Postmodernisme Dalam Cerpen Sugriwo-Subali Karya Yanusa Nugroho
Postmodernisme dalam Cerpen Sugriwo-Subali
Karya Yanusa Nugroho
Pendahuluan
Filsafat modern yang dibawa oleh Descartes dianggap melahirkan banyak sekali dampak buruk untuk dunia di kemudian hari. Filsafat modern, bagaimanapun telah membawa dunia kepada perubahan yang sangat besar. Namun, di sisi lain ia juga menerima kecaman dari banyak sekali pihak, khususnya fatwa Postmodernisme. Pandangan dualistiknya yang membagi seluruh kenyataan menjadi subyek dan obyek, spiritual-material, manusia-dunia dan sebagainya, telah mengakibatkan obyektisasi alam dan eksploitasi alam secara besar-besaran dan semena-mena. Akibtnya banyak pihak yang mengecam tindakan ini. Zaman modern yang selalu diasumsikan dengan kemajuan, ilmu pengetahuan, Hi-Tech, eksploitasi, rasionalitas dan lain sebagainya, ternyata tidak sanggup diterima begitu saja oleh sebagian yang lain.
Istilah postmodernist muncul pada tahun 1930-an, yang pertama kali dikenalkan oleh Arnold Toynbee. Postmodern merupakan reaksi dari modernism. Walaupun hingga dikala ini belum ada janji dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut berhasil menarik perhatian orang banyak. Banyak versi dalam memperlihatkan klarifikasi mengenai istilah postmodern. Foster menjelaskan, sebagian orang mirip Lyotard beranggapan bahwa, postmodernisme merupakan lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat insan modern. Sedang sebagian lagiseperti Jamenson beranggapan, postmodernisme yaitu pengembangan dari modernitas, mirip diungkap Bryan S. Turner dalam Theories of modernity and Post-Modernity .
Postmodernisme Dalam Pandangan Jean Francois Lyotarda
Jean-Francois Lyotard, dalam bukunya The Postmodern Condition: A report on Knowledge (1979), yaitu salah satu pemikir pertama yang menulis secara lengkap mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Lyotard memandang postmodernisme muncul sebelum dan setelahmodernisme, dan merupakan sisi yang berlawanan dengan modernisme. Halini diperkuat oleh pendapat Flaskas yang menyampaikan bahwa postmodernisme yaitu oposisi dari premis modernisme. Beberapa diantaranya yaitu gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti-fondasionalisme, dari teori besar (grand theory) menuju teori spesifik, dari sesuatu yang universal menuju kesesuatu yang sebagian dan lokal, dari kebenaran yang tunggal menuju ke kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut yaitu mencerminkan tantangan postmodernist kepada modernist.
Pemahaman pemikiran postmodernis menjadi penting untuk memahami banyak sekali perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang tidak lagimemadai untuk dianalisis hanya berdasarkan paradigma ilmiah modern yanglebih menekankan kesatuan, homogenitas, objektivitas, dan universalitas. Sementara ilmu pengetahuan dalam pandangan postmodernis lebih menekankan pada pluralitas, perbedaan, heterogenitas, budaya lokal/etnis,dan pengalaman hidup sehari-hari.
Menurut Jean Francois Lyotard, bahwa awalan post pada postmodern, merupakan klarifikasi terperinci keyakinan modern, sebagai upaya untuk memutuskan relasi dengan tradisi modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang gres sama sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan untuk melupakan dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu pengetahuan berkembang sebagai pemenuhan cita-cita untuk keluar dari mitos-mitos yang dipakai masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan modernitas yaitu proyek intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju kemajuan.
Mitos politik ini menganggap sainsmodern sebagai alat untuk kebebasan dan humanisasi. Sementara dalam pandangan Postmodernism, sains tidak bisa menghilangkan mitos-mitosdari wilayah ilmu pengetahuan. Sementara metanarasi itu berfungsi sebagaimitos gres bagi masyarakat modern.
Bagi postmodernism inspirasi rasionalitas dan humanisme merupakan konstruksi historis, konstruksi sosial budaya dan bukan sesuatu yang bersifat alami(kodrat) dan universal. Sehingga kedua hal tersebut tidak sanggup diseragamkan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-historis sertabudaya lokal. Keanekaragaman pemikiran berdasarkan Lyotard hanya sanggup dicapai dengan melaksanakan penolakan terhadap kesatuan (unity), dengan mencari disensus (ketidaksepakatan) secara radikal.Jean Francois Lyotard merupakan pemikir postmodern yang penting lantaran memperlihatkan pendasaran filosofis pada gerakan postmodern. Penolakannya terhadap konsep narasi agung (grand native) serta pemikirannya yang mnengemukakan konsep perbedaan dan language game sebagai alternatif terhadap kesatuan (unity).
