Resistensi Mycobacterium Tuberculosis (Tbc)
Resistensi Tuberculosis (TBC)
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Tuberculosis merupakan penyakit abses penyebab ajal dengan urutan atas atau angka ajal (mortalitas) tinggi, angka insiden penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Tuberculosis merupakan penyakit abses penyebab ajal dengan urutan atas atau angka ajal (mortalitas) tinggi, angka insiden penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC sanggup menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut asumsi WHO, 1/3 penduduk dunia dikala ini telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab ajal utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas sesudah ISPA. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita gres TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita gres TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akhir TBC di Indonesia. Orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas badan sangat berperan untuk membatasi abses sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.

• Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia sesudah India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
• Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab ajal nomor tiga (3) sesudah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanal pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
• Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB yakni 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB yakni 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB yakni 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB yakni 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
Tuberculosis atau TBC adalah penyakit abses yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai daerah abses primer. Selain itu, TBC sanggup juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, kuman yang berperan yakni Mycobacterium bovis.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari pribadi tetapi sanggup bertahan hidup beberapa jam di daerah yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini sanggup dorman selama beberapa tahun. Kuman sanggup disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung semenjak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai yakni paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu hingga dua tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai dipakai paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, rifampisin dan ethambutol selama 6 bulan. Jenis dan sifat OAT yang kini masih di gunakan yaitu : Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pyrazinamide (Z), Streptomycin (S), yang bersifat Bakterisid dan Ethambutol (E) yang besifat Bakteriostatik.
Tuberkulosis (TBC) yakni penyakit lama, namun hingga dikala ini masih belum bisa dimusnahkan. Jika dilihat secara global, TBC membunuh 2 juta penduduk dunia setiap tahunnya, dimana angka ini melebihi penyakit abses lainnya. Sulitnya memusnahkan penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya yakni munculnya kuman yang resisten terhadap obat yang digunakan.
Usaha penanggulangan tuberkulosis sering terhambat oleh penyebaran strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten multi obat. Salah satu upaya untuk mengatasi duduk masalah tersebut yakni dengan penyampaian info mengenal data resistensi kuman secara berkala. Dari penelitian dilaksanakan semenjak Januari 2000 hingga Desember 2004 dengan memakai 99 isolat Mycobacterium tuberculosis di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran UGM di ketahui sejumlah isolat telah resisten terhadap obat antituberkulosis.
Hasil pengamatan terhadap resistensi Mycobacterium tuberculosis menunjukkan bahwa terhadap obat pilihan pertama dengan kisaran 24,24% hingga 43,43%. Resistensi terendah yakni terhadap INH (24,24%) dan tertinggi Rifampisin (43,43%), sedangkan terhadap Streptomisin terdapat resistensi sebesar 33,33% dan terhadap Ethambutol 26,26%. Resistensi terhadap OAT pilihan kedua berkisar antara 14,29% hingga 49,50%. Resistensi tertinggi terhadap Kanamisin dan terendah terhadap Ofloksasin (Rintiswati dkk, 2005).
Dari analisa DNA squence terdapat beberapa gen khusus yang sangat berpengaruh untuk memilih identitas Mycobacterium tuberculosis komplek yaitu gen rpoB, katG, rpsL,dan gyrA. Dari penelitian sebelumnya diketahui kuman yang telah resisten terhadap obat TB (Multi-drug resistant tuberculosis/MDR-TB) ibarat resistensi INH yang dimediasi terjadinya perubahan gen paling umum pada gen katG, inhA dan rpoB (Yu Hi, et all. 2010). Menurut Rintiswati dkk, (2005) INH bekerja dengan sasaran utama asam mikoloat, pada strain resisten asam mikoloat berubah strukturnya lantaran terjadi mutasi beberapa gen yakni katG, inhA, kasA dan ahpC. Sedangkan sasaran streptomisin yakni protein ribosom pada strain resisten obat ini telah terjadi mutasi pada gen rpsL dan rrs.
