Bahan Non Logam Pelumas Sintetik
a) Sejarah dan Definisi Pelumas Sintetik
Pelumas ialah zat kimia, yang umumnya cairan, yang diberikan di antara dua benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pada awal tahun 1930, Standard Oil dari Indiana mengawali penelitian wacana oli sintetis. Pengembangan dan produksi oli sintetis yang lebih serius dimulai oleh Jerman selama perang dunia II, dimana pada ketika itu pelumas konvensional mereka mengental dan membeku di front Timur dan menggagalkan rencana mereka untuk menyerang Uni Sovyet. Saat mesin jet dikembangkan sehabis perang, dimana telah diketahui bahwa pelumas konvensional tidak bertahan pada temperatur dan tekanan tinggi, maka pelumas sintetiklah yang digunakan dalam semua mesin jet militer.
Kemudian di tahun 1960-an sejarah terulang lagi dan cuaca cuek kembali memacu pengembangan oli sintetik ini, dimana pada ketika itu tentara Amerika membutuhkan pelumas yang lebih baik untuk digunakan di artik dan antartika. NASA menspesifikkan pelumas sintetik untuk digunakan pada semua pesawat ruang angkasa termasuk pesawat terbang. Dewasa ini pelumas sintetik untuk otomotif berkembang sebagai dampak pribadi dari kebutuhan militer dan keperluan perminyakan extraterrestial (www.mr2.com).
Pelumas ialah minyak lumas dan gemuk lumas yang berasal dari minyak bumi, materi sintetik, pelumas bekas dan materi lainnya yang tujuan utamanya untuk pelumasan mesin dan peralatan lainnya (Kepres RI No.21 Th. 2001). Sunardi (dalam kharisuddin, 2006) mengklasifikasikan minyak pelumas menurut materi dasar yaitu pelumas dengan materi dasar nabati, mineral dan sintesis. Pelumas berbahan dasar nabati diperoleh dari biji atau buah tumbuhan tersebut, contohnya minyak dari biji jarak, minyak kelapa, dan minyak biji kapas (Amanto dalam Gufron, 2006). Pelumas berbahan dasar mineral diperoleh dari destilasi atau penyulingan minyak bumi secara bertahap. Pelumas sintetik berbahan dasar gabungan banyak sekali macam materi kimia yang dibentuk di laboratorium.
Minyak pelumas sintetik dibentuk dari proses pencampuran minyak pelumas dasar yang berasal dari materi sintetik (bukan dari minyak bumi) ditambah dengan materi aditif. Bahan aditif yang ditambahkan berfungsi untuk mengurangi goresan dan melincinkan, meningkatkan viskositas, menambah indek viskositas, menghambat korosi dan oksidasi dari reaktan atau kontaminan (en.wikipedia.org/wiki/lubricant).
Bahan aditif yang biasanya digunakan untuk meningkatkan kualitas pelumas antara lain: zinc dialkyldithiopjospate (ZDDP), biasanya juga mengandung kalsium, yang berfungsi untuk melindungi dari kondisi dibawah tekanan yang ekstrim atau dalam situasi performansi yang berat. Aditif ZZDP dan kalsium juga ditambahkan untuk melindungi pelumas motor dari gangguan oksidasi atau mencegah terbentuknya kotoran dan kerak pernis; molybdenum, beberapa aditif pelumas jenis ini di klaim sanggup mengurangi gesekan, ikatan dengan logam, atau mempunyai sifat anti aus (en.wikipedia.org/wiki/motor_oil).
Minyak pelumas sintetik mempunyai sifat lebih unggul dalam hal stabilitas termalnya, sifat alirnya, indeks viskositas, dan stabilitas penguapannya. Oleh alasannya ialah itu minyak pelumas sintetik memperlihatkan unjuk kerja yang lebih baik daripada minyak pelumas mineral (Suhardono, dkk. Mulyana dan Tjahjono, 2003).
b) Bahan Dasar Pelumas Sintetik
Bahan dasar pembuatan pelumas oli sintetik antara lain poly-alphaolefin (PAO), polyalkylene glycols (PAG), alkylated napthalenes (AN), alkyklated benzenes, dan synthetic esters (misalnya: diesters, polyolesters, silicate esters, phospate esters) (en.wikipedia.org/wiki/Synthetic oil dan en.wikipedia.org/wiki/ lubricant). Miller (dalam Justiana dan Hardanie, 2007) menemukan materi dasar gres untuk menciptakan pelumas sintetis yaitu dari limbah plastik jenis polietilena.
