Makalah Fiqih Kepingan Hadiah
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Hadiah ialah suatu ilmu yang dipelajari dalam mata kuliah muamalah 1 yang mempalajari perihal pinjaman suatu barang ke orang lain.
Baca Juga
II. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang kasus di atas, dalam makalah ini mengangkat beberapa topik. Adapun topik tersebut ialah Hadiah.
III. Tujuan Masalah
Tujuan kasus dari makalah ini ialah untuk mengetahui lebih terang tentang.
1. Pengertian hadiah
2. Hukum hadiah
3. Syarat hadiah
4. Rukun hadiah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hadiah ialah pinjaman oleh orang pintar tepat sebuah barang yang dimilikinya dengan tidak ada tukarnya serta dibawa ketempat yang diberi alasannya ialah hendak memuliakannya.
Pada dasarnya Hibah dengan hadiah sama. Hanya saja, kebiasaannya, hadiah itu lebih dimotivasikan oleh rasa terimakasih dan kekaguman seseorang.
Seseorang pemimpin, misalnya, biasa menawarkan hadiah kepada bawahannya sebagai tanda penghargaan atas prestasinya dan untuk memacunya lebih berprestasi demikian pula, bisa terjadi, seorang bawahan memberi hadiah kepada atasan sebagai tanda ucapan terimakasih pinjaman hadiah bisa pula terjadi antara orang yang setaraf, dan bahkan antara seorang muslim dan non muslim atau sebaliknya. Dalam problem ini, hadiah haruslah dibedakan dengan risywah (sogok). Perbedaannya amat halus, yakni terletak pada motivasi yang melatar belakanginya.
Hadiah dibolehkan oleh agama. Rasulullah saw sendiri pernah mendapatkan hadiah semasa hidupnya, sebagai tanda rasa hormat dan dekat dari pihak lain. Dalam suatu riwayat dari Abu Hurairah dikatana bahwa: “Rasullah saw mengatakan: saling memberilah kamu. Niscaya kau akan saling mengasihi.[1]
Dalam perjalanan sejarah, Umar bin Abdul Aziz pernah mengharamkan “Hadiah” kenapa demikian? Karena pada masa itu Umar melihat bahwa tanda-tanda yang terjadi dalam masyarakat dalam pinjaman dan penerimaan hadiah bukan lagi murni hadiah, tetapi sudah mengarah kepada risywah.
Rukun dan syarat hadiah sama dengan hibah untuk terwujudnya suatu hadiah maka mesti memenuhi rukun dan syaratnya sebagai tanda adanya transaksi.
B. Hukum Hibah
Hukumnya ialah sunnah, alasannya ialah hal ini merupakan perbuatan baik yang dianjurkan untuk dikerjakan dan berlomba-lomba kepadanya dengan dalil-dalil berikut:
“Kalian sekali-kali tidak hingga kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai” (QS. Ali-Imran: 92).
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa” (QS. Al-Maidah: 2).
“Bukanlah menghadapkan wajah kalian kearah timur dan barat itu suatut kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan menawarkan harta yang dicintainya kepada kerabatnya” (QS. Al-Baqarah: 177).
Sabda Rasulullah saw.
تهادوا تحابوا وتصافحوا يدهب الغل عنكم
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah pasti saling menyayangi dan hendaklah kalian saling berjabat tangan pasti perasaan tidak bahagia hilang dari kalian” (HR. Ibnu Asakir).[2]
من سره أن يبسط له في رزقه وأن ينسأله في أثره فليصل رحمه
“Barang siapa ingin dilapangkan rezkinya dan ditunda (diperpanjang) ajalnya, hendaklah menyambung kekerabatan” (HR. Bukhari).[3]
Di antara hukum-hukum hibah adalah:
Jika hadiah diberikan kepada salah satu anak, maka bawah umur lainnya disumpahkan di beri juga dengan jumlah dan besar yang sama, Rasulullah saw bersabda:
“Bertakwalah kalian kepada Allah dan ialah kalian kepada bawah umur kalian” (HR. Muttafaq Alaih).
Haram menarik kembali. Rasulullah bersabda:
“Orang yang meminta kembali hibahnya menyerupai orang yang meminta kembali (menelan) muntahnya” (Muttafaq Alaih).
Kecuali kalau pinjaman seorang ayah kepada anaknya, alasannya ialah anak dan hartanya sebetulnya ialah milik ayahnya.
Rasulullah saw bersabda:
“Seseorang tidak halal memberi sesuatu lalu menariknya kembali kecuali seorang ayah terhadap sesuatu yang ia berikan kepada anaknya” (HR. At-Tirmidzi).
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan itu makruh.
Contoh:
Orang muslim menghadiahkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang tersebut membalasnya dengan pinjaman yang lebih besar.
Allah berfirman:
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kau berikan semoga ia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kau berikan berupa zakat yang kau maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39).
Penerima hadiah mampunyai hak pilih, mendapatkan atau menolak kalau menerima, ia harus membalasnya dengan nilai yang sama atau lebih besar.
Rasulullah saw bersabda:
من صنع إليكم معروفا فكافئوه
“Barang siapa berbuat baik kepada kalian, maka balaslah” (HR. Ad-Dailami).[4]
C. Syarat-syarat hadiah
Syarat-syarat hadiah ialah sebagai berikut:
1. Ijab, yaitu pertanyaan pemberi kepada orang yang ia tanya perihal sesuatu dan ia beri sesuatu dengan bahagia hati.
2. Qabul, yaitu penerimaan oleh penerimaan dengan berkata: “Aku terima apa yang engkau berikan kepadaku”, atau ia menyodorkan tangannya untuk menerimanya, alasannya ialah kalau orang muslim memberi sesuatu kepada saudara seagamanya, namun belum diterima oleh penerimaannya, lalu pemberi meninggal dunia, maka sesuatu tersebut menjadi hak jago warisanya dan akseptor tidak memiliki hak terhadapnya.
D. Rukun
Rukun-rukun hadiah ialah sebagai berikut:
Ada yang memberi
Ada yang diberi
Ada ijab dan qabul
Ada barang yang diberikan
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Hadiah ialah pinjaman seseorang kepada orang lain alasannya ialah hendak memuliakannya.
2. Hadiah hukumnya sunnah, bahwa hal ini merupakan perbuatan yang baik. Namun hadiah bisa diharamkan apabila sudah mengarah kepada Risywah.
3. Syarat-syarat hadiah ialah adanya ijab dan qabul sedangkan rukunnya meliputi:
a. Ada yang memberi
b. Ada yang diberi
c. Ada ijab dan qabul
d. Ada barang yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri Abu Bakr Jabir, Ensiklopedia Muslim, Darul Falah, Jakarta, 2006.
Karim, M.A. Dr. Helmi, Fiqih Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Rasjid, H. Sulaiman, Fiqih Islam, Sinar Algensindo, Bandung, 1998.
Umari, Drs. H. Barmawi, Ilmu Fiqih, Ramdhani, Pelambang, 1985.
Zainuddin. A, S. Ag dan Jambari. Muhammad, S. Ag, Al Islam 2, Muamalah dan Akhlak, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
[1]Hadits diriwayatkan oleh Malik
[2]Abu Bakr Jabir al-Jaziri, Ensiklopedi Muslim, (Darul Falah, 2006), hlm. 568.
[3]Ibid. hlm. 569.
[4] Ibid. hlm. 570.
Sumber http://ockym.blogspot.com
0 Response to "Makalah Fiqih Kepingan Hadiah"
Posting Komentar