Janganlah kaget jikalau dalam pembahasan Biokimia banyak hal yang “menyimpang” dari agama atau keyakinan kita masing-masing dan janganlah bimbang. Memang banyak hal yang bertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama, jadi jangan kita tolak atau terima ilmu pengetahuan dengan mentah-mentah.
Pertanyaan yang mendasari masalah-masalah dalam Biokimia adalah:
Bagaimana kita bisa hidup?
Hanya dari satu pertanyaan ini muncul banyak sekali kontradiksi dari banyak pihak. Baiklah, tapi dikala ini kita akan analisis balasan dari pertanyaan TANPA pengetahuan agamawi kita. Bukan berarti kita mengabaikan apa yang kita anggap benar, namun kita akan mencoba memahami balasan dari pertanyaan ini menurut ilmu yang “scientific”. Penulis sendiri ketika pertama kali mempelajari ilmu Biokimia sempat berkeinginan untuk “menolak” ilmu ini alasannya ialah tidak sesuai dengan keyakinan penulis, tetapi yang namanya ilmu dihentikan kita tolak, dan ilmu (yang baik dan tidak merusak moral, tentunya) niscaya selalu memperkaya wawasan dan niscaya bermanfaat bagi kita jadi jangan alasannya ialah persoalan keyakinan kita menolak ilmu itu.
Menurut teori Big Bang, sekitar 20 milyar tahun yang kemudian dengan suatu “ledakan dahsyat” dan melemparkan aneka partikel sub-atom yang panas dan berenergi tinggi ke ruang angkasa. Setelah mengalami pendinginan, terbentuk inti bermuatan positif hasil adonan partikel-partikel tadi, kemudian inti bermuatan itu menarik elektron yang bermuatan negatif. Dari kejadian itu, terbentuklah ratusan jenis unsur yang dikala ini kita kenal di tabel periodik unsur, dan kemungkinan, seharusnya masih terdapat unsur-unsur lain lagi.
Dari unsur-unsur ini, beberapa di antaranya menjadi penyusun dari organisme hidup, termasuk manusia, tentu saja tidak dalam bentuk unsur tetapi dalam bentuk senyawa (organik). Senyawa-senyawa ini terbukti terbentuk dari hasil evolusi, tidak terbentuk serta-merta begitu saja. Senyawa-senyawa ini, yang selanjutnya disebut biomolekul, merupakan produk kegiatan biologis yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Senyawa-senyawa ini tidak hanya berperan sebagai pembentuk suatu kehidupan tetapi juga berperan dalam penyaluran energi dan bahan senyawa dinamis dan berkesinambungan.
Senyawa-senyawa ini, intinya ialah benda mati. Bila kita pisahkan satu senyawa dari antara biomolekul yang lain dan kita teliti, ternyata memang terbukti bahwa senyawa-senyawa ini tidak melanggar aturan fisis dan kimia perihal benda mati. Lalu, pertanyaan yang sangat mainstream muncul:
Bagaimana rangkaian benda mati ini bisa membuat makhluk hidup?
Sifat faktual dari organisme hidup ialah mereka terdiri dari rangkaian besar senyawa-senyawa yang dianggap “benda mati” yang terorganisir dengan rapi dan sifatnya sangat kompleks. Bila benda-benda mati di sekitar kita hanya terdiri dari beberapa molekul sederhana atau sedikit molekul kompleks, makhluk hidup tersusun atas molekul kompleks dengan jumlah tak terhitung. Molekul-molekul itu saling bekerja sama membentuk organisasi kehidupan yang rapi dan mempunyai fungsi atau tujuan tertentu.
Tiap-tiap molekul dalam makhluk hidup selalu patut dipertanyakan apa fungsinya masing-masing. Beda dengan benda mati, senyawa-senyawa yang ada di benda mati tidak perlu dipertanyakan fungsinya masing-masing, alasannya ialah senyawa-senyawa itu hanya “kebetulan” ada di benda mati tersebut.
Lalu, sehabis pertanyaan diatas berhasil ditemukan jawabannya, muncul lagi pertanyaan yang nampaknya agak sukar dijawab:
Mengapa makhluk hidup bisa mempertahankan hidupnya?
Jika anda pernah mempelajari Ilmu Kimia mengenai kesetimbangan dan entropi (ketidakteraturan), tentu anda bisa “mencerna” pemahaman ini dengan lebih mudah. Tetapi bagi yang belum, tidak persoalan alasannya ialah tidak sesulit itu untuk memahami balasan dari pertanyaan di atas.
Benda-benda mati selalu berusaha untuk berada dalam kesetimbangan dengan lingkungannya. Benda-benda mati lebih menentukan menjalani reaksi menuju ke entropi yang lebih tinggi (lebih tidak teratur / lebih acak). Benda mati tidak bisa mengambil, mengubah, dan memakai energi yang sudah disediakan lingkungan.
Lain halnya dengan benda mati, makhluk hidup bisa mengolah energi dari lingkungannya untuk mempertahankan ke-kompleks-annya dan bisa memakai energi dengan bersiklus untuk melaksanakan kerja maksimal. Organisme hidup tidak pernah menuju kesetimbangan dengan lingkungannya, dan tidak menjalani reaksi menuju ketidakteraturan. Interaksi yang makhluk hidup lakukan dengan lingkungannya bukan menjadi menyerupai lingkungannya, tetapi memperoleh sesuatu dari lingkungan dan menawarkan hal lain kepada lingkungannya.
Hal yang paling istimewa dari makhluk hidup dibanding benda mati ialah mereka diberi karunia untuk melestarikan spesiesnya. Kita tentu belum pernah mendengar benda mati sanggup tumbuh atau bereproduksi. Hal ini menjadi ciri khas dari makhluk hidup, dan semuanya ini sanggup dijelaskan oleh ilmu Biokimia.
Dari semua uraian di atas, kita sanggup lihat bahwa ilmu pengetahuan (terkhususnya biokimia) sanggup menjawab banyak pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam kehidupan kita. Meskipun ilmu pengetahuan modern sanggup menjelaskan segala aspek kehidupan kita, menguji fenomena alam secara rasional, bahkan menolak kepercayaan vitalisme (doktrin yang mengungkapkan bahwa organisme hidup diberi kekuatan misterius dan Ilahi), kita harus tetap ada pada keyakinan kita. Jangan mengakibatkan ilmu pengetahuan itu sebagai penghalang ibadah kita terhadap Tuhan kita masing-masing. Tetaplah bersahabat kepada Yang Mahakuasa, tetapi tetaplah semangat juga mempelajari Biokimia.
Referensi: Dasar-dasar Biokimia (Lehninger, alih bahasa oleh Maggy Thenawidjaja)
0 Response to "Mengenal Biokimia Lebih Dekat"
Posting Komentar