Salah satu materi kimia yang banyak digunakan sebagai materi dasar minyak pelumas sintetis ialah polyolester. Mulyana dan Tjahjono (2003) dalam risetnya telah berhasil mensintesis suatu senyawa polyolester dimana menurut hasil analisa viskositas dan densitas terlihat bahwa senyawa tersebut ibarat pelumas hidolik dengan tipe VG 5 atau PG 10 jenis pelumas dari pertamina. Tahap-tahap reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan senyawa polyolester yang digunakan sebagai materi dasar pembuatan pelumas sintetik adalah: metanolisis, produksi asam peracetate, epoksidasi, dan hidrolisis. Parameter yang diobservasi ialah konsentrasi dan komposisi reaktan, katalis dan waktu reaksi.
Plastik jenis polietilena sanggup dibentuk sebagai materi dasar pembuatan pelumas. Dalam penelitiannya, Miller (dalam Justiana dan Hardanie, 2007) telah berhasil menciptakan senyawa yang mirip hidrokarbon cair yang sanggup diubah menjadi pelumas. Adapun proses pembuatannya ialah sebagai berikut: plastik polietilena dipanaskan dengan menggunakan metode pirolisis, kemudian terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair yang mempunyai bentuk mirip lilin (wax), sifat kimia senyawa hidrokarbon cair hasil pemanasan limbah plastik tersebut mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga sanggup diolah menjadi minyak pelumas. Proses selanjutnya ialah mengubah senyawa hidrokarbon cair menjadi pelumas dengan menggunakan metode hidroisomerisasi.
c) Fungsi Pelumas Sintetik
Minyak pelumas (oli) merupakan salah satu pecahan yang terpenting dalam mesin piston (motor bakar) atau mesin-mesin dimana terdapat komponen yang bergerak, mirip poros (shaft), alas putar (bearing) dan roda gigi (gear). Hal ini alasannya ialah oli berfungsi sebagai pelumas pada permukaan komponen yang saling bersentuhan. Dengan adanya pelumas, energi yang terbuang alasannya ialah goresan menjadi minimal dan dengan demikian usia pakai komponen menjadi bertambah. Fungsi oli yang lain ialah sebagai pendingin dari efek panas yang dihasilkan dari pembakaran materi bakar dan dari goresan antara komponen.
Pada ketika mesin bekerja, goresan terjadi berulang-ulang antar komponen mesin. Hal inilah yang sanggup menjadikan keausan atau kerusakan pada pecahan permukaan komponen tersebut. Minyak pelumas inilah yang kemudian berfungsi menciptakan permukaan antar komponen menjadi licin, sehingga goresan pribadi antar komponen mesin tersebut sanggup dicegah. Besarnya goresan sanggup menimbulkan mesin mengalami overheat (kelewat panas) sampai macet atau menimbulkan kerusakan pada silinder, piston, klep, laher dan lainnya. Hal itu pun sanggup menjadikan ketidakberesan pompa oli, dan kebocoran susukan oli.
Salah satu fungsi pelumas ialah mencegah korosi (corrosion inhibitor). Proses pembakaran normal akan menghasilkan air dan asam dan ketika mesin telah cuek sanggup ditemukan dalam susukan mesin, sehingga pelumas mesin perlu ditambahkan dengan materi penghambat korosi yaitu gabungan organik dari fosfor dan sulfur yang sanggup mencegah kecenderungan pembakaran yang menimbulkan korosi pada permukaan logam contohnya pada dinding silinder dan mencegah kerusakan bantalan-bantalan utama khususnya yang dibentuk dari paduan timah-perunggu (Amanto dalam Gufron, 2006).
d) Sifat-Sifat Pelumas Sintetik
Pelumas sintetik mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan pelumas mineral. Tabel 1. berikut menggambarkan perbandingan sifat-sifat pelumas sintetik (Amsoil sintetik 10W-40) dengan Petroleum 10W-40:
e) Keunggulan dan Kelemahan Pelumas Sintetik
Berikut beberapa keunggulan oli sintetik dibandingkan oli mineral:
- Lebih stabil pada temperatur tinggi.
- Mengontrol/Mencegah terjadinya endapan karbon pada mesin
- Sirkulasi lebih lancar pada waktu start pagi hari/cuaca dingin.
- Melumasi dan melapisi metal lebih baik dan mencegah terjadi goresan antar logam yang berakibat kerusakan mesin.
