Bagaimana Membangun Kesadaran Lingkungan Dalam Keluarga
Meskipun dampak negatif lingkungan yang buruk, semakin hari semakin kita rasakan, menyerupai banjir, sampah dan polusi, namun sikap masyarakat dalam menjaga alam belum banyak berubah. Orang masih buang sampah sembarangan, memakai plastik berlebihan dan mempersempit ketersediaan ruang hijau.
Salah satu solusinya adalah membangun kesadaran lingkungan mulai dari keluarga. Bagaimana caranya?
World Wild Life Fund (WWF), sebagai salah satu kampiun penggiat lingkungan, sudah melaksanakan banyak sekali kampanye di Indonesia. Lembaga ini sangat serius dan concern terhadap kondisi lingkungan global. Sadar pentingnya komunikasi, terutama di abad media internet, WWF menjalin kerjasama erat dengan Blog Detik dalam membuatkan pesan – pesan lingkungan.
Salah satu hal yang mungkin perlu dilihat oleh WWF dan Blog Detik dalam kampanye mereka yaitu bagaimana membangun kesadaran lingkungan lewat tugas keluarga.
Keluarga yaitu komponen paling penting dalam kehidupan bermasyarakat. Segala sesuatu dimulai dari sana. Kerusakan dalam keluarga niscaya berdampak pada kehidupan di masyarakat. Baik itu terhadap anak, orang bau tanah maupun anggota keluarga lainnya.
Oleh lantaran itu, kampanye kesadaran lingkungan selayaknya dimulai dari keluarga. Anak – anak yang dididik semenjak kecil oleh orang tuanya untuk membuang sampah pada tempatnya, niscaya kesannya lebih manjur daripada semua kampanye lingkungan yang tiba dari luar.
Namun perlu seni administrasi khusus untuk membangun kesadaran lingkungan dalam keluarga.
Di dalam keluarga terdapat beberapa pihak yang mempunyai kepentingan berbeda – beda. Cara mendekati mereka harus berbeda diubahsuaikan dengan kepentingan mereka. Dengan begitu, kesannya sanggup lebih optimal lantaran pendekatan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Di keluarga, ada tiga pihak, yaitu Orang Tua, Asisten Rumah Tangga dan Anak. Masing – masing membutuhkan cara kampanye dengan metode dan pesan yang berbeda – beda.
Baca juga: Hemat Belanja Private Label di Toko Swalayan
Kampanye Lingkungan #1: Orang Tua
Orang tua, lengkap atau single parent, yaitu pemegang otoritas tertinggi di rumah. Mereka yang mengarahkan biduk rumah tangga. Semua anggota di rumah patuh pada komando orang tua.
Kesadaran lingkungan, paling utama dan pertama, harus dibangun dari orang tua. Mereka harus disadarkan dulu mengenai pentingnya lingkungan sehat dan bagaimana mewujudkannya dalam kehidupan keluarga.
Karena posisi yang sentral dan punya otoritas di keluarga, bila orang bau tanah sudah paham dan sadar, akan lebih gampang mengedukasi penghuni rumah yang lain. Like father, like son.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan observasi terhadap keluarga lain, saya menilai kampanye yang sifatnya himbauan kurang efektif. Himbaungan itu didengar, dimengerti, diamini namun tidak dilaksanakan oleh para orang bau tanah di rumah.
Ambil teladan sampah plastik. Kita semua menyaksikan di TV dan mendengar di radio soal imbas jelek plastik. Bahkan seringkali merasakannya langsung, plastik menyumbat susukan air yang lalu berakibat fatal, menjadikan kebanjiran atau kerusakan lingkungan lainnya.
Namun, sikap memakai dan mengolah sampah plastik di rumah tidak pernah berubah. Tetap saja, plastik dipakai secara berlebihan dan tidak dipisahkan dari sampah – sampah yang lain biar sanggup di recycle atau reuse. Ketika ditanya, orang bau tanah rata – rata menjawab tidak simpel dan ribet, bila harus memisahkan sampah plastik dari yang sampah lainnya.