Lyotard memandang bahwa, di dalam bahasa tidak ada keutuhan, yang ada hanyalah pulau-pulau bahasa, yang masing- masing diatur oleh sebuah system aturan yang tak bisa diterjemah kan ke dalam sistem yang lain. Pengejawantahan postmo adalah formlessness, ambiguitas, ketidakpastian, ironi, oposisionalitas, dsan relatives. Fenomen aglobal: bangkitnya micronarratives postmodern yan g dibangun oleh perpaduan bebas antara tradisi dengan modernitas, yang sekaligus melanjutkan dan mentransendensikan modernisme. Ciri-ciri penting yang dapat dilihat dari postmodern jika dikontekstualisasikan kedalam contoh novel Indonesia1 misaln ya, dap at diambil simpulan bahwa novel-novel itu: mensintsiskan, mempertentangkan dan secar a ironis mengomentari hirarki yang muncul dari dunia sastra/cerita dan menemukan padanan dalam dunia modern. Mengungkap tradisi untuk membangun masa depan.
Dialektika plot pakem dan carangan mempunyai kesamaan dengan usaha postmo, yaitu mengedepankan konflik antara model pemahaman lama dan baru. Ini paralel dengan Lyotard tentang ketidakpercayaan pada metanarratives yang menand ai kiamat modern serta muncu lnya modernisme-moder nisme gres atau micronarratives yang otonom dan terpecah-pecah yan g mewarnai masa postmodern. Dengan demikian karya postmodernis adalah sebuah anti kemapanan. Tidak percaya lagi pada sesuatu yan g telah menjadi pakem atau ketetapan bersama.
Cerpen Sugriwo-Subali (CSS)
Cerpen Sugriwo -Subali(CSS) berkisah tentang dua orang bersaudara yang hidup terlantar di sebuah tempat bernama Jakarta. Kedua orang itu merupakan anak pungut Hanoman. Dua or ang itu mempun yai perbedaan dalam hal nafsu makan. Sugriwo tukang makan karena itu tubuhnya cepat besar, sebalikn ya Subali nafsu makannya jelek, karena itu badannya kecil. Dua bersaudara itu hidup menggelandang. Hanoman mengajarinya, bahwa surga adalah makanan dan neraka adalah lapar. Itulah sebabn ya setiap hari mereka melayap mencari sorga. Mereka juga sangat dekat dengan gadis Jilah yang setiap hari selalu dibaginya makanan dengan hadiah ciuman.
Suatu hari mereka mendapati truk sayuran. Sugriwo naik untuk mencuri dan Subali menunggu sambil mengawasi. Truk itu tiba-tiba maju meninggalkan Subali yang tidak bisa naik, adapun Sugriwo tak bisa turun. Mereka dipisahk an dalam rasa sedih yang sangat. Sugriwo telah tumbuh menjadi raja hitam. Dialah pen gusa segala kejahatan di kota itu. Dia ingin menjumpai Subali. Dia mencari Subali ke setiap pelosok kota. Kedua orang saudara itu bertemu. Mereka saling kangen dengan caranya sendiri. Mabuk bersama. Subali masih marah dan merasakan k epedihan ditinggal Sugriwo. Dia bernafsu ingin membunuh Sugriwo. Subali menghantamkan botol ke kepala Sugriwo sampai luka. Dan Sugriwo mencicipi kepedihan di kepalanya yaitu kepedihan hati Subali. Keduanya pergi munyusuri jalanan. Sampai di sebuah taman dan tertidur. Sugriwo luka di jidatnya dan Subali berdarah di kepalanya. Mereka ditemukan penjaga taman dan diambil polisi untuk diamankan.
Cerpen ini sangat anakronis, pluralis, dan sebuah pikares di dalam pascamodernis. Seperti dalam fiksi sejarah yang melibatkan suatu transgesi halus antara bidang acuan eksternal dan bidang acuan internal melalui diperkenalkannya tokoh-tokoh histories kedalam suatu eks fiksi, atau dipaksakann ya tokoh-tokoh fiksional ke dalam situasi histori yang sebenarnya. Ini satu transgesi yang diupayakan semoga halus dan tidak ada jahitannya, yang sejauh mungkin menghindari anakronisme dan yang mencocokan struktur bagian dalam cerita itu dengan struktur dunia nyata yang dibayanginya “khayalannya”.