N.A, Abas dkk (2010) mengambarkan dengan memakai metode gyrB-base PCR pada 79 sampel isolat TB pasien didapatkan 97,5% merupakan anggota Mycobacterium tuberculosis komplek dan 2,6% digolongkan mycobacteria other than TB (MOTT). Dalam metode ini memakai PCR dengan sasaran gen gyrB pada fragmen 1,020-bp memakai primer MTUB-f (5’-TCG GAC GCG TAT GCG ATA TC-3’) dan MTUB-r (5’-ACA TAC AGT TCG GAC TTG CG-3’).(Eurofins MWG, Operon, Germany). Sehingga perubahan pada gen tertentu dari Mycobacterium tuberculosis sanggup dianalisa untuk memilih strain dari Mycobacterium tuberculosis.
Munculnya kuman yang resisten terhadap obat yang digunakan. Karena itu, upaya inovasi obat gres terus dilakukan.Sebagai buah dari upaya tersebut, baru-baru ini ditemukan obat TBC yang berjulukan “fluoroquinolone” yang bisa membunuh kuman M. tuberculosis secara efektif. Hal ini tidak hanya dibuktikan secara in vitro, tetapi juga secara in vivo. Karena itu fluoroquinolone ini diharapkan bisa menjadi senjata ampuh untuk menghadapi “perang” melawan TBC. Saat ini, fluoroquinolone telah dipakai untuk terapi TBC dan bahkan kebutuhannya makin usang semakin meningkat.
Fluoroquinolone yakni obat yang menghambat replikasi kuman M. tuberculosis. Replikasi dihambat melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim yang mutlak dibutuhkan dalam proses replikasi kuman M. tuberculosis. Enzim ini tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan dari struktur double helix menjadi super coil. Dengan struktur super coil ini DNA lebih gampang dan mudah disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali. Dalam proses ini terbentuk produk sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA (kompleks gyrase-DNA).
Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini, dan menciptakan gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya kembali. Akibatnya, DNA kuman tidak akan berfungsi sehingga kesannya kuman akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleks gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas kembali sehingga bisa di daur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif.
“Senjata ampuh” fluoroquinolone ternyata juga tidak ibarat yang diharapkan. Bakteri M. tuberculosis kesannya juga bisa resisten terhadap senyawa ini. Dari hasil analisa mengambarkan bahwa pada kuman yang resistensi ditemukan mutasi pada enzim gyrase. Fakta ini sekaligus menjadi bukti adanya relasi yang dekat antara fluoroquinolone dan enzim gyrase, ibarat yang dijelaskan di atas. Dan ternyata tidak hanya itu. Baru-baru ini, adonan grup peneliti dari Albert Einstein College of Medicine, USA, John Innes Centre, UK, dan Instituto Venezolano de Investigaciones, Venezuela menemukan gen yang berperan terhadap proses resistensi kuman M. tuberculosis terhadap fluoroquinolone (Hedge et al, 2005). Mereka juga menemukan prosedur resistensi kuman M. tuberculosis terhadap fluoroquinolone ini. Penemuan mereka menerima perhatian, tidak hanya lantaran inovasi mereka yang baru, tetapi juga lantaran protein yang diproduksi dari gen yang mereka temukan mempunyai struktur yang unik.
Seperti yang dimuat di jurnal Science edisi 3 Juni 2005, grup peneliti ini menemukan gen mfpA di kuman penyebab TBC ini. Mereka kemudian mengisolasi gen mfpA tersebut mengekspresikannya di Escherichia c0l1. Mereka kemudian mengkristalisasi dan selanjutnya menganalisa struktur 3-dimensinya dengan memakai sinar X. Hasil analisa struktur 3-dimensi inilah yang menciptakan inovasi mereka gres dan unik, sehingga menerima perhatian. Mereka menemukan struktur protein MfpA ibarat dengan struktur DNA , yang mempunyai struktur double-helix. Struktur ini disebabkan lantaran susunan asam amino (elemen pembentuk protein) yang unik. Protein MfpA ini terdiri dari barisan 5 jenis asam amino yang berulang-ulang (pentapeptide repeat). Dan setiap barisan 5 asam amino tersebut berakhir dengan leucine atau phenylalanine. Protein ini biasanya berikatan satu sama lain di penggalan ujung carboxyl (C-terminus) membentuk dimer.