Bagaimana cara kampanye yang paling efektif?
Ketika merancang kampanye, kita harus pahami dulu apa perhatian orang tua. Apa concern mereka.
Menurut saya, concern lebih banyak didominasi orang bau tanah yaitu keuangan keluarga. Bagaimana memastikan punya keuangan yang sehat, uang yang cukup, sehingga kebutuhan pendidikan anak, kesehatan dan rekreasi, sanggup terpenuhi.
Nah, kampanye lingkungan harus menyentuh hal tersebut. Bagaimana memperlihatkan pada para orang bau tanah bahwa lingkungan yang sehat sangat sanggup mewujudkan keuangan yang sehat. Atau dengan kata lain, memperbaiki lingkungan membantu memperbaiki kondisi keuangan Anda.
Ada banyak teladan bagaimana perbaikan lingkungan menghemat pengeluaran rumah tangga. Misalnya sebagai berikut:
- Menggunakan lampu jenis TL. Ini lampu hemat energi. Meskipun harga lampu TL lebih mahal, kedepannya listrik yang dihemat jauh lebih besar, sehingga secara keseluruhan keluarga sanggup mengurangi tagihan listrik. Menurut perhitungan sebuah tabloid ekonomi terkemuka, penghematan tagihan yang sanggup dinikmati setiap bulan mencapai Rp 50 rib sd Rp 200 rb (untuk daya 2,200 watt). Penghematan yang cukup signifikan.
- Menggunakan cloth diaper.Ini pampers bayi berbahan dasar kain. Karena bahannya kain, pampers ini sanggup dicuci, sehingga sanggup dipakai berulang – ulang. Harga pembelian cloth diaper memang lebih mahal dari diaper disposable. Namun, lantaran pemakaian yang berulang – ulang tersebut, penghematan cukup signifikan tiba dari tidak perlu membeli lagi disposable pamper secara rutin.
- Menggunakan Air Susu Ibu (ASI). Lho, kok ASI? Iya, selain sehat, menyusui ASI menghemat pengeluaran keluarga. Tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu formula yang harganya tidak murah. Prita Ghozie, seorang perencana keuangan, pernah membeberkan fakta bahwa pertolongan ASI kepada bayinya berhasil menghemat pengeluaran hingga Rp 30 juta (wow!!). Fakta ini disampaikan dalam buku terbarunya yang berjudul “Make it Happen”.
Menurut saya, fakta keuangan ini yaitu pesan yang berpengaruh yang akan melekat rekat di benak para orang tua. Jika yang disentuh yaitu kantongnya, saya yakin bapak atau ibu, atau keduanya, niscaya tidak hanya aware, tetapi lebih dari itu, mau melaksanakan kampanye lingkungan sehat. Dampak dan ukurannya terang buat mereka, rupiah yang terselamatkan.
Kampanye Lingkungan #2: Asisten Rumah Tangga
Kenapa Asisten Rumah Tangga (ART) penting dalam kampanye lingkungan? Apa tugas mereka?
Mayoritas orang bau tanah di kota besar, menyerupai Jakarta dan Surabaya, menghabiskan sebagian waktunya di luar rumah. Berangkat kerja di pagi hari, pulang petang atau bahkan malam. Aktivitas di rumah menjadi dikelola oleh ART, termasuk hal – hal yang berafiliasi dengan lingkungan.
Contohnya, yang membuang sampah dan memisahkan plastik serta non-plastik di rumah yaitu ART. Jarang sekali acara ini dilakukan oleh para orang tua. Para ART inilah yang punya kuasa.
Saya pernah meminta ART di rumah untuk memisahkan sampah plastik dan non – plastik. Karena tidak sempat mengawasi, saya gres sadar bahwa ART tidak melaksanakan pemisahan sampah tersebut. Saat ditanya alasan tidak melakukannya, ART menjawab “untuk apa dipisahkan, lantaran nanti kan ada pemulung yang akan melakukannya”.