- Tahan terhadapan perubahan/oksidasi sehingga lebih tahan usang sehingga lebih hemat dan efisien.
- Mengurangi terjadinya gesekan, meningkatkan tenaga dan mesin lebih dingin.
- Mengandung detergen yang lebih baik untuk membersihkan mesin dari kerak (www.indocina.net).
Selain mempunyai beberapa keunggulan pelumas sintetik juga mempunyai kelemahan, adapun kelemahannya ialah sebagai berikut:
- Harga jual pelumas sintetik lebih mahal dibandingkan pelumas mineral. Hal ini dikarenakan proses pembuatan pelumas sintetik lebih mahal dibandingkan pelumas mineral.
- Pelumas sintetik kurang cocok digunakan pada mesin berteknologi usang (mesin tua), dan mesin sepeda motor. Gufron (2006) menyatakan penggunaan pelumas sintetik pada mesin berteknologi usang menjadi boros dan mesin menjadi garang alasannya ialah pada mesin tersebut celah antar komponen biasanya sangat besar/renggang sehingga pelumas sanggup ikut masuk ke ruang pembakaran dan ikut terbakar sehingga pelumas cepat habis dan knalpot berasap. Bila mengisi pelumas full syntetic yang khusus bukan untuk sepeda motor, sanggup menimbulkan pelat kupling slip alasannya ialah terlalu licinnya pelumas sintetis. Dampaknya, tenaga mesin menjadi berkurang alasannya ialah cengkeraman antara pelat kupling berkurang, tenaga mesin akan terasa berat. Bila kondisi ini dibiarkan terus-menerus, kupling pun sanggup terbakar (www.pikiran-rakyat.com).
- Berpotensi dalam dilema dekomposisi kimiawinya pada lingkungan (en.wikipedia.org/wiki/synthetic_oil).
f) Aplikasi Pelumas Sintetik Pada Mesin Otomotif
Jenis oli full synthetic di AS dan Eropa sudah mencapai 40% bagi pasar otomotif alasannya ialah mobil-mobil produksi terbaru umumnya merekomendasikan pemakaian oli mesin tersebut untuk perlindungan mesin optimal. Daya lumas oli sintetik ini juga sanggup 3 kali lipat lebih jauh dibandingkan pelumas biasa, umumnya sanggup kondusif sampai 12 ribu km. Sedangkan pelumas materi mineral hanya tahan sekitar 4.000 km dan semi sintetik 6.000 km.
Pelumas sintetik ini sangat baik digunakan untuk pelumas racing. Pelumas racing biasanya diformulasi khusus dengan menggunakan materi dasar pelumas (base oil) sintetik bermutu tinggi dan paket aditif khusus yang memperlihatkan daya membersihkan (detergency), materi pendispersi (dispersancy), anti oksidan (anti-oxidant), anti korosi (anti rust), dan anti keausan (anti-wear) yang amat tinggi guna memperlihatkan kontribusi prima terhadap wear (keausan), scuffing (baret) dan seizure yang menjaga mesin selalu prima meskipun dalam kondisi berat (www.kompas.com).
Oli sintetik sangat baik untuk kendaraan beroda empat sedan/sport keluaran tahun 2000 ke atas. Begitu pula untuk kendaraan beroda empat tua. Tetapi untuk mesin bau tanah pemakaian olinya akan boros dan bunyi mesin agak garang alasannya ialah pada umumnya oli sintetik berkarakter mirip SAE 10W-40 lebih encer pada suhu mesin panas. Kaprikornus untuk mesin bau tanah sebaiknya menggunakan oli multigrade SAE 20W-50. Untuk kendaraan beroda empat lebih bau tanah dan kurang terawat mirip keluaran tahun 70-an, menggunakan oli SAE 40 atau 50 paling hemat (www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404 /02/otokir/lainnya3.htm).
Bagi mesin kendaraan beroda empat produksi terbaru dari tahun 2003 keatas, oli 100% full synthetic semakin diharapkan alasannya ialah mesin-mesin gres produksi Jepang, AS, dan Eropa, menggunakan mesin dengan toleransi semakin akurat/presisi. Untuk itu mesin kendaraan beroda empat itu perlu pelumas yang kadar kekentalanya (SAE) lebih encer antara 10W-40, 10W-50, 15W-40 ataupun 20W-50 bagi mesin lama.
0 Response to "Bahan Non Logam Pelumas Sintetik"
Posting Komentar