Mekanisme Resistensi M. tuberculosis, Dengan struktur yang unik ini, protein MfpA berguna bagi kuman M. tuberculosis untuk resisten terhadap fluoroquinolone. Berdasarkan analisa model dengan memakai komputer (computer modeling) ditemukan bahwa protein MfpA bisa masuk ke dalam penggalan aktif (active site) dari enzim gyrase, ibarat halnya DNA. Ini disebabkan lantaran protein MfpA mempunyai struktur yang sama dengan DNA. Akan tetapi berbeda dengan interaksi gyrase dengan DNA, interaksi gyrase dengan MfpA menjadikan gyrase tidak bisa berinteraksi dengan fluoroquinolone. Dengan kata lain, kompleks MfpA-gyrase tidak bisa berinterkasi dengan fluoroquinolone, sehingga fluoroquinolone tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Interaksi gyrase dan DNA penting dalam proses replikasi kuman M. tuberculosis. Interaksi protein MfpA dengan gyrase, secara otomatis juga menghambat interaksi gyrase dengan DNA. Dengan kata lain, protein MfpA merupakan inhibitor dari enzim gyrase, yakni menghambat acara enzim gyrase itu sendiri. Hambatan fungsi enzim gyrase ini menjadikan proses replikasi M. tuberculosis terganggu. Pada kenyataannya memang demikian. Artinya, perkembangbiakan kuman M. tuberculosis menurun, akan tetapi hal ini lebih baik bagi kuman dari pada mati lantaran obat fluoroquinolone. Dan biasanya kuman yang resisten terhadap suatu obat bukan secara tiba-tiba, melainkan mulai dari jumlah yang sedikit dan kemudian perlahan-lahan bertambah sesuai dengan perjalanan waktu.
Mekanisme fungsi protein MfpA dalam proses resistensi M. tuberculosis sangat unik. Pada umumnya resistensi disebabkan oleh penguraian obat anti-bakteri oleh enzim atau protein tertentu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan protein MfpA. Protein ini hanya memproteksi interaksi obat dengan targetnya. MfpA yakni protein yang pertama kali dibuktikan mempunyai fungsi demikian.
Penemuan yang unik ini sangat berharga bagi penelitian TBC, tidak hanya untuk penelitian dasar (basic science) tetapi juga untuk penelitian aplikatif ibarat penelitian untuk pengambangan obat TBC. Dengan inovasi ini paling tidak bisa diprediksi bahwa pengembangan obat yang mempunyai stuktur kimia ibarat dengan fluoroquinolone mempunyai peluang yang besar untuk memicu munculnya kuman M. tuberculosis yang resisten. Begitu juga halnya dengan pengembangan obat yang menjadikan enzim gyrase sebagai sasaran akan menjadikan hal yang sama. Karena itu, akan lebih baik jikalau kita mengalihkan perhatian kita terhadap enzim lain untuk mencari sasaran dalam pengembangan obat TBC.
Sumber Referensi
1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2007, Edisi 2, Departemen Departemen Kesehatan Republik Indonesi.
2. N.A. Abass, K.M. Suleiman, IM El Jalii. 2010. Defferentiation of clinical Mycobacterium tuberculosis complx isolates by their GyrB polymorphism.indian journal of medical microbiology, 28 (1): 26-9.
3. Ning Rintiswati, Ery Kus Dwianingsih, Afif Rahman, Iswanto, Yus Rizal, Sumardi. Resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap beberapa obat anti tuberculosis pilihan utama dan pilihan kedua di Laboratorium Mikrobiologi FK UGM Tahun 2000 – 2004 Pengarang:, Jurnal :Berkala Ilmu Kedokteran 2005, XXXVII(4). Tahun:2005
4. Hegde SS, Vetting MW, Roderick SL, Mitchenall LA, Maxwell A, Takiff HE, Blanchard JS.A fluoroquinolone resistance protein from Mycobacterium tuberculosis that mimics DNA. Science. 2005 Jun 3;308(5727):1480-3.Department of Biochemistry, Albert Einstein College of Medicine, 1300 Morris Park Avenue, Bronx, NY 10461, USA.
5. Yi Hu,Sven Hoffner,Weili Jiang,Weibing Wang,Biao Xu. 2010. Extensive transmission of isoniazid resistant M. tuberculosis and its association with increased multidrug-resistant TB in two rural counties of eastern China: A molecular pidemiological study.BMC Infectious Diseases, 10:43. http://www.biomedcentral.com/1471-2334/10/43.
Sumber http://wanenoor.blogspot.com/
0 Response to "Resistensi Mycobacterium Tuberculosis (Tbc)"
Posting Komentar