Jawaban ini refleksi kurangnya pemahaman ART soal pengelolaan lingkungan. Namun, saya lalu maklum bahwa selama ini, saya hanya memberi perintah, tanpa pernah menjelaskan kepada mereka, kenapa pemisahan sampah plastik itu penting.
Oleh alasannya yaitu itu, kampanye lingkungan harus sanggup memberikan pesan hingga ke ART. Mereka harus diberdayakan, dibentuk paham mengenai pentingnya lingkungan hidup. Jangan menganggap posisi ART tidak penting dalam keluarga. Mereka sangat penting, terutama dalam operasional rumah tangga.
Masalahnya, jarang saya melihat, kampanye lingkungan yang menyasar ART. Fokusnya yaitu pada orang bau tanah dan anak – anak. Padahal, menyerupai teladan saya sebelumnya, ART yaitu eksekutor di rumah. Percuma punya ide, paham, namun eksekusinya gagal.
Kampanye Lingkungan #3: Anak – Anak
Secara teori, membangun kesadaran kepada anak – anak paling mudah, lantaran mereka masih ‘hijau’, ‘kertas putih’, belum banyak dipengaruhi oleh pihak – pihak lain. Namun, kenyataannya, banyak orang bau tanah merasa gagal membangun kesadaran lingkungan kepada anak – anak mereka.
Kenapa hal itu terjadi?
Pertama, pendidikan tidak dimulai dari rumah, orang bau tanah menyerahkan tanggung jawab kepada sekolah, pemerintah atau penggiat lingkungan. Orang bau tanah berasumsi bahwa pendidikan lingkungan bukan tanggung jawab mereka lantaran ada pihak eksternal yang lebih mumpuni melaksanakannya.
Padahal, pendidikan lingkungan harus dimulai oleh orang bau tanah dari rumah. Orang bau tanah yaitu pendidik yang paling efektif. Orang bau tanah punya otoritas, termasuk dalam memperlihatkan pendidikan lingkungan yang sehat. Anak niscaya lebih mendengar orang tuanya dibandingkan orang lain.
Kedua, pendidikan dimulai secara terlambat, tidak semenjak anak kecil. Pemahaman soal lingkungan gres diperkenalkan saat anak beranjak cukup umur lantaran dianggap mereka akan lebih gampang mengerti.
Ini cara yang kurang tepat. Semakin besar anak, semakin banyak imbas luar hadir mempengaruhinya. Mulai dari imbas teman, sekolah hingga media massa. Pendidikan orang bau tanah akan bersaing dengan imbas – imbas ini yang tidak semuanya punya pesan positif soal lingkungan.
Jika dimulai semenjak dini, masih sedikit pengaruhi eksternal, anak akan lebih gampang ditanamkan inspirasi – inspirasi baru. Tugas orang bau tanah mendidik anak soal lingkungan menjadi lebih mudah.
Ketiga, yang paling penting dan sering menjadi penyebab kegagalan, yaitu orang bau tanah hanya berceramah tanpa beraksi. No Action Talk Only. Ini teladan yang sangat buruk.
Ketika tindakan dan omongan tidak sejalan, otoritas orang bau tanah dimata anak – anak menyusut. Anak – anak menjadi enggan menjalankan hal – hal yang diperintahkan orang tua. Perlu paksaan untuk menciptakan anak melakukannya.
Akan tetapi, sebaliknya, tindakan tanpa ceramah, justru lebih efektif. Anak – anak sanggup eksklusif melihat orang tuanya melaksanakan sesuatu. Tanpa disuruh, anak niscaya akan mengikuti sikap orang tuanya.
Demikian uraian soal cara membangun kampanye lingkungan dalam keluarga. Uraian ini sanggup menjadi masukkan bagi para pengambil keputusan, masyarakat dan penggiat lingkungan, menyerupai WWF dan Blog Detik, saat menyusun planning tindakan dan langkah agresi mengenai evakuasi lingkungan kita bersama.
Artikel lain soal Keuangan:
Sumber https://duwitmu.com
0 Response to "Bagaimana Membangun Kesadaran Lingkungan Dalam Keluarga"
Posting Komentar