Dalam cerpen pascamodernis melakukan yang sebaliknya: memandang sesuatu yang di anggap tidak benar oleh kebannyakan orang di angkat dan di dekonstruksi sehingga sesuatu yang dianggap tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi lantaran memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Sugriwa-Subali mengandung anakronisme. Tokoh-tokohnya memiliki nama yang sama dengan kisah wayan g Ramayana, tapi mereka ditempatkan di Jakarta, suka mendengarkan kereta api yang sedang melaju , naik truk, dan latar lainnya yang mengindikasikan kehidupan realitas. Perpaduan yang hybrid ini memang mustahil. Ada Subali, Sugriwo, dan Hanoman yang gambaran fisik dan sifat tokoh itu pun mirip tokoh wayang. Mereka kembar atau bersaudara sebagaimana dalam wayang, mereka dekat dengan Hanoman bahkan diangkat menjadi anaknya. Anakronosme ite telah menciptakan Subali dan Sugriwo lahir di tengah-tengah kota Jakarta bahkan tinggal di Kali Malang. Kehidupannya yang miskin memaksa dirin ya untuk menjadi pencuri kecil-kecilan. Hal ini dilakukan atas jargon Hanoman, makan adalah sorga dan neraka adalah lapar.
Di taman mereka berkelahi dalam mabok, dalam kerinduan setelah sekian lama berpisah. Sugriwo yang meninggalkan Subali dengan tidak sengaja, menerima murka dari Subali. Sugriwo dipukul dengan botol minuman sampai luka jidatnya, sehingga Sugriwo dapat merasakan kepedihan Subali yang ditinggal dirinya. Perkelahian ini merupakan bentuk loncatan dari pakem. Sugriwo dan Subali yang telah menjadi kera itu berkelahi memperebutkan sebuah pusaka hingga kematian Sugriwo. Dalam cerpen ini mereka justru semakin mesra dengan perkelahian itu, dengan masing-masing luka di kepalanya. Mereka digaruk polisi atas laporan penjaga taman, sebagai warga yan g melanggar hokum karena mabok di tempat umum. Betapa mesranya kedua saudara ini dalam luka di kepalanya.
“Ya…luka yang dalam sekali…Bali…pedihmu ada di kenin gku…” sebuah botol pecah lagi. Kali ini kepala Subali mengucurkan darah. Lalu gelak tawa terdengar meledak lagi. “Kita pulang Wok…?” “Ya…kita harus pulang Li….”(CSS,12 2)
Pluralitas dari teks pascamodernis sebagian nampak dalam semakin kaburnya garis-garis yang memisahkan kutub-kutub biner yang diterima secara umum. Di satu pihak kalau kita membayangkan baik maka di pihak lain tentulah yang buruk. Dalam cerpen ini yang baik dan yang buruk menjadi padu. Menjadi sulit untuk mengambil salah satunya dipisahkan dalam diri kedua tokoh itu. Sugriwo adalah penjahat yang merajai dunia hitam, pemabuk, pezinah demikian juga Subali mempunyai masa lalu yang kelam yang juga masih suka mabuk. Segala keburukan itu tidak mempengaruhi diri mereka untuk tetap saling menyayangi dan merindukan.
Mereka mempunyai cara sendiri dalam menumpahkan rindu itu. Mereka saling menyakiti untuk menyamakan rasa pedih dan rindu itu. Dalam diri mereka ketika bersama-sama tak tampak kejahatan itu, tak tampakpula kebaikan itu. Semua menjadi plural, berbaur dalam sifat-sifat ganjil, seperti halnya sebuah demokrasi yang berkelahi dengan fair play tanpa dendamd alam bentuk panggung yang lain. Kita bisa melihat sikap kedua saudara itu sebagai berikut:
“Tidak, aku han ya memelukmu, aku…” Sugriwo tegak, tapi rebah lagi. Bibirnya memaki. Botol kosong melayang dari tangan Subali. Dan …” Uh..” Sugriwo menangis pilu. “Sepedih inikah hatimu Bali…? Subali mengusapnya. “Oh ..Kau ini luka Wok, pedih Wok?” “Oh, Griwo…lukakah Kau…?” “ Ya…luka yang dalam sekali…Bali…pedihmu…ada di keningku…”(CSS,122)
Tokoh-tokoh yang dipaksa untuk bertahan hidup dengan caranya sendiri, dalam proses biasanya dengan menahan penderitaan dan penghin aan. Seperti Sugriwo dan Subali dihajar satpam ketika mencuri paku untuk modal makan hari itu. Mereka dihinakan sampai babak belur. Hal itu belum cukup, gadis Jilah yang merupakan sorga baru bagi kedua saudara itu telah direbut penjual es Karena mempunyai modal.
Subali dan Sugriwo punya cara tersendiri untuk membalas dendam itu. Jilah kecil itudi telanjangi dan dibiarkan menangis dalam rasa malu. Kedua tokoh anti hero ini tidak mendamaikan diri mereka sendiri dengan dunia yang keras dan memperdaya ini dengan menyesuaikan diri. Kedua tokoh ini terkatung-katung dalam ketidakpastian. Mereka mabuk di mana saja dan tidur di mana saja dan digelandang polisi kapan saja. Mereka tak punya sesuatu yan g mapan.
Hidup seperti kereta api yang terus berjalan, berputar, dari rel ke rel yang itu-itu juga. Subali menyusuri rel kereta. Bertanya pada koral-koral yan g kaku bisu di sepanjang rel. Dikuakkannya ilalang Disibaknya gerumbul semak. Kalau-kalau ada mayat Sugriwo ditemukan. Diperhatikannya setiap trukyang kemudian lalang….
”Sugriwo besar dan hidup di pasar induk kota, Menghirup udara kota kecil itu, Melangkahi hari-hari bersama pencolen. Mencari kehangatan pada perempuan malam….Dialah gembong pen coleng kota itu. Dialah raja hitam.(CSS,119)”
Tokoh-tokoh ini bisa ditafsirkan sebagai tokoh yang perannya tidak untuk menginterpretasi atau mencocokan kedalam dunia yang di dalamnya ternyata mereka sendiri hidup, tetapi justru untuk menunjukan eksistensi dari suatu pluralitas dunia. Ada dunia yang terombang-ambing antara dendam yang harus membunuh dengan rasa rindu yang harus memeluk. Ada dunia yang saling bicara namun tidak paham terhadap apa yang dibicarakan. Dalam budaya pascamodern, kata Lyotard(1984, 3 ), tidak peduli cara penggabungannya, tidak peduli apakah itu sesu atu narasi spekulatif atau suatu narasi besar itu sudah kehilangan kredibilitasnya.
Lyotard(1984) menyebut mikronarasi, potongan narasi yang merup akan tanda-tanda dari keragu-raguan metanarasi. Pada cerita ini dekonstruksi terus-menerus berjalan. Ide tentang perjalanan hidup yaitu nasib, garis kepastian adalah bahan tertawaan yang enak. Krepa menyebut perang bukan sebagai nasib atau garis kepastian, tetapi sebuah pikiran bodoh untuk menutupi ketidakmampuan berpikir.
Nasib patut untuk dipertan yakan kembali, nasib yaitu sesuatu yang patut ditertawakan kalau hanya padanya semua bergantung. Tentang siapa yang benar pun terus-menerus didekonstruksi. Jika selama ini penjahat, pemabuk, pencuri & pemalak selalu di pandang sebagai orang yang salah dan pantas dieksekusi seberat-beratnya dan kalau perlu dibuang kelaut tetapi dalam cerpen ini semua dipertan yakan kembali, dan inilah yang disebut dengan dekonstruksi. Dalam dekonstruksi Semua dijawab dengan alasan yang dalam sudut pandang tertentu dapat diterima dengan logis.
Penutup
Menurut Jean Francois Lyotard, postmodern merupakan upaya untuk memutuskan relasi dengan tradisi modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang gres sama sekali. Pemutusan dengan masalalu (jama modern) merupakan jalan untuk melupakan dan merepresi masalalu. Dalam pandangan modernisme, ilmu pengetahuan berkembang sebagai pemenuhan cita-cita untuk keluar dari mitos-mitos yang dipakai masyarakat primitif menjelaskan fenomena alam, dan modernitas yaitu proyek intelektual yang mencari kesatuan berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju kemajuan.
Dalam cerpen pascamodernis sugriwo-subali melakukan yang sebaliknya: memandang sesuatu yang di anggap tidak benar oleh kebannyakan orang dan di dekonstruksi sehingga sesuatu yang dianggap tidak benar bisa menjadi sesuatu yang dimaklumi lantaran memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Daftar Pustaka
Allen, Pamela. 2004. Membaca dan Membaca Lagi(terjemahan oleh bakdi
Sumanto). Indonesiatera. Tanggerang
http://www.scribd.com/doc/45922087/Postmodern-is-Me-Dalam-Pandangan-Jean-Francois-Lyotard
Nugroho, Yanusa. 2002. Segulung Cerita Tua. Jakarta: Buku Kompas
Sarup, Madan. 2003. Post-stucturalism and Postmoder (diterjemahkan oleh
Medhy Aginta). Jendela. Yogyakarta
Sumber http://pascaunesa2011.blogspot.com
0 Response to "Postmodernisme Dalam Cerpen Sugriwo-Subali Karya Yanusa Nugroho"
Posting Komentar