt. 1963. Ecological Animal Geography 2nd ed. John Willey and Sons Inc. London.
Allen, G. M. 1938. The mammals of China and Mongolia. Natural history of Central Asia, Vol. XI, part 1. AMNH, New York.

Altringham, J.D. 1996. Bats: Biology and Behaviour. Oxford University Press. Oxford.

Azlan M, I Maryanto, and AP Kartono. 2003. Diversity, relative abundance and conservation of chiropterans in Kayan Mentarang National Park, East Kalimantan, Indonesia. In: A Mardiastuti and T Soehartono, editor. Join Biodiversity Expedition in Kayan Mentarang National Park. Ministry of Forestry-WWF-Indonesia-ITTO. Jakarta.

Bates, P. J. J., D. L. Harrison. 1997. Bats of the Indian Subcontinent. Sevenoaks: Harrison Zoological Museum.

Begon, M., C. R. Townsend, J. L. Harper. 2005. Ecology: from Individuals to Ecosystems. Blackwell Publishing United Kingdom.

Bernard, E. Dan M.B. Fenton. 2002. Species diversity of bats (Mammalia: Chiroptera) in forest fragments, primary forests, and savannas in Central Amazonia, Brazil. Canadian Journal of Zoology 80: 1124–1140.

Bierregaard, R.O., T.E. Lovejoy, V. Kapos, A.A. dos Santos, and R.W. Hutchings. 1992. The biological dynamics of tropical rainforest fragments. Bioscience 42:859-866.

Borissenko, A.V., S.V. Kruskop, E.V.Dorokhina. 2001. The Bats (Chiroptera, Mammalia) of the Vu Quang Nature Reserve: community structure and ecomorphological patterns. — Pp. 190–215. In: Materials of zoological and botanical studies in Vu Quang Nature Reserve (Ha Tinh Province,Vietnam), Moscow–Hanoi.

Borissenko, A.V. and Kruskop, S. V. 2003. Bats of Vietnam and AdjacentTerritories and Identification Manual. Joint Russian-Vietnamese Science and TechnologicalTropical Centre Zoological Museum of Moscow M. V. Lomonosov State University Moscow.

Findley, J. S. 1993. Bats a community perspective. Cambridge University Press. New York.
Hill, J. E. & J.D. Smith. 1984. Bats A Natural History. British Museum (Natural History) Cromwell Road. London.
Johnston, D. 2002. Data Collection Protocol Yuma Bat (Myotis yumanensi) in Wetlands Regional Monitoring Program Plan 2002. United States.
Matthew J, Struebig MJ, Kingston T, Zubaid A, Moh-Adnan A, Rossiter SJ. 2008. Conservation value of forest fragments topaleotropical bats. Biol. Conserv. 141 (8):2112-2126.
Nowak, K. M. 1995. Walker’s Bat of the World. John Hopkins University Press, Baltimore nad London.
Suyanto, A. 2001. Kelelawar Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Bogor.
Walker. 1983. Mammal’s of The World, Fourth edition, vol I. The John Hopkins University Press. Baltimore. London.
Yaap B, Struebig MJ, Paoli G, Koh LP. 2010. Reviewing Mitigating The Biodiversity Impact Of Oil Palm Development. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Veterinary Science, Nutrition and Natural Resources 2010, No. 019 1-12.








Sumber http://uniquely-biology.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "✔ Laporan Fieldtrip Ekologi Dasar Pengamatan Kelelawar Di Twa Telaga Warna"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel