✔ Guru Dan Proses Mencar Ilmu Mengajar (Pbm)
GURU DAN PBM (PROSES BELAJAR MENGAJAR)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru yaitu orang yang memperlihatkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Untuk menjadi guru yang profesional, memang tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan atas materi atau ilmu yang akan diajarkan. Sebab dalam proses berguru mengajar penguasaan materi hanya merupakan perangsang tindakan guru dalam memperlihatkan dorongan berguru yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar. Oleh alasannya itu, seorang guru harus membekali diri dengan sejumlah pengetahuan dan keterampilan lain yang sangat diperlukan, dikala guru mempunyai keterampilan mengajar yang baik dan bisa menjadi guru yang profesional maka suasana berguru mengajar akan terasa sangat menyengkan. Disamping itu guru juga harus mempunyai kepribadian yang baik sehingga menjadi cerminan bagi akseptor didiknya.
Proses berguru mengajar merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum dalam forum pendidikan supaya siswa sanggup mencapai tujuan yang telah diciptakan. Dalam pelaksanaan proses berguru mengajar akan terjadi interaksi antara siswa dan guru. Dalam proses berguru mengajar posisi para guru sangat penting dan strategis, meskipun gaya dan penampilan mereka sangat bermacam-macam. Berhasil atau tidaknya seorang guru bisa dinilai dari perkembangan dan prilaku siswa yang diajarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari guru dan proses berguru mengajar?
2. Bagaiamana kekerabatan guru dengan proses berguru mengajar?
3. Bagaimana karakteristik kepribadian guru?
4. Apa saja kiprah dan kiprah seorang guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru dan Proses Belajar Mengajar
1. Guru
Dalam pengertian sederhana, guru yaitu orang yang memperlihatkan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat yaitu orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di forum pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di mushallah, di rumah dan sebagainya.
Sedangkan Guru berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005 adalah pendidikprofessional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih, menilai dan mengevaluasi akseptor didik pada pendidikan anak usia dinijalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Guru yaitu spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik. Ialah yang memperlihatkan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan memebenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap bawah umur kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan kiprah dengan sebaik-baiknya.[1]
2. Proses berguru mengajar
Proses disini sanggup berarti interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam berguru mengajar yang satu sama lainya saling bekerjasama (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang termasuk komponen berguru mengajar antara lain tujuan instruksional yang hendak dicapai, materi pengajaran, dan penilaian sebagai alat ukur tercapai tidaknya ukuran. Semuanya saling berkaiatan.
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laris pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dan individu dengan lingkungannya.
Pengertian berguru berdasarkan para para ahli:
1) Burton menyatakan “Learning is a change in the individual due to instructions of that individual and his environment, wich fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment”. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau ‘perubahan” yang berarti bahwa seseorang sehabis mengalami proses berguru mengajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuanya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin. Kriteria keberhasilan dalam berguru diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laris pada diri individu yang belajar.[2]
2) James O. Wittaker, berguru yaitu sebagai proses dimana tingkah laris ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dengan demikian perubahan-perubahan tingkah laris akhir pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau efek obat-obatan yaitu tidak termasuk sebagai belaajar.
3) Menurut Howard L. Kingsley yaitu “Learning is the process by which behavior ( in the broader sense) is originated or changed through practice or training.” (Belajar yaitu prosess dimana tingkah laris (dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.[3]
Dalam pengertian psikologi, berguru yaitu suatu proses yang bersifat internal. Perubahan yang menjadi focus tidak sanggup terlihat secara kasat mata, tetapi perubahan itu terjadi pada wilayah sikap, kecerdasan mtorik, sensorik dan psikis.[4]
Mengajar dapat didefinisikan sebagai suatu perjuangan mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan materi pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk sanggup berperan sebagai organisator kegiatan berguru siswa dan juga hendaknya bisa memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun diluar kelas yang menunjang kegiatan berguru mengajar.
Pemahaman akan pengertian dan pandangan akan banyak mensugesti peranan dan kegiatan guru dalam mengajar. Sebaliknya, kegiatan guru dalam mengajar serta kegiatan siswa dalam berguru sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap mengajar. Mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan terjadinya interaksi manusiawi dengan banyak sekali aspeknya yang cukup kompleks.
- Karakteristik Kepribadian Guru
Kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda dengan individu yang lainnya, sehingga dari sifat hakiki inilah kita bisa menilai kepribadian seseorang. Menurut Mc.Leod Kepribadian (personalitity) yaitu sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata khas yang sangat erat artinya dengan kepribadian yaitu huruf dan identitas.
Menurut Reber dari tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya yaitu susunan atau kesatuan aspek prilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan aspek prilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laris secara khas dan tetap. Dari sikap psiko-fisik (rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukan yang bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang seperti: Laili anak yang rajin, Mujib anak yang malas dan sebagainya.
Bagi seorang kepribadian merupakan faktor yang sangat kuat terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena guru berperan sebagai pembimbing dan pembantu maupun sebagai panutan.
Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah Daradjat menegaskan: “Kepribadian itulah yang memilih apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (yang masih berada di tingkat sekolah dasar) atau bagi mereka yang berada di tingkat menengah”.
Oleh alasannya itu, setiap guru yang profesional ataupun bagi setiap calon guru harus memahami karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diharapkan sebagai panutan para siswanya. Secara konstitusional, guru/pendidik pada setiap jenjang pendidikan formal wajib mempunyai satuan kualifikasi (keahlian yang diperlukan). Misalnya dikala akseptor didik masih duduk ditingkat sekolah dasar mereka masih sangat polos dan lugu sehingga terkadang apa yang mereka lihat, dengar dan yang diperintahkan kepada mereka eksklusif mereka kerjakan tanpa memilah-milah apakah itu perbuatan baik atau tidak.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya meliputi:
1. Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang dikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu guru juga harus mempunyai resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan.
Guru yang fleksibel juga mempunyai resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampaui dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Menurut Heger dan Kaye, berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir dengan penuh pertimbangan nalar sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.[6]
Dalam PBM, fleksibelitas kognitif guru terdiri dari 3 dimensi:
a. Dimensi karakteristik pribadi guru
b. Dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa
c. Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode
d. mengajar.
TABEL 1
Karakteristik Kognitif Pribadi Guru
Ciri Perilaku Kognitif Guru | |
Guru Luwes | Guru Kaku |
1. Menunjukkan keterbukaan dalam perencanaan kegiatan berguru mengajar. 2. Menjadikan materi pelajaran mempunyai kegunaan bagi kehidupan konkret siswa 3. Mempertimbangkan banyak sekali alternative cara mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa 4. Dalam merencanakan sesuatu dalam keadaan mendesak, mampu 5. Dapat mengunakan humor secara proposional dalam membuat situasi PBM yang menarik | 1. Tampak terlampau dikuasai oleh planning pelajaran, sehingga alokasi waktu sangat kaku. 2. Tak bisa memodifikasi materi silabus 3. Tak bisa menangani hal yang terjadi secara tiba-tiba dikala pengajaran 4. Terpaku pada aturan yang berlaku meskipun kurang relevan 5. Terpaku pada isi materi dan metode yang baku sehingga situasi PBM monoton dan membosankan |
TABEL 2
Sikap Kognitif Guru terhadap Siswa
Ciri Sikap Kognitif Guru | |
Guru Luwes | Guru Kaku |
1. Menunujukkan sikap demokratis dan empati kepada semua siswa 2. Responsif terhadap kelas (mau melihat, mendengar dan merespons persoalan disiplin, kesulitan belajar, dsb) 3. Memandang siswa sebagai partner dalam PBM 4. Menilai siswa berdasrkan faktor-faktor memadai 5. Berkesinambungan dalam memakai ganjaran dan eksekusi sesuai dengan penampilan siswa | 1. Terlalu memperhatikan siswa bakir dan mengabaikan siswa yang lamban 2. Tidak mampu/mau mencatat isyarat adanya persoalan dalam PBM 3. Memandang siswa sebagai objek yang berstatus rendah 4. Menilai siswa secara serampangan 5. Lebih banyak menghukum dan kurang memberi ganjaran yang memadai atas prestasi yang dicapai siswa |
TABEL 3
Sikap Kognitif Guru terhadap Materi dan Metode
Ciri Sikap Kognitif Guru | |
Guru Luwes | Guru Kaku |
1. Menyusun dan menyajikan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa 2. Menggunakan macam-macam metode yang relevan secara kreatif sesuai dengan sifat materi 3. Luwes dalam melaksanakan rencaana dan selalu berusaha mencari pengajaran yang efektif 4. Pendekatan pengajarannya lebih problematic, sehingga siswa terdorong untuk berpikir | 1. Terikat pada isi silabus tanpa mempertimbangkan kebutuhan siswa yang di hadapi 2. Terpaku pada satu atau dua metode mangajar tanpa memperhatikan kesesuainnya dengan sifat materi pelajaran 3. Terikat hanya ada satu atau dua format dalam merencanakan pengajaran 4. Pendekatan pengajarannya lebih prespektif (perintah/hanya memberi petunjuk atau ketentuan) |
2. Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru
Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru. Hal ini juga menjadi faktor yang turut memilih keberhasilan kiprah seorang guru. Menurut Reber, guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain: siswa, teman, dan lingkungan pendidikan tempatnya kerja. Ia mau mendapatkan kritik dengan ikhlas, disamping itu ia juga mempunyai respons terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan siswa.
Ada beberapa signifikansi yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru:
Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Keterbukaan psikologis diharapkan untuk membuat suasana kekerabatan yang serasi antara pribadi pendidik dan akseptor didik.
Pengalaman seorang guru ditentukan oleh kemampuannya dalam memakai pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan dan berfantasi untuk menyesuaikan diri dengan akseptor didiknya. Jika seorang guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih mempunyai keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru sebagai eksekutif berguru dan panutan bagi siswanya. Oleh alasannya itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-mengajar. Optimisme ini muncul alasannya guru yang terbuka sanggup lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, dan bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri.[7]
- Tugas dan Peran Seorang Guru
1) Tugas Guru
Guru memeiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan terdapat tiga jenis kiprah guru, yakni kiprah dalam bidang profesi kiprah kemanusiaan, dan kiprah dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi mencakup mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan membuatkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan membuatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti membuatkan ketrampilan-ketrmpilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan disekolah harus sanggup menjadikan dirinya sebagai orangtua kedua. Ia harus bisa menarik simpati sehungga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya sanggup menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama yaitu ia tidaka akan sanggup menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
Masyarakat menempatkan guru pada daerah yang lebih terhormat dilingkunganya alasannya dari seorang guru seorang guru diharapkan masyarakat sanggup memeperoleh ilmu pengetahuan. Ini bahwa guru berkewajiban mencerdasakan bangsa menuju pembentukan insan Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila.
Tugas dan kiprah guru tidaklah terbatas didalam masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memeilih kiprah yang penting dalam memilih gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang mustahil digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa semenjak dulu, terlebih-lebih pada masa kontemporer ini.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah perlintasan lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan erta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk sanggup mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terajmin tercipta dalam terbinannya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai insan pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan gambaran para guru ditengah-tengah masyarakat.
2) Peran Guru dalam Belajar Mengajar
a. Guru sebagai demonstratror
Melaui peranannya sebagai demonstratror, lecture, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai materi atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya alasannya hal ini akan sangat memilih hasil berguru yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru ia sendiri yaitu pelajar. Ini berarti bahwa guru harus berguru terus-menerus. Dengan cara demikian ia sanggup memperkaya dirinya dengan banyak sekali ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga bisa memeperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya biar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak.
Sebagi pengajar iapun harus membantu perkembangan anak didik untuk sanggup menerima, memahami serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya bisa memotivasi siswa untuk sennatiasa berguru dalam banyak sekali kesempatan. Akhirnya seorang guru akan sanggup memainkan kiprahnya sebagai pengajar dengan baik bila ia menguasai dan bisa melaksanakan ketrampilan-ketrampilan mengajar.
b. Guru sebagai pengelola kelas
Dalam kiprahnya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya bisa mengelola kelas sebagai lingkungan berguru serta meupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi biar kegiatan-kegiatan berguru terarah kepada kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap berguru lingkungan itu turut memilih sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan berguru yang baik. Lingkungan yang baik yaitu lingkungan yang bersifat mennatang dan merangsang siswa untuk belajar, memperlihatkan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujan.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan memakai akomodasi kelas untuk majemuk kegiatan berguru mengajar biar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya yaitu membuatkan kemampuan siswa dalam memakai alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memeperoleh hasil yang diharapkan.
c. Guru sebagai mediataor dan Fasilitator
Sebagai perantara guru hendaknya memeiliki pengetahuan dan pemahaman yang sukup ihwal media pendidikan, alasannya media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-menagajr. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diharapkan yang bersikap melengkapi dan merupakan penggalan integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah.
Sebagai perantara guru pun menjadi perantara dalam kekerabatan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil dalam memakai pengetahuan ihwal bagaimana orang berintaksi dan berkomunikasi. Tujuannya biar sanggup membuat secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laris social yang baik, membuatkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan kekerabatan yang positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator guru hendaknya bisa mengusahakan sumber berguru yang mempunyai kegunaan serta sanggup menunjang pencapaian tujuan dan proses berguru mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah maupun surat kabar.
d. Guru sebagai evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak publikterdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua perttersebut akan sanggup dijawab melalui kegiatan penilaian atau penilaian.
Dengan penilaian, guru sanggup mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujaun lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa didalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru sanggup me ngklasifikasikan apakah seseorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik dikelasnya jikalau dibandingkan dngan teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru sanggup mengetahui apakah proses berguru yang dilakukan cukup efektif memperlihatkan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa guru hendaknya bisa dan terampil melaksanakan penilaian karena, dengan penilaian guru sanggup mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa sehabis melaksanakan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil berguru siswa, guru hendaknya etrus menerus mengikuti hasil berguru yang telah dicapai oleh siswa dari waktu kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui penilaian ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses berguru mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses berguru mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses berguru mengajar akan terus-menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Peran Guru Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis, guru dipandang sebagai berikut:
1. Ahli psikologi pendidikan, yaitu petugas psikologi dalam pendidikan yang melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi.
2. Seniman dalam kekerabatan antar manusia (artist in human relation), yaitu orang yang bisa membuat kekerabatan antarmanusia untuk tujuan tertentu, dengan memakai teknik tertentu, khususnya dalam kegiatan pendidikan.
3. Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan.
4. Catalytic agent, yaitu orang yang mempunyai efek dalam menimbulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai innovator (pembaharu).
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinan kesehatan khususnya kesehatan mental.[8]
1) Fungsi Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Peran guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan berguru siswa biar mencapai keberhasilan berguru yang telah ditetapkan.
Fungsi guru berdasarkan Gagne, yaitu:
a. Guru sebagai designer of instruction
Guru sebagai perancang pengajaran. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa bisa dan siap merancang kegiatan berguru mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.
Untuk merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip berguru sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan berguru mengajar. Rancangan tersebut sekurang kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Memilih dan memilih materi pelajaran
b) Merumuskan tujuan penyajian materi pelajaran.
c) Memilih metode penyajian materi pelajaran yang tepat.
d) Menyelenggarakan kegiatan penilaian prestasi belajar.
b. Guru sebagai manager of instruction
Guru sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses berguru mengajar. Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses berguru mengajar, yang terpenting ialah membuat kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa berguru secara berdaya guna dan berhasil guna.
Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa biar proses komunikasi baik dua arah maupun multiarah antar guru dan siswa dalam konteks komunikasi instruksional yang aman (yang membuahkan hasil).
c. Guru sebagai evaluator of student learning
Guru sebagai penilai hasil berguru siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi berguru atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi prestasi berguru itu menyerupai kegiatan berguru itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan berguru selanjutnya. Artinya, apabila hasil penilaian tertentu memperlihatkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran perbaikan (relearning). Sebaliknya, bila penilaian tertentu memperlihatkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya biar materi pelajaran lain yang lebih kompleks sanggup pula dikuasai.[9]
2) Posisi dan Ragam Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam PBM setiap materi pelajaran posisi para guru sangat penting dan strategis, meskipun gaya penampilan mereka bermacam-macam. Diantara mereka ada yang terlalu keras ada pula yang terlalu lemah dan sebagainya.
a) Posisi guru dalam proses berguru mengajar.
Menurut Claife guru adalah: “an authority in the disciplines relevant to education”, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang bekerjasama dengan pendidikan. Walaupun begitu, kiprah guru tentu tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan kedalam otak para siswa, tetapi juga melatih ketrampilan (ranah karsa) dan menamkan sikap serta nilai (ranah rasa) kepada mereka.
Sehubungan dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai guru terutama ialah membangkitkan kegiatan berguru siswa. Dengan kegiatan siswa diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan positif.
b) Ragam guru dalam proses belajar-mengajar
Berdasarkan hasil riset mengenai gaya penampilan dan kepemimpinan para guru dalam mengelola PBM , ditemukan tiga ragam guru, yakni: otoriter, laissez-faire, dan demokratis. Tetapi, Barlow mengemukakan satulagi yaitu otoritatif. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini yaitu sebagaai beriku.
Pertama, guru otoriter (authoritarian). Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Dalam PBM, guru yang otoriter selalu mengarahkan dengan keras segala kegiatan para siswa tanpa sanggup ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berperan serta menetapkan cara terbaik untuk kepentinghan berguru mereka. Memang diakui, kebanyakan guru yang otoriter sanggup menyelesaiakn kiprah keguruannya secara baik, dalam arti sesuai dengan rencana. Namun guru semacam ini sangat sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria, bukan saja alasannya wataknya yang berangasan tetapi juga alasannya merasa kreativitasnya terhambat.
Kedua, guru laissez-faire (sebut: lazei fee), padananya yaitu individualisme (faham yang menghendaki kebebsan pribadi). Guru yang berwatak ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan PBM secara seenaknya, sehingga menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri. Sesungguhnya ia tidak menyenagi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun mempunyai kemampuan yang memadai. Keburukuan lain yang juga disandang yaitu kebiasaan rutinnya menimbulkan pertengkaran-pertengkaran kecil.
Ketiga, guru demokratis (democratic). Arti demokrtais yaitu bersifat demokrasi, yang pada pada dasarnya mengandung makna memperhatikan persamaan baik dan kewajiban semua orang. Guru yang mempunyai sifat ini umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal. Alasanya, disbanding dengan guru guru lainya guru ragam demokratis lebih suka bekerjasama dengan rekan-rekan seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil pengajaran, guru yang demokratis dan otoriter tidak jauh berbeda. Akan tetapi dari sudut moral, guru uyang demokratis ternyata lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya maupun oleh para siswanya sendiri.
Keempat, guru yang otoritatif (authoritative). Otoritative berarti berwibawa alasannya adanya kewanangan baik berdasarkan kemampuan maupun kekuasan yang diberikan. Guru yang otoritatif yaitu guru yang mempunyai dasar-dasar pengetahuan baik pengetahuan bidang studi vaknya maupun memerintah secara efektif kepada para siswa dan kesenangan mengajak kerjasamadengan para siswa bila diharapkan dan mengikhtiarkan cara terbak untuk penyelenggaraan PBM. Dalam hal ini, ia hamper sama dengan guru yang demokratis. Namun dalam hal memerintah
Perbandingan Ragam Guru dalam PBM
Ragam Guru | Ciri Khas Guru |
1. Guru Otoriter (Authoritarian) | a. Berwatak otoriter (sewenang-wenang) b. Keras dan kaku dalam mengarahkan kegiatan PBM c. Menghambat kebebasan akademik |
2. Guru Laissez-Faire | a. Berwatak individualistis (mementingkan diri sendiri) b. Sering mengubah aktifitas PBM seenaknya c. Sering menimbulkan pertengkaran-pertengkaran |
3. Guru Demokratis | a. Berwatak sangat demokratis b. Suka bekerja sama dengan rekan-rekan sejawat dan para siswa c. Sering memperlihatkan peluang akademis kepada para siswa |
4. Guru Otoritatif | a. Berwatak cukup demokratis c. Lebih disegani para siswa dan lebih efektif dalam memerintah dan member anjuran. |
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud. 2012. Psikologi Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia)
Nasrul. 2014. Profesi dan Etika Keguruan. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo)
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta)
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda karya)
Usman, M. User. 2001. Menjadi Guru Profesional. (Bandung: Remaja Rosdakarya)
Sumber http://sehatcantiknatur4l.blogspot.com
0 Response to "✔ Guru Dan Proses Mencar Ilmu Mengajar (Pbm)"
Posting